Eks Pimpinan KPK Jelaskan Aturan Pemecatan Pegawai ke Komnas

Eks pimpinan KPK menjelaskan soal aturan pemecatan pegawai ke Komnas HAM.

Antara/Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin (kiri)
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta keterangann oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Hal ini berkaitan dengan pelaporan 75 pegawai KPK, terkait dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Baca Juga

Dalam kesempatan ini, sejumlah mantan Pimpinan KPK yang hadir secara langsung yakni Mochammad Jasin dan mantan Pimpinan KPK yang hadir secara daring adalah Abraham Samad, Saut Situmorang dan Bambang Widjojanto. Usai dimintai keterangan, Jasin mengaku diminta keterangannya perihal nilai-nilai yang ada di KPK.

Kepada Komnas HAM, Jasin menjelaskan nilai-nilai yamg ada di lembaga antirasuah tercermin dalam suatu peraturan dan kode etik yang menjadi acuan pelaksanaan tugas KPK. "Serta di dalam pelaksanaan tugas itu juga dibuatkan SOP. Ini satu hal, ini sudah kami sampaikan semuanya," kata Jasin di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (18/6).

Jasin juga menjelaskan terkait sistem kolektif kolegial dalam Pimpinan KPK. Menurutnya, dalam pengambilan keputusan di KPK dilakukan musyawarah atau voting.

"Kemudian hal-hal yang terkait independensi KPK, seperti apa peraturannya adalah aturan-aturan yang ada di UU maupun aturan-aturan yang mengingat yang harus kita taati, berkaitan konvensi PBB menentang korupsi. Itu sudah dijelaskan semua kepada pihak Komnas HAM," jelasnya.

 

Selain itu, ia juga menjelaskan terkait proses kerja di KPK. Menurut Jasin, terdapat pegawai dari lembaga lain berstatus ASN yang dipekerjakan di KPK. Dia menegaskan, apabila melanggar suatu pekerjaan di KPK, tetap disanksi dengan kode etik dan pedoman perilaku. 

"Apabila dia melanggar kode etik dan dia tidak perform melaksanakan tugasnya, itu sebagai poin-poin yang bisa dilakukan, misalnya pemecatan. Jadi pemecatan itu ada background dan harus ada auditnya," ujarnya. 

"Di KPK ada pengawas internal, apabila melanggar kode etik apa buktinya melanggar, apabila tidak bisa mencapai kinerjanya, apa buktinya. Apabila dia melanggar hukum, maka ada hal-hal yang dieksplore atau digali apa pelanggaran hukum yang dilakukan pegawai KPK," ucapnya.

Pada Kamis (17/6) Komnas HAM memeriksa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Kepada Komnas HAM, Ghufron menjelaskan terkait prosedur pelaksanaan TWK yang merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.

"Jadi kami menjelaskan kepada Komnas HAM berkaitan dengan legal standing, dasar hukum kewenangan, kemudian kebijakan regulasi, dan pelaksanaan dari alih pegawai KPK ke ASN yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2021," ujar Ghufron di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/6). 

Kedatangannya di Komnas HAM, juga mewakili empat pimpinan KPK lainnya serta Sekjen KPK. "Saya mewakili KPK hadir untuk menjelaskan mulai dari landasan hukum, legal standing KPK menyusun kebijakan pengalihan pegawai KPK ke ASN. Mulai dari tindak lanjut Pasal 6, Pasal 5 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 yang memandatkan kepada KPK untuk menyusun peraturan komisi tentang pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN," terangnya. 

"Kemudian lahirlah Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN, itu kebijakan regulasinya, " tambahnya.

Ia menyatakan, pelaksanaan TWK juga bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini juga berdasarkan Perkom Nomor 1/2020. "Berdasarkan Perkom Nomor 1/2021 pasal 5 ayat 4 bahwa pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dilaksanakan KPK kerja sama dengan BKN, itu dasar pelaksanaannya," kata Ghufron.

Ghufron lalu merinci proses pelaksanaan TWK dilakukan pada Maret 2021 sampai akhirnya diangkat menjadi ASN pada 1 Juni 2021 lalu. Sebanyak 1.271 pegawai KPK telah dilantik menjadi ASN, sementara memang sampai saat ini 75 pegawai KPK belum dilantik, dengan alasan tidak memenuhi syarat TWK.

 

 

 

 
Berita Terpopuler