Eks Pimpinan Jelaskan yang Dimaksud Kelompok Taliban di KPK

Eks pimpinan KPK jelaskan yang dimaksud kelompok taliban ada di KPK ke Komnas HAM.

Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- M Jasin menjelaskan istilah 'Taliban' yang sering disebut ada di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Komnas HAM. Menurutnya, istilah taliban yang sering didengungkan di lembaga antirasuah justru tak berkaitan dengan agama atau kepercayaan tertentu.

Baca Juga

"Taliban itu sebenarnya bahwa orang-orang itu tidak bisa dipengaruhi, tidak bisa di-remote dari luarlah gampangnya karena dia taat pada peraturan perundangan dan taat pada kode etik," kata mantan pimpinan KPK itu di kantor Komnas HAM, Jumat (18/6). 

Ia pun  mencontohkan pegawai KPK yang dianggap taliban adalah mereka yang  tidak tergoda dengan tawaran pihak luar saat menjalankan tugas memberantas korupsi. "Diajak makan di restoran tidak mau, dijemput saat kunjungan di daerah sosialisasi, misalnya, nggak mau," ujarnya menjelaskan.

"Yang jujur itu disebut Taliban oleh teman-temannya. 'Sok bersih, sok suci' itu," ucapnya menambahkan.

Jasin menyebut, istilah taliban mulai muncul di KPK sejak dimulainya upaya pelemahan KPK. "Dari UU-nya maupun dari pegawainya. Belum lama tidak ada istilah itu," kata Jasin.

Jasin menegaskan, KPK bekerja berdasarkan standar operating procedure (SOP), bukan berdasarkan agama tertentu. "Intinya ke ruman beragama di KPK itu sudah bagus sekali.Tidak ada yang ekstrem terhadap agama tertentu, tidak ada. Tidak toleransi, tidak ada itu. Memang di dalam kode etiknya didasari religiositas, integritas tanggung jawab, keadilan kepemimpinan, gitulah," ujarnya menegaskan.

Jasin juga memastikan istilah taliban muncul justru dari luar KPK, bukan di internal.

Pada Kamis (17/6), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku dikonfirmasi Komnas HAM mengenai isu taliban di tubuh lembaga antikorupsi. "Komnas HAM salah satunya mempertanyakan itu bagaimana tentang isu taliban," kata Ghufron di kantor Komnas HAM. 

Ghufron mengakui isu itu sudah didengarnya sejak proses seleksi pimpinan yang juga diikuti dirinya. Namun, Ghufron menambahkan, hingga saat ini dia mengaku tidak mengetahui dan tidak memiliki data mengenai pihak yang disebut taliban tersebut. 

"Saya sampaikan sejak kami seleksi pimpinan sampai masuk, memang isu itu terngiang di telinga kami dan karena saya sampaikan kami mendengarnya, tapi kita tidak memiliki data langsung siapa-siapa itu," katanya.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, Ghufron datang mewakili pimpinan KPK dengan dasar kolektif kolegial di lembaga KPK. Namun, ada sejumlah pertanyaan yang tak bisa dijawab Ghufron perihal prosedur pelaksanaan TWK, termasuk mengapa memilih TWK sebagai salah satu syarat.

"Mengapa yang digunakan juga adalah tes wawancara kebangsaan yang tadi dijelaskan Pak Nurul Ghufron dan Pak Nurul Ghufron ini juga tidak bisa jawab karena KPK tidak tahu katanya itu lininya BKN (Badan Kepegawaian Negara)," kata Anam.

Setidaknya, ada tiga klaster pertanyaan yang disebut Anam tak bisa dijawab oleh Ghufron. Pertama, mengenai pengambilan kebijakan di level apakah itu keputusan bersama pimpinan KPK atau tidak. 

"Makanya itu harus (dijawab) orang-orang tersebut yang terkait dalam konstruksi peristiwa itu," ujarnya menegaskan.

 

Ghufron juga disebut tak bisa menjawab pertanyaan soal yang mewarnai proses tersebut. Terakhir, Ghufron juga tidak bisa menjawab siapa yang pertama kali punya ide penggunaan TWK dalam alih status pegawainya. 

"Karena bukan beliau (yang mengeluarkan ide itu) dan beliau juga tidak bisa menjawab," ungkapnya.

Dengan begitu, dia berharap pimpinan KPK lainnya bisa memberikan keterangan meski Komnas HAM tidak akan melakukan pemanggilan kembali. Menurutnya, meski kerja pimpinan KPK kolektif kolegial, masing-masing mempunyai peranan.

"Memang ada beberapa konstruksi pertanyaan yang bukan wilayah kolektif kolegial, tapi wilayah yang sifatnya kontribusi para pimpinan per individu. Sehingga, tadi ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Pak Ghufron karena Itu pimpinan yang lain," kata Anam menjelaskan.

"Oleh karenanya, kami memberikan kesempatan kepada pimpinan yang lain untuk datang ke Komnas HAM untuk memberikan klarifikasi," kata Anam.

 

 
Berita Terpopuler