Covid Terus Melonjak, Apakah PPKM Mikro Cukup?

PPKM mikro ke-10 dibarengi sejumlah larangan bagi daerah zona merah.

Antara/Galih Pradipta
Petugas kebersihan melintas di depan mural tentang pandemi Covid-19 di Kawasan Tebet, Jakarta. Pemerintah memperpanjang pelaksanaan PPKM mikro mulai periode 15-28 Juni 2021.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Zahrotul Oktaviani, Mimi Kartika, Antara

Kasus Covid-19 harian di Indonesia terus menunjukkan lonjakan signifikan. Tren penambahan kasus harian dalam sepekan terakhir seolah kembali seperti periode awal tahun 2021. DKI Jakarta misalnya, mengalami penambahan lebih dari 7.000 kasus positif dalam sepekan terakhir.

Satgas Penanganan Covid-19 mencatat ada 22 provinsi yang mengalami penambahan kasus, sementara hanya 12 provinsi yang justru mengalami pengurangan jumlah kasus selama satu pekan terakhir. Dengan lonjakan kasus signifikan ini, pemerintah masih menggunakan PPKM (pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat) mikro sebagai langkah pengendalian Covid-19.

Apakah PPKM mikro cukup? Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyampaikan PPKM level mikro masih menjadi ujung tombak pengendalian pandemi saat ini. Menurutnya, pemerintah ikut mempertimbangkan berbagai hal dalam mengambil kebijakan dalam pengendalian pandemi. Selain aspek kesehatan yang jadi prioritas, Wiku melanjutkan, pemerintah juga mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakat.

"Keberlangsungan sektor kesehatan tidak bisa terpisahkan dengan sektor sosial kemasyarakat lainnya. Layaknya siklus yang saling berhubungan. Lonjakan kasus di beberapa daerah sudah sepatutnya dijadikan pembelajaran bagi daerah itu dan daerah lain untuk evaluasi pengendalian di level komunitas agar kenaikan kasus dapat dicegah menjadi lebih besar," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (15/6).

Merespons lonjakan saat ini, imbuh Wiku, PPKM mikro adalah kebijakan yang dibuat untuk mengendalikan kasus covid di hulu atau akar masalah, secara komunitas. Pemerintah pun lebih fokus untuk mengoptimalisasi posko yang terbentuk di masing-masing wilayah desa/keluarahan.

"Fungsi pencegahan, penanganan, dan pendukung harus dijalankan seimbang agar tujuan posko untuk menurunkan jumlah kasus di daerah dapat tercapai termasuk penerapan micro lockdown di RT zona merah," kata Wiku.

Yang jelas, Wiku menambahkan, pemerintah tetap memberlakukan pembatasan masyarakat namun di level yang terkecil yakni RT. "Jika kasus meluas, maka basis pembatasan akan menyesuaikan dengan area yang terdampak," kata Wiku.

Pemerintah kali ini memperpanjang pelaksanaan PPKM mikro mulai periode 15-28 Juni 2021. PPKM mikro ini menjadi yang kesepuluh dilakukan pemerintah.

Para pakar mendukung pemerintah memperketat kebijakan penanganan pandemi Covid-19 untuk mengatasi lonjakan kasus di beberapa daerah, terutama di DKI Jakarta. Upaya pengetatan namun dinilai perlu kembali ke pola yang lebih luas.

"Harus ada kebijakan PSBB. Kembalikan ke model semula dengan upaya cakupan lebih luas, tidak berdasarkan kelurahan tapi wilayah kabupaten atau regional," kata pakar kesehatan masyarakat, dr Hermawan Saputra.

Menurut dia, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas tracing, testing, dan treatment (telusur, tes, dan tindakan) tiga kali lipat, karena disinyalir terjadi potensi kenaikan kasus hingga tiga kali lipat dari data yang ada. Hermawan mengatakan banyak rumah sakit kelebihan kapasitas akibat kenaikan kasus Covid-19 beberapa pekan terakhir ini sehingga penyediaan ruang rawat atau fasilitas-fasilitas isolasi perlu ditambah.

"Belum lagi adanya kemungkinan banyak data yang tidak terlapor atau tidak terdeteksi, jadi massive transmission di mana-mana," kata dia.

Ia menilai pemerintah perlu segera menyebar dan memperkuat laboratorium-laboratorium uji kultur, terutama untuk mendeteksi varian-varian baru. Contoh, di beberapa daerah wilayah Jakarta tengah terjadi episentrum baru.

Dia berpendapat penyebab kenaikan kasus Covid-19 belakangan ini karena perpaduan beberapa masalah, salah satunya mudik Lebaran 2021. "Dulu waktu orang mudik, dampaknya pasti ada kenaikan kasus. Kemudian, aspek varian barudimungkinkan adanya mutasi genetik yang mempercepat penularan," ujarnya.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, meminta pemerintah pusat mengubah strategi. "Yang terjadi di Jakarta adalah representasi dari yang terjadi di Jawa, bahkan ada yang jauh lebih buruk potensinya," kata Dicky.

Padahal, kata dia, hasil evaluasi WHO bahwa DKI Jakarta merupakan wilayah dengan kapasitas testing yang sudah memenuhi standar global. Menurut dia, saat ini merupakan situasi yang serius sehinggajika hanya beberapa daerah yang melakukan pengetatan kebijakan maka tidak akan menyelesaikan masalah.

Menurut dia, varian virus dari India lebih cepat menular dan berdampak lebih parah. Varian Delta juga menyiasati sistem imunitas. Ia mengatakan orang yang sudah divaksin dan penyintas bisa tetap terkena sehingga harus siap dengan skenario terburuk, yaitu PSBB Jawa-Bali dan daerah besar lain.




Baca Juga

Peningkatan kasus Covid-19 membuat pemerintah juga kembali mengetatkan kegiatan yang berpotensi menimbulkan interaksi antaranggota masyarakat. Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menerbitkan Surat Edaran No SE 13 Tahun 2021 tentang Pembatasan Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah.

"Saya telah menerbitkan surat edaran sebagai panduan upaya pencegahan, pengendalian dan pemutusan mata-rantai penyebaran Covid-19 di rumah ibadah," ujar Menag Yaqut dalam keterangan yang didapat Republika, Rabu (16/6).

Menag menyebut kegiatan keagamaan di daerah zona merah untuk sementara ditiadakan sampai wilayah tersebut dinyatakan aman dari Covid-19. Penetapan perubahan wilayah zona dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing.

"Kegiatan sosial keagamaan dan kemasyarakatan, seperti pengajian umum, pertemuan, pesta pernikahan dan sejenisnya di ruang serbaguna di lingkungan rumah ibadah juga dihentikan sementara di daerah zona merah dan oranye sampai dengan kondisi memungkinkan," lanjutnya.

Menag menandaskan, kegiatan peribadatan di rumah ibadah di daerah yang dinyatakan aman dari penyebaran Covid-19, hanya boleh dilakukan oleh warga lingkungan setempat dengan tetap menerapkan standar protokol kesehatan Covid-19 secara ketat.

Untuk teknis pelaksanaannya, Kementerian Agama sudah mengatur hal tersebut melalui Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE. 1 Tahun  2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 pada Rumah Ibadah.

Kepada jajarannya di tingkat pusat, Menag juga minta untuk melakukan pemantauan pelaksanaan surat edaran ini secara berjenjang. Demikian juga para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Penyuluh Agama, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan, dan pengurus rumah ibadat juga diinstruksikan melakukan pemantauan.

Selain itu pemerintah melarang kegiatan masyarakat di fasilitas umum/tempat wisata/taman yang berada di kabupaten/kota dengan zonasi risiko wilayah oranye dan merah. Pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) yang berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19 Daerah.

Kebijakan tersebut tercantum dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 13 Tahun 2021 mengenai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro.

"Apabila terdapat pelanggaran, dilakukan penegakan hukum dalam bentuk penutupan lokasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian dikutip Inmendagri yang disampaikan Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Safrizal ZA, Selasa (15/6).

Kegiatan masyarakat di fasilitasi umum, tempat wisata, atau taman masih diperbolehkan di daerah selain zona oranye dan merah. Namun tentunya dengan pembatasan dan pengetatan.

Pemerintah meminta kepala daerah mengantisipasi potensi kerumunan selama PPKM, baik yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi, pasar, pusat perbelanjaan (mal), serta kegiatan keagamaan yang dapat melanggar protokol kesehatan Covid-19. Bahkan, apabila diperlukan dilakukan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara kantor juga diminta memberlakukan kebijakan work from home hingga 75 persen. "Untuk Kabupaten/Kota yang berada dalam zona merah pembatasan dilakukan dengan menerapkan WFH sebesar 75 persen dan WFO sebesar 25 persen," dikutip dari salinan Inmendagri Nomor 13 Tahun 2021.

Perkantoran atau tempat kerja yang berada di kabupaten/kota berzona kuning dan oranye, WFH diberlakukan sebesar 50 persen. Pelaksanaan WFH maupun work from office (WFO) atau bekerja di kantor wajib memenuhi tiga syarat, yakni menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat, pengaturan waktu kerja secara bergantian, dan pekerja tidak melakukan mobilisasi ke daerah lain saat WFH.

Infografis PPKM Mikro diperluas ke tiga provinsi - (Republika)




 
Berita Terpopuler