G7 Saingi China, Siapkan Program Infrastruktur Global

China telah meluncurkan program belt and road yang terbentang dari Asia ke Eropa.

AP Photo/Patrick Semansky, Pool
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Negara-negara Kelompok Tujuh (G7) akan mengumumkan rencana infrastruktur global baru pada Sabtu (12/6). Langkah ini sebagai tanggapan terhadap program belt and road intiative  (BRI) milik China.

Pejabat pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, negara itu juga akan mendorong para pemimpin G7 lainnya untuk bertindak nyata terhadap kerja paksa di China. Washington akan memasukkan kritik terhadap Beijing dalam komunike terakhir G7.

"Ini bukan hanya tentang menghadapi atau melawan China. Namun, sampai sekarang kami belum menawarkan alternatif positif yang mencerminkan nilai-nilai kami, standar kami dan cara kami melakukan bisnis," kata pejabat itu.

Pada Maret, Biden mengatakan telah menyarankan kepada Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin G7  bahwa negara-negara demokratis harus mengembangkan skema saingan masing-masing. Pejabat AS mengatakan sampai sekarang, Barat telah gagal menawarkan alternatif positif untuk melawan China.

Padahal program China dinilai kurangnya transparansi, minim standar lingkungan, dan tenaga kerja yang buruk, dan pendekatan paksaan. "Jadi besok kami akan mengumumkan 'membangun kembali dengan lebih baik untuk dunia,' sebuah inisiatif infrastruktur global baru yang ambisius dengan mitra G7 kami yang tidak hanya menjadi alternatif untuk B dan I (Belt and Road)," kata pejabat itu.

Baca Juga

Dalam pembicaraan, Biden juga akan menekan para pemimpin lainnya untuk menjelaskan bahwa mereka percaya praktik kerja paksa merupakan penghinaan terhadap martabat manusia. Dia akan memperlihatkan contoh mengerikan dari persaingan ekonomi tidak adil China untuk menunjukkan bahwa mereka serius dalam membela hak asasi manusia.

"Kami mendorong untuk menjadi spesifik di daerah-daerah seperti Xinjiang di mana kerja paksa terjadi dan di mana kami harus mengekspresikan nilai-nilai kami sebagai G7,” kata pejabat itu tentang komunike terakhir yang akan dikeluarkan pada akhir KTT pada Ahad.

Tidak ada spesifik tentang bagaimana skema infrastruktur global akan didanai. Rencana tersebut akan melibatkan pengumpulan ratusan miliar uang publik dan swasta untuk membantu menutup kesenjangan infrastruktur senilai 40 triliun dolar AS di negara-negara yang membutuhkan pada 2035.

Tujuan dari langkah itu adalah untuk bekerja dengan Kongres agar melengkapi pembiayaan pembangunan yang ada. Upaya ini diharapkan akan sejalan bersama dengan mitra G7, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.

"Kami segera secara kolektif mengkatalisasi ratusan miliar dolar dalam investasi infrastruktur untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah yang membutuhkannya," kata pejabat AS tersebut.

BRI adalah skema infrastruktur multi-triliun dolar yang diluncurkan pada 2013 oleh Presiden Xi Jinping. Program ini melibatkan inisiatif pembangunan dan investasi yang akan membentang dari Asia ke Eropa dan sekitarnya.

Lebih dari 100 negara telah menandatangani perjanjian dengan China untuk bekerja sama dalam proyek-proyek BRI seperti kereta api, pelabuhan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya. Menurut database Refinitiv pada pertengahan tahun lalu, lebih dari 2.600 proyek dengan biaya 3,7 triliun dolar AS terkait dengan inisiatif tersebut. Meskipun Kementerian Luar Negeri China mengatakan Juni lalu bahwa sekitar 20 persen proyek telah terkena dampak serius oleh pandemi Covid-19.

 
Berita Terpopuler