Presiden Jokowi Diminta Hentikan Polemik KPK

Polemik dinilai bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik di KPK.

Tahta Aidilla/ Republika
Penampakan gedung KPK dari seberang Jl Kuningan, Jakarta, Senin (31/5). Tahta Aidilla/ Republika
Rep: Haura Hafizhah Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden selaku Kepala Negara diminta mengambil langkah tegas agar tidak menjadi bias, liar, saling membuka aib yang akhirnya bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik di KPK. Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, M Yusuf Sahide berkata, beredar rumor ada kekuatan di dalam KPK yang cenderung berhadap-hadapan dengan kebijakan pimpinan yang sebenarnya tidak perlu ada.

"Harmonisasi itu penting dari pimpinan hingga ke jajaran terendah di KPK," kata Yusuf di Jakarta, Rabu (9/6).

Ia berkata, sebagai insitusi lembaga negara yang independent seharusnya tidak bertindak layaknya NGO dan kepentingan sekelompok orang. Dengan petimbangan tersebut, Yusuf berkata berdasarkan hasil tes TWK yang dinyatakan 75 orang tidak lolos, silakan angkat kaki dari KPK. "Karena yang perlu diperhatikan terkait penegakan hukum di KPK tidak hanya bertumpu pada orang per orang, tetapi kerja sama tim dalam hal ini by sistem yang dikedepankan. Dan jika ada kebijakan lain selain menghentikan dalam artian menganulir 75 orang tersebut itu justru akan semakin tidak sehat," ucap dia.

Menurut Yusuf, manuver 75 orang yang tidak lolos TWK ini sangat berbahaya sekali dengan membangun opini terhadap insitusi KPK. Jangan sampai, kata dia, publik menilai integritas hanya di miliki oleh ke 75 orang tersebut sedangkan yang 1.271 lainnya tidak memiliki integritas. "Ini harus di hentikan karena berdampak pada sistem penegakan hukum di KPK."

Sebelumnya pendapat berbeda disampaikan Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Ia mengatakan 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK mempunyai hak untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan UU KPK yang baru. 

"Jika pimpinan KPK tidak bisa mengusahakan memilih untuk menonaktifkan ke 75 pegawai KPK maka bisa ditempuh dengan cara upaya administratif dan lobi terhadap pejabat pejabat kepegawaian termasuk juga kepada Presiden sebagai pejabat tertinggi dalam kepegawaian negara," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/6).

Abdul Fickar berkata, pegawai KPK juga bisa menempuh dengan cara peradilan...

Abdul Fickar berkata, pegawai KPK juga bisa menempuh dengan cara peradilan (pengadilan) untuk memerintahkan secara paksa kepada Presiden atau pejabat pemerintah lainnya untuk mengangkat ke 75 pegawai KPK sebagai ASN. Jika secara persuasif tidak mendapat tanggapan maka para pegawai bisa meminta "kekuasaan kehakiman" pengadilan untuk memerintahkannya dengan cara menuntut pengangkatannya melalui pengadilan, baik gugatan PMH di pengadilan negeri maupun gugatan administratif pembatalan putusan penolakan melalui PTUN.

"Ya pembuktian kalau mereka mempunyai hak untuk diangkat menjadi ASN berdasarkan UU KPK baru. Ini hanya administratif saja dan cuma memenuhi berkas tertulis, sehingga tidak akan mengganggu kerja kerja KPK," kata dia menjelaskan.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, menegaskan polemik TWK tidak berpaku pada 75 pegawai tidak memenuhi syarat (TMS). Dia mengatakan, persoalan itu juga menyangkut pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Dia mengatakan, di antara 75 pegawai itu adalah 31 orang berasal dari direktorat penindakan di mana total seluruh sumber daya dalam divisi tersebut berjumlah sekitar 150 penyidik. Artinya, kata dia, sekitar 20 persen tenaga penyidik juga penindakan itu diberhentikan karena TWK.

"Dari sisi kualitas, di antara yang 31 itu, sembilan orang kasatgas yang kualitasnya bukan kaleng-kaleng lagi. Kasatgas yang memegang rekor OTT di KPK, jadi ini bukan sekadar kuantitas tapi kualitas mereka yang sudah tidak diragukan lagi," kata Giri dalam sebuah webinar, Senin (7/6).

Dia menilai Surat Keputusan (SK) terkait hasil assesment TWK juga merupakan hal yang dibuat secara mencurigakan karena dibuat secara tergesa-gesa. Dia mengatakan, TWK dibuat agar pegawai yang berintegrasi pada pemeberantasan korupsi melepaskan tugas dan tanggung jawab mereka.

 
Berita Terpopuler