Kala Saksi Kasus Bansos Diancam Hakim Lantaran Berbohong

Hakim Damis curiga Yogas memberikan keterangan yang tidak jujur dalam perkara bansos.

Antara/Sigid Kurniawan
Agustri Yogasmara.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah

"Ini peringatan kedua kepada saksi agar saksi memberikan keterangan yang benar, bersungguh-sungguh, tidak usah melindungi seseorang dalam perkara ini agar saudara selamat, jika tidak beri keterangan yang tidak benar diancam minimal 3 tahun penjara dan maksimal 12 tahun."

Kalimat itu diutarakan Ketua majelis hakim Muhammad Damis kepada Agustri Yogasmara alias Yogas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6). Damis curiga Yogas memberikan keterangan yang tidak jujur saat menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos sembako Covid-19 Matheus Joko Santoso yang didakwa bersama-sama dengan eks Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap sebesar Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos.

"Saya bisa meminta panitera menurut ketentuan hukum acara bahwa boleh saudara tidak pulang malam ini karena bila dua terdakwa ini mengatakan hal yang berbeda dengan saudara akan jadi urusan, berapa banyak orang di sini yang saudara bohongi," tambah Damis.

Dalam sidang untuk terdakwa Juliari pada Senin (31/5), Adi Wahyono mengatakan, Yogas adalah pemilik jatah 400 ribu paket untuk paket bansos ketujuh hingga ke-12 bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari fraksi PDIP Ihsan Yunus dan adik Ihsan Yunus bernama Muhamad Rakyan Ikram alias Iman Ikram. Namun, Yogas yang dalam pelaksanaan bansos pada periode April-November 2020 masih bekerja sebagai Senior Asisstant Vice President Bank Muamalat Indonesia itu hanya mengakui dirinya sebagai perantara.

"Saat itu saya hanya menawarkan ayam dalam kemasan, tapi ditolak oleh Pak Adi karena tidak ada di pasaran," kata Yogas.

Yogas juga mengaku menawarkan untuk menyediakan biskuit tanpa merek untuk ibu menyusui, alat kesehatan, hingga beras ke Kemensos.

"Sales seharusnya bisa memperkenalkan produk kok ini tidak bisa memperkenalkan merek barangnya. Saudara sales atau broker kalau benar menawarkan beras, beras apa? Kan ada mereknya saat diambil?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK M Nur Azis.

"Beras medium, beras koperasi petani Cianjur," jawab Yogas tanpa menyebut merek beras tersebut.

Yogas juga mengaku sempat menawarkan goodybag dari PT Perca milik Ikram serta susu dari PT Indoguardika. "Kan aneh lagi, ada barang baru lagi tadi sarden, biskuit, beras, alat kesehatan, susu, sebenarnya broker apa sih?" tanya jaksa Azis.

"Palugada Pak," jawab Yogas.

Dalam kesaksiannya kemarin, Yogas juga membantah penerimaan fee sekitar Rp7 miliar dalam pengadaan bansos sembako penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial tahun 2020.

"Tidak terima Rp7 miliar," kata Yogas.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi lalu membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harry van Sidabukke nomor 32 yang menerangkan pemberian Harry ke Yogas yaitu:

  1. Paket tahap 1 memakai Pertani atau Hamonangan Sude 90.119 paket x Rp9.000 menjadi Rp811.791.000

    Baca Juga

    2. Tahap 3 memakai Pertani- Hamonangan Sude 80.117 paket x Rp9.000 menjadi Rp721.053.00

    3. Tahap 5 memakai Pertani- Hamonangan Sude 50.000 paket x Rp9.000 menjadi Rp450 juta

    4. Tahap 6 memakai Pertani- Hamonangan Sude 75 ribu paket x Rp9.000 = Rp675 juta

    5. Tahap 7 memakai Pertani- Hamonangan Sude 100 ribu dan 50 ribu paket x Rp9.000 menjadi Rp900 juta dan Rp450 juta

    6. Tahap 8 memakai Hamonangan Sude 100 ribu paket x Rp9.000 = Rp900 juta dan PT Pertani 60 ribu paket x Rp9.000 = Rp540 juta

    7. Tahap 9 Hamonangan Sude dan Pertani belum memberikan fee

    8. Tahap 10 diberikan untuk Hamonangan Sude 150 ribu paket x Rp9.000 = Rp1,35 miliar. PT Pertani 50 ribu paket x Rp9.000 = Rp450 juta

    9. Tahap 11 belum diberikan fee

    10. Tahap 12 belum diberikan fee

    11. Komunitas tidak diberikan ke Yogas karena tidak diminta.

"Itu tidak benar dan fitnah yang sangat keji gara-gara itu saya dipecat dari pekerjaan dan kehilangan segalanya," ungkap Yogas.

"Tidak ada pembagian keuntungan dengan Harry, saya hanya berharap barang-barang saya dibeli jadi tidak pernah sama sekali terima pemberian dari Harry," kata Yogas, menambahkan.

Arahan Juliari

Pada sidang Senin (31/5) lalu, Mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial (Kemensos) sekaligus Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, Adi Wahyono menyebut mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Peter Batubara, sempat memberikan arahan untuk tidak menyeret namanya saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Hal ini diungkapkan Adi saat bersaksi untuk terdakwa Juliari.

Awalnya, Adi yang juga merupakan terdakwa perkara suap bansos itu menyebut jika Juliari sempat meminta semua pejabat Kemensos yang ikut pergi ke Malang untuk berkumpul di kamar hotel.

"Pagi jam 7 saya dibangungkan, diketok. Saya di Malang satu hotel dengan pak Menteri," kata Adi.

"Untuk apa?" tanya Jaksa KPK M Nur Azis.

"Karena ada berita itu (OTT KPK)," jawab Adi.

Kepada Jaksa, Adi mengungkapkan bahwa saat itu ada beberapa pejabat dikumpulkan oleh Juliari. Mereka yakni, Dirjen Linjamsos Pepen Nazarudin, Adi Karyono, Kukuh Ary Wibowo dan lainnya

Alasan dikumpulkan para pejabat yakni untuk mencari semua informasi yang berkaitan dengan OTT KPK tersebut. Mendengar pernyataan Adi, Jaksa lalu menanyakan ada tidaknya arahan dari Juliari kepada mereka.

"Arahan Menteri itu?" cecar jaksa.

"Ya arahannya, ya semua harus kalau bahasa saya ini sudah kesalahan, kalau saya sangat menyadari ini menyangkut saya, saya menjalankan perintah yang seharusnya tidak saya lakukan. Jadi saya pasti ditahan, saya menyadari," jawab Adi.

Jaksa kemudian membacakan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) dari Adi. Dalam BAP disebutkan adanya arahan dari Juliari untuk tidak menyeret namanya dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos).

"BAP nomor 75 poin 7 pada saat KPK menangkap Matheus Joko, saya, Kukuh, Pepen Nazarudin, Adi Karyono, dan Juliari berkumpul di kamar Juliari di hotel di Malang. Saat itu Juliari meminta saya agar saya tidak membawa nama Juliari di perkara bansos ini dan menyanpaikan kepada saya agar nantinya menyampaikan tidak ada arahan apapun di bansos ini dari Juliari, betul?" ujar Jaksa saat membacakan BAP milik Adi.

"Iya," jawa Adi mengamini.

"Hal ini berlanjut saat bertemu yang bersangkutan saat perpanjangan penahanan. Saat itu saya diminta agar menyampaikan tidak ada perintah dari yang bersangkutan," tanya jaksa lagi.

"Iya pak," kata Adi.

Dalam perkara ini, Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler