DPR Minta Penghapusan PLTU Batu Bara Jangan Sekadar Wacana

Ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan EBT 23 persen

Republika/Putra M. Akbar
Aktivis Walhi menggelar aksi di depan gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/12). Pada aksi tersebut mereka menuntut pemerintah untuk menghentikan pembangunan PLTU Batubara Jawa 9 dan 10 serta beralih ke energi baru terbarukan karena dinilai dapat merusak lingkungan. Republika/Putra M. Akbar
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta, penghapusan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batu bara dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT) bukan sekadar wacana, namun harus diwujudkan.

"Niat tersebut sudah harus tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yang sampai hari ini belum diterbitkan," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/6).

Mulyanto mengatakan Fraksi PKS setuju dengan catatan, pemerintah menghapus secara bertahap rencana pembangunan pembangkit listrik batu bara ini dari RUPTL. Hal ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang menargetkan energi dari sumber EBT sebesar 23 persen dari bauran energi pada 2025.

"Kita setuju itu, namun bukan tanpa catatan," ujarnya.

Menurut Mulyanto, penghapusan pembangkit batu bara dan pencapaian EBT yang semakin tinggi itu haruslah tidak menjadi alasan bagi kenaikan tarif listrik (TDL). Selain itu, ujarnya, penghapusan pembangunan PLTU secara bertahap itu juga jangan sampai membebani PT PLN (Persero) dengan mendorong mekanisme harga EBT yang lebih kompetitif dan sehat.

Mulyanto mengatakan saat ini, PLN menemui kendala dalam upaya mengejar target porsi bauran EBT23 persen. Apalagi, lanjutnya, mayoritas kontrak dengan pengembang swasta (independent power producer/IPP) dan pihak ketiga lainnya menggunakan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan mengedepankan pembangkit EBT. "Kami menargetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021, kurang lebih ada 41 ribu megawatt tambahan pembangkit," kata Rida.

Khusus tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 8.915 MW yang terdiri atas batu bara mulut tambang 4.688 MW, gas 3.467 MW, diesel 22 MW, dan EBT 737 MW dariair, panas bumi, biohibrid, dan matahari.Rida menambahkan dari 41 ribu MW itu, sebanyak34.528 MW telah selesai didiskusikan dengan PLN, sementara 6.439 MW masih dalam tahap diskusi lanjutan. Dalam penyusunan RUPTLsatu dekade ke depan itu, pemerintah masih mengedepankan pembangunan pembangkit fosil ketimbang EBT dengan komposisi 52 persen berbanding 48 persen.

 
Berita Terpopuler