Persi Khawatir Kasus Covid-19 Naik Bersamaan Buat RS Kolaps

Persi menyebut saat ini jumlah kasus Covid-19 masih di angka 4 ribuan

Antara/Rahmad
Petugas medis memakamkan jenazah pasien positif COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Kuta Blang, Lhokseumawe, Aceh, Selasa (18/5/2021). Presiden Joko Widodo mengingatkan Aceh dan 14 provinsi lainnya agar hati-hati terhadap peningkatan kasus COVID-19 pasca Idul fitri 1442 Hijriah. Sementara per 16 Mei 2021 kasus positif COVID-19 Aceh mencapai 12.340 orang, sebanyak 10.331 orang diantaranya sembuh, pasien masih dirawat 1.510 orang dan 499 orang meninggal dunia.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah kasus baru positif Covid-19 di Tanah Air kini menunjukkan penurunan sekitar 4 ribuan per hari. Kendati demikian, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) khawatir kondisinya bisa berubah dan kasus Covid-19 meningkat bersamaan, akibatnya rumah sakit (RS) bisa kewalahan saat menanganinya.

"Kasus per hari memang sekarang 4 ribuan, tetapi kalau naik terus hingga 7 ribu atau 8 ribu dalam waktu bersamaan maka pasti rumah sakit itu kolaps dan tidak bisa membantu dengan maksimal. Itu yang dikhawatirkan," kata Sekretaris Jenderal Persi Lia G Partakusuma saat mengisi konferensi virtual FMB9 bertema 'Terus Kencangkan Protokol Kesehatan', Kamis (20/5).

Meski tren kasus baru saat ini rendah, Persi mengaku khawatir virus ini semakin lama semakin cepat menular dan menyebabkan kematian. Persi mencatat sebanyak 172 pasien per hari tidak dapat ditolong dan jumlah ini naik menjadi 2,77 persen. 

Pihaknya memiliki beberapa asumsi angka kematian yang meningkat. Oleh karena itu, pihaknya berharap jangan sampai kasus meningkat kemudian memburuk.

Sebab, jika ini terjadi tentu menyulitkan rumah sakit untuk melakukan penanganan. Untuk mengantisipasi masalah ini, pihaknya membagi kamar rawat inap pasien di RS menjadi dua. Pertama, ada tempat tidur rawat inap biasa atau isolasi dan kedua ICU.  

"Nah, pasien yang harus dirawat ini harus memakai ruang ICU. Kalau tempat tersebut dibutuhkqn lebih banyak seperti yang sekarang ini ada maka rumah sakit akan kewalahan," katanya.

Sebab pihaknya mencatat pemakaian tempat tidur (BOR) pasien Covid-19 di rumah sakit secara nasional memang di bawah 30 persen. Tetapi kalau dilihat per provinsi, pihaknya melihat sudah ada beberapa provinsi yang menunjukkan peningkatan yang signifikan.

"Ada beberapa provinsi yang BOR nya naik lebih dari 50 persen yaitu Aceh dan Sulawesi Barat (Sulbar). Bahkan, BOR pasien Covid-19 di Aceh bisa naik lebih dari 100 persen," ujarnya.

Ia menambahkan, provinsi yang mengalami BOR 50 hingga 55 persen yaitu Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Riau. Kemudian, ia menyebutkan BOR pasien Covid-19 sebanyak 10 hingga 24 persen di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Jawa Tengah, dan Jambi. 

 

Sementara itu, dia melanjutkan, BOR di provinsi lain seperti Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Yogyakarta masih dibawah 10 persen. Ia menambahkan, dari 100 persen orang yang terinfeksi Covid-19, mayoritas atau 80 persen memang tanpa gejala tetapi 20 persen diantaranya mengalami gejala ringan, sedang, hingga berat. Kemudian 5 persen diantaranya membutuhkan perawatan yang khusus. 

"Artinya semakin banyak jumlah pasien yang positif Covid-19 maka bisa dipastikan jumlah orang yang harus dirawat (di rumah sakit) semestinya juga naik," katanya.

Untuk mengatasi masalah ini, ia mengakui otoritas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan bahwa rumah sakit (RS) harus punya 40 persen tempat tidur rawat inap biasa dan 25 persen tempat tidur untuk ICU pasien Covid-19. Sehingga, rumah sakit harus melakukan konversi tempat tidur. 

Ia menyebutkan kalau BOR di satu RS sebanyak 60 hingga 80 persen maka harus menyediakan 30 persen tempat tidur isolasi dan 15 persen ICU. Kemudian kalau BOR dibawah 60 persen maka harus menyiapkan 20 persen tempat tidur untuk pasien biasa dan 10 persen untuk ICU. Ia menambahkan, Persi telah membagi BOR rumah sakit menjadi kategori merah, kuning, dan hijau. 

Kini, Persi mencatat jumlah rumah sakit di Indonesia sekitar 3.034 dan hampir 1.000 fasilitas kesehatan ini telah memiliki surat keputusan bahwa telah ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan yang menangani Covid-19. Kendati demikian, ia mengakui pembagian dan penyiapan tempat tidur tidaklah mudah karena pasien non-Covid juga mulai berobat. 

"Jadi, kalau tiba-tiba ada penambahan kebutuhan pasien Covid-19 dalam jumlah banyak dan bisa mencapai puncak (peak) maka pasien Covid-19 yang dikorbankan. Mereka terpaksa harus pulang, ini kan tidak adil," katanya.

Persoalan semakin ditambah dengan terbatasnya sumber daya manusia (SDM) kesehatan untuk bertugas di ruang ICU. Sebab, ia mengakui SDM yang bisa bertugas harus memiliku kemampuan khusus. Padahal, kini ia mengakui banyak tenaga kesehatan (nakes) kolaps karena tertular Covid-19 sehingga tidak bisa memveri pelayanan kesehatan pada pasien.

 

"Mudah-mudahan masyarakat jangan sampai euforia, jumlah pasien positif Covid-19 akan berbanding lurus dengan orang yang dirawat di RS. Itu perlu kita pikirkan, memang yang sembuh banyak tapi kalau masuk rumah sakit dalam jumlah banyak SDM nya bagaimana karena SDM untuk ICU berbeda, dokter dan perawatnya harus khusus," katanya. 

 
Berita Terpopuler