Wakaf Bisa Jadi Jalan Keluar Resesi Ekonomi Indonesia?

Wakaf memiliki implikasi besar bagi keimanan, hubungan sosial, dan ekonomi bangsa

Republika/Prayogi
Ilustrasi Wakaf / Wakaf Produktif: Wakaf memberikan dampak besar bagi ekonomi
Rep: Anadolu Red: Elba Damhuri

Oleh : Irfan Syauqi Beik, Ekonom Syariah FEM IPB dan Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI)

REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA -- Situasi resesi ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia masih terus berlanjut hingga triwulan pertama tahun 2021 ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilisnya pada 5 Mei lalu menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2021 tercatat sebesar -0.97 persen.

Kontraksi ekonomi ini menunjukkan bahwa upaya pemulihan ekonomi perlu untuk terus ditingkatkan sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa kembali positif.

Penulis optimis mudah-mudahan di triwulan kedua tahun ini, perekonomian kita bisa kembali bergerak positif.

Momentum Idul Fitri 1442 H diharapkan bisa menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi tersebut.

BPS juga mencatat ada enam sektor yang berkontribusi positif terhadap perekonomian, yaitu infokom (+8,72 persen), pengadaan air (+5,49 persen), jasa kesehatan (+3,64 persen), pertanian (+2,95 persen), pengadaan listrik dan gas (+1,68 persen), dan real estate (+0,94 persen).

Keenam sektor inilah yang mampu menjaga perekonomian untuk tidak terkontraksi lebih dalam.

Adapun sektor-sektor lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif, seperti transportasi dan pergudangan (-13,12 persen) dan akomodasi & makan minum (-7,26 persen).

Dari sisi pengeluaran, PDB Indonesia pada triwulan pertama ini mayoritas bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi (88,91 persen).

Namun demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh negatif (-2,23 persen). Ini menunjukkan bahwa daya beli rumah tangga masih belum sepenuhnya pulih sehingga perlu didorong beragam kebijakan yang bisa meningkatkan daya beli masyarakat.

Sementara itu, angka pengangguran terbuka juga masih tinggi. BPS merilis data bahwa per Februari 2021 tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat dari 4,94 persen pada Februari 2020 menjadi 6,26 persen pada Februari 2021, meskipun jika dibandingkan dengan Agustus 2020, angka TPT ini mengalami penurunan karena pada Agustus 2020 TPT tercatat sebesar 7,07 persen.

Dengan kondisi perekonomian di atas, yang perlu dilakukan Indonesia adalah mengoptimalkan semua potensi domestik yang dimiliki.

Salah satunya adalah potensi wakaf. Kita perlu untuk terus memperjuangkan upaya penguatan wakaf ini, karena wakaf memiliki implikasi yang sangat besar, baik terhadap penguatan keimanan masyarakat, maupun juga terhadap penguatan hubungan sosial dan peningkatan perekonomian.

Pendeknya, wakaf ini adalah ibadah yang bersifat multidimensi, yang memiliki dampak positif yang signifikan jika bisa dikelola dengan baik.

Sumber: https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/opini-wakaf-dan-jalan-keluar-resesi-ekonomi-indonesia/2238433

Berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI) bahwa potensi tanah wakaf di Indonesia mencapai angka Rp2 ribu triliun dan potensi wakaf uang mencapai angka Rp180 triliun.

Dengan potensi yang sangat besar ini, tentu wakaf diharapkan dapat memainkan peran yang lebih besar dan memberi efek multiplier yang signifikan dalam pembangunan nasional.

Apalagi sejarah telah menunjukkan peran wakaf sebagai pilar peradaban umat dan sumber energi pembangunan masyarakat dari masa ke masa.

Model Pengelolaan Wakaf

Untuk mengoptimalkan potensi dan peran wakaf, inovasi pengelolaan wakaf memegang peranan yang sangat strategis.

Dalam konteks ini, Beik (2021) membagi model pengelolaan wakaf kontemporer ke dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan sosial murni dan pendekatan produktif (komersial).

Pendekatan sosial murni berarti pengelolaan aset wakaf murni dilakukan untuk tujuan sosial. Misalnya, mengelola masjid di tanah wakaf, yang difungsikan sebagai tempat ibadah tanpa disertai pengelolaan secara ekonomi.

Contoh lain, membangun lembaga pendidikan nirlaba untuk kaum disabilitas. Pendekatan sosial murni ini sudah berkembang sejak lama di Indonesia.

Selanjutnya, pendekatan produktif atau komersial merupakan pendekatan untuk mengembangkan nilai tambah (value added) ekonomi pada aset wakaf yang ada.

Inilah yang disebut dengan istilah wakaf produktif. Meski demikian, upaya peningkatan value added ekonomi dari aset wakaf ini tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para mauquf alaih atau penerima manfaat wakaf.

Ujungnya adalah memperkuat sisi sosial dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam kondisi resesi ekonomi, peningkatan nilai tambah ekonomi aset wakaf ini dapat menjadi jalan keluar dari tekanan ekonomi yang ada.

Pada praktiknya, pendekatan produktif atau komersial ini diimplementasikan dalam tiga model pengelolaan, yaitu model bisnis murni, model hibrida bisnis dan sosial, dan model hibrida keuangan syariah.

Pada model bisnis murni, pengelolaan aset wakaf murni dilakukan dengan pendekatan bisnis (fully commercial). Misalnya, membangun restoran di atas tanah wakaf, mengembangkan pom bensin dan minimarket yang terintegrasi di atas lahan wakaf, dan lain sebagainya.

Di antara contoh menarik terkait hal ini adalah pembangunan kawasan pertokoan dan apartemen yang terintegrasi dengan Masjid Bencoolen di Singapura, yang bisa memberikan profit kepada pengelola masjid sekitar SGD 4-5 juta atau sekitar Rp 40-50 milyar setiap tahunnya.

Selanjutnya pada model hibrida bisnis dan sosial, pengelolaan aset wakaf dilakukan secara komersial dan produktif, namun dalam proses bisnisnya juga menggunakan pendekatan sosial.

Artinya pada model ini, ada kombinasi antara pendekatan bisnis dengan pendekatan sosial. Sebagai contoh, rumah sakit mata berbasis wakaf, RS Achmad Wardi (RSAW), yang dikelola oleh BWI dan Dompet Dhuafa, telah menerapkan pendekatan ini.

Dalam praktiknya, RSAW ini menerima pasien berbayar (komersial) dari kelompok mampu dan pasien tanpa bayar (gratis) yang berasal dari kelompok duafa. Lebih dari tiga ribu pasien dhuafa yang mendapat layanan operasi mata gratis dari RSAW sejak 2018.

Tahun 2020 RSAW telah mencatatkan profit, yang kemudian disalurkan oleh BWI dan DD kepada para penerima manfaat wakaf.

Yang terakhir, model hibrida keuangan merupakan model yang mengombinasikan antara instrumen keuangan sosial syariah dengan instrumen keuangan komersial syariah. Di Indonesia, produk dengan model ini yang telah dikembangkan adalah produk wakaf polis asuransi jiwa syariah dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Kedua produk ini merupakan kombinasi antara wakaf dengan asuransi syariah dan sukuk negara.

Khusus CWLS, produk ini telah diterbitkan dua kali tahun lalu, yaitu seri SW001 dan seri SWR002. Tahun ini, hingga tulisan ini dibuat, tengah dilakukan masa penawaran CWLS seri SWR002 sampai dengan tanggal 3 Juni 2021.

Penulis meyakini bahwa kedua pendekatan di atas, baik sosial murni maupun produktif (komersial), dapat menjadi jalan untuk memperkuat perekonomian nasional. Implikasi dari kedua pendekatan tersebut diyakini dapat menjadi alternatif solusi atas kondisi resesi yang kita hadapi.

Melalui pendekatan sosial, institusi wakaf diharapkan dapat memberikan akses layanan dasar khususnya kepada kelompok miskin.

Sedangkan melalui pendekatan produktif, institusi wakaf diharapkan dapat memberi stimulus ekonomi untuk tumbuh, memperkuat sektor usaha masyarakat, serta mampu menyerap tenaga kerja yang ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Jika potensi wakaf ini dapat disinergikan dengan program ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah) dan program pengentasan kemiskinan pemerintah, tentu ini akan menjadi kekuatan yang sangat luar biasa. Karena itu, sinergi ini harus terus kita dorong. Wallaahu a’lam

 
Berita Terpopuler