BW: Alasan KPK Limpahkan Kasus Bupati Nganjuk tak Jelas

Eks Komisioner KPK nilai penyerahan kasus Bupati Nganjuk ke Polri tidak tepat.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Bambang Widjojanto
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menilai tidak ada alasan yang jelas bagi KPK menyerahkan perkara Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam kasus dugaan tindak pidana jual beli jabatan ke Bareskrim Polri. Bambang menegaskan penyerahan perkara tersebut tidaklah tepat. 

Baca Juga

"Jika ada pelimpahan perkara, sebaiknya, ada penjelasan, apa alasan dilimpahkan. Apalagi jika OTT dilakukan oleh KPK, " kata BW kepada Republika.co.id, Selasa (10/5). 

Jika tidak ada penjelasan yang jelas, kata BW, maka akan berkembang berbagai sinyalemen bahwa pimpinan KPK sedang bermain mata  dalam penanganan kasus. "Untuk itu Dewas KPK harus memerika kasus yang spt ini untuk lacak adakah pelanggaran  etik dn perilaku disitu," ujar BW.

Lebih lanjut BW menuturkan, salah satu pasal di UU KPK mengaskan, adanya hak publik atas akuntabilitas, apa yang dikerjakan KPK. Karena, akan ada resiko, jika proses awal, seperti OTT dilakukan oleh KPK tapi diserahkan ke pihak lain. 

"Dikhawatirkan pemahaman atas kasus tidak utuh sehingga penanganan bisa tidak optimal," ujarnya. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, suatu kasus bisa diserahkan oleh KPK, jika pelakunya bukan pihak yang jadi kewenangan KPK seusai dengan Pasal 11 UU KPK. Sementara dalam perkara Bupati Nganjuk, menurut BW merupakan ranah kewenangan KPK, lantaran pelaku merupakan penyelenggara negara.  Adapun, bila tetap ada penyerahan perkara, KPK tetap memiliki kewenangan supervisi. 

"Seperti dalam kasus UNJ (OTT) KPK yang juga diserahkan ke Polri dan diberhentikan (perkaranya, red), KPK seharusnya bisa mengontrol proses di Kepolisian dan memeriksa sendiri bila kasus itu tidak dilanjutkan penegak hukum lainnya, " ujar BW. 

Pada Senin (10/5) KPK menyerahkan penyidikan perkara jual beli jabatan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. Diketahui, KPK dan Bareskrim melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Nganjuk, Jawa Timur pada Ahad (9/5). 

Penanganan perkara ini bermula pada akhir Maret 2021, saat KPK menerima laporan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa Timur. Selanjutnya, saat unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri diperoleh Informasi bahwa Bareskrim Mabes Polri juga menerima laporan pengaduan masyarakat yang sama terkait hal tersebut. 

KPK dan Bareskrim pun melakukan koordinasi sebanyak empat kali untuk menghindari tumpang tindih. Setidaknya ada empat poin yang disepakati KPK dan Polri.  Pertama, kedua lembaga akan bekerja sama untuk menindak lanjuti laporan masyarakat dimaksud baik terkait dengan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) maupun kegiatan penyelidikan.

 

Kedua, Bareskrim Mabes Polri dan KPK juga akan melakukan penyelidikan. KPK, akan mendukung penuh informasi dan data kepada tim Bareskrim terkait kasus dimaksud. Pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan bersama oleh Tim Gabungan KPK bersama Bareskrim Mabes Polri dan Penyelesaian penanganan perkara akan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. 

 
Berita Terpopuler