Pria di San Fransisco Menusuk Dua Wanita Asia-Amerika

Pihak berwenang belum mengatakan apakah kedua korban jadi sasaran kejahatan rasisme

pixabay
Penusukan (ilustrasi)
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Seorang pria yang diduga menikam dua wanita tua di halte bus San Francisco didakwa dengan percobaan pembunuhan, Kamis (6/5). Dakwaan ini dijatuhkan menyusul maraknya serangan yang menyasar orang Asia-Amerika di seluruh negeri.

Patrick Thompson (54 tahun) dari San Francisco, juga didakwa dengan penyerangan dengan senjata mematikan dan pelecehan yang dilakukannya pada Selasa (4/5). Kantor jaksa wilayah San Francisco mengatakan, pelaku mendapatkan hukuman tambahan untuk cedera tubuh yang hebat, luka tubuh yang hebat pada orang tua, dan penggunaan pribadi senjata mematikan.

Thompson, yang memiliki riwayat penyakit mental, dapat menghadapi potensi hukuman seumur hidup jika terbukti bersalah. Dia dijadwalkan akan didakwa pada Jumat (6/5). Kantor pembela umum San Francisco yang mewakili Thompson mengatakan mereka akan dapat memberikan komentar setelah dakwaan tersebut.

Seorang saksi mata mengatakan kepada KGO-TV bahwa pria tersebut membawa pisau besar menyerang para wanita yang merupakan lansia. Serangan dilakukan secara tiba-tiba saat mereka sedang menunggu bus di Market Street. “Pisau itu menusuk paru-paru salah satu korban sehingga membutuhkan pembedahan ekstensif,” kata kantor kejaksaan.

Sementara, sebuah pisau harus dikeluarkan dari tubuh korban lain di rumah sakit. Pihak berwenang awalnya mengatakan korban adalah wanita berusia 65 dan 84 tahun dan tidak segera mengidentifikasi mereka. 

Baca Juga

Namun, seorang anggota keluarga mengatakan korban tertua adalah Chui Fong Eng yang berusia 85 tahun. Cucu Chui Fong Eng, Victoria Eng, mengatakan, neneknya ditikam pada lengan kanan dan dadanya. Dia telah sukses menjalani operasi.

“Kami bisa mengunjungi nenek hari ini. Saya sangat emosional ketika berjalan masuk dan melihatnya," ujar Eng dalam unggahan pada Kamis di halaman GoFundMe, yang telah mengumpulkan lebih dari 98 ribu dolar AS untuk menutupi biaya medis.  

“Staf telah memberikan perhatian yang luar biasa padanya dan sangat mendukung keluarga kami. Dia ingin berterima kasih kepada semua orang atas kemurahan hati dan harapan baik mereka," kata Eng menambahkan.

Pihak berwenang belum mengatakan apakah kedua korban menjadi sasaran kejahatan rasialisme. Namun, kantor Kejaksaan Negeri menyebut jaksa penuntut dan polisi sedang berupaya untuk menentukan apakah ada bukti yang mendukung tuduhan kejahatan rasial. Kepala Polisi William Scott awalnya mengatakan serangan itu tampaknya dilakukan secara acak.

Pada Kamis, kantor FBI di San Francisco meluncurkan kampanye publisitas untuk mendorong para korban kejahatan rasial untuk melapor. Upaya itu dilakukan di tengah gelombang serangan terhadap orang Asia-Amerika yang sebagian besar adalah lansia.

Thompson memiliki latar belakang kriminal yang mencakup penyerangan dengan senjata mematikan yang kemungkinan besar menyebabkan cedera tubuh yang parah. Kantor kejaksaan mengatakan Thompson ditangkap pada 2017 dan dikirim ke rumah sakit jiwa negara bagian setelah dinyatakan tidak kompeten untuk diadili.

Pada 2018, Thompson dikirim ke program Pengalihan Kesehatan Mental negara bagian yang menyediakan perawatan dan layanan intensif yang dipantau pengadilan. Seorang hakim mengizinkan dia untuk dibebaskan dari program tersebut setelah hampir dua tahun. 

Dia tidak dituduh melakukan pelanggaran baru. Namun, dia ditangkap atas surat perintah karena tanggal pengadilan yang hilang, termasuk pada April 2020, ketika dia juga ditemukan memiliki pipa narkoba.

"Apa yang terjadi adalah tragedi yang menghancurkan dan kami akan menggunakan kekuatan penuh dari sumber daya kantor kami untuk menuntut kasus ini. Kami juga perlu bekerja keras untuk menghentikan kejahatan berikutnya terjadi dan itu melibatkan pencegahan dan pengobatan," demikian pernyataan kantor Kejaksaan.  

"Thompson membutuhkan pengawasan dan layanan intensif yang dia terima selama Mental Health Diversion dan yang mencegah perilaku kriminal baru. Kita juga harus menerapkan tanggapan yang lebih kuat untuk mengatasi krisis kesehatan mental di jalan-jalan agar komunitas kita tetap aman,” kata pernyataan kejaksaan menambahkan.

Kantor kejaksaan menerangkan selama lebih dari 40 tahun pemerintah telah gagal menginvestasikan sumber daya untuk pengobatan, perumahan yang mendukung, dan layanan lain yang diperlukan bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa dan keluarganya.

 
Berita Terpopuler