Aksi Protes di Kolombia Telan 24 Korban Jiwa

Demonstrasi ini merupakan penolakan rencana reformasi pajak pemerintah.

[ist]
Police Line
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Sekurangnya 24 orang tewas dan ratusan lainnya mengalami luka dalam gelombang protes di Kolombia. Protes yang terjadi selama sepekan hingga Rabu (5/5) waktu setempat ini menunjukkan bentrokan brutal antara pengunjuk rasa dan polisi.

Awalnya demonstrasi berjalan damai. Para pengunjuk rasa menentang kenaikan pajak. Namun aksi protes itu dengan cepat lepas kendali yang dipicu oleh kemarahan yang meluas dengan pemerintah sayap kanan Ivan Duque.

PBB, departemen luar negeri AS, Uni Eropa, Amnesty International dan puluhan organisasi non-pemerintah mengutuk kekerasan tersebut. Aksi protes yang berujung bentrok ini telah menjerumuskan pemerintahan Duque ke dalam krisis terburuk selama hampir tiga tahun kekuasaannya.

Ketua komite urusan luar negeri House AS Gregory Meeks menyatakan keprihatinannya dengan tanggapan brutal polisi terhadap para pengunjuk rasa. Sementara itu, Amnesty mengatakan, ada penahanan sewenang-wenang, tindakan penyiksaan, dan kekerasan seksual hingga laporan orang hilang dalam demonstrasi damai dalam sepekan ini.

Amnesty juga mendapatkan bukti bahwa polisi menggunakan senapan serbu di Kota Cali dan mengarahkan senjata semi-otomatis langsung ke demonstran tak bersenjata di kota Popayán. "Dalam insiden lain, pada 1 Mei di Bogota, sebuah kendaraan lapis baja terlihat menembakkan peluru tajam. Semua persenjataan semacam itu dilarang untuk membubarkan protes di bawah standar internasional," kata Amnesti dikutip laman Financial Times, Kamis (6/5).

PBB mengatakan, pihaknya sangat khawatir dengan perkembangan di kota Cali. Berdasarkan laporan, sekitar setengah kematian berada di kota tersebut. Departemen luar negeri AS juga turut mengomentari aksi demo di Kolombia.

"AS sangat sedih dengan hilangnya nyawa dan mendesak pengekangan sepenuhnya oleh pasukan publik," tulis pernyataan Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.

Kendati demikian, Pemerintah Duque mengeklaim menggunakan kekuatan proporsional untuk memerangi serangan kekerasan oleh pengunjuk rasa yang bersenjatakan senjata dan bom molotov. Pemerintahannya justru menyalahkan kekerasan pada kelompok gerilya sayap kiri yang berada di jantung konflik sipil setengah abad di negara itu.

Demonstrasi dimulai pada Rabu pekan lalu sebagai oposisi terhadap rencana reformasi pajak pemerintah. Para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak mampu menanggung beban kenaikan pajak setelah lebih dari setahun lockdown dan kehilangan bisnis yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Protes lebih besar dari yang diharapkan penyelenggara, mendorong mereka untuk diperpanjang selama beberapa hari lagi. Pada Ahad lalu, Duque menyerah pada tekanan dan mencabut RUU reformasi pajak.

Dia mengatakan pemerintahnya akan segera menyajikan versi alternatif yang akan mengalihkan beban dari individu swasta. Keesokan harinya, menteri keuangannya Alberto Carrasquilla, arsitek reformasi, mengundurkan diri.


 
Berita Terpopuler