Pemimpin Oposisi India Serukan Penerapan Lockdown Nasional

Kasus Covid-19 di India telah melampaui 20 juta.

EPA-EFE/IDREES MOHAMMED
Seorang anggota keluarga, mengenakan Alat Pelindung Diri (APD), melakukan upacara terakhir untuk korban COVID-19 di tempat kremasi di New Delhi, India, Kamis (29/4). Delhi melaporkan 25.986 kasus baru, 368 kematian dalam 24 jam terakhir dan terus berlanjut. berjuang dengan suplai oksigen.
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI  -- Pemimpin oposisi India Rahul Gandhi menyerukan penerapan karantina wilayah (lockdown) berskala nasional. Hal itu disampaikan saat kasus Covid-19 di negara tersebut telah menembus 20 juta.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran Corona saat ini adalah penguncian penuh. Kelambanan Pemerintah India membunuh banyak orang yang tidak bersalah,” kata Gandhi melalui akun Twitter pribadinya, Selasa (4/5).

Hal tersebut disampaikan Gandhi saat India melaporkan 357.229 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian, saat ini total kasus yang telah tercatat di sana menjadi 20,3 juta. Sejauh ini India memiliki 3,45 juta kasus aktif. Sementara korban meninggal bertambah 3.449, membuat total kematian menjadi 222.408 jiwa

Sejumlah pakar medis mengatakan angka kasus sebenarnya di India bisa lima hingga sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada yang dilaporkan. Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi enggan memberlakukan lockdown nasional. Ia khawatir hal itu dapat menggoyang perekonomian.

 Hal itu membuat Modi menuai banyak kritik. Dia dianggap tak cergas untuk menekan gelombang penularan Covid-19 di sana. Sebaliknya, pemerintahannya justru membiarkan jutaan warga menghadiri festival keagamaan dan rapat umum politik tanpa mengacuhkan protokol kesehatan, terutama pemakaian masker.

 "Apa yang terungkap beberapa pekan terakhir adalah bahwa baik (pemerintah) pusat maupun negara bagian sangat tidak siap untuk gelombang kedua," kata Times of India dalam editorialnya pada Selasa.

Sistem kesehatan India mulai tergopoh-gopoh menopang lonjakan kasus baru Covid-19. Stok oksigen medis untuk menangani pasien benar-benar terkuras. Sejumlah negara telah menyalurkan bantuan medis terkait agar India mampu bertahan.

Baca Juga

Memburuknya penularan Covid-19 di India diiringi dengan penurunan drastis dalam kampanye vaksinasi. Hal itu terjadi karena masalah pasokan dan pengiriman. Setidaknya tiga negara bagian di India, termasuk negara bagian terkaya di Maharashtra yang mencakup Mumbai, terus melaporkan kelangkaan vaksin. Mereka menutup beberapa pusat vaksinasi.

Di negara bagian Gujarat, tiga kota terbesar di Ahmedabad, Surat, dan Vadodara membatasi vaksinasi untuk kelompok usia 18-44 tahun. Sementara itu negara bagian timur Odisha, program vaksinasi dihentikan di 11 dari 30 distriknya.

Ramalan publik oleh dua produsen vaksin India saat ini menunjukkan total output bulanan 70-80 juta dosis akan meningkat hanya dalam dua bulan atau lebih. Kendati demikian, jumlah orang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin telah berlipat ganda menjadi sekitar 800 juta sejak 1 Mei. Dari total 1,35 miliar total penduduk, hanya 9.5 persen telah menerima dosis pertama vaksin Covid-19.

India telah mengundang Pfizer, Johnson & Johnson, dan Moderna untuk menjual vaksin mereka ke negara tersebut. Namun belum ada yang mengajukan untuk melakukannya

 
Berita Terpopuler