Agama Bukan Ukuran Integrasi Bagi Muslim di Jerman

Populasi Muslim menjadi lebih beragam dalam konteks imigrasi dari negara Islam.

Muslim Jerman
Rep: Meiliza Laveda Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Pada 2015 lalu, Kanselir Jerman, Angela Merkel mengumumkan Jerman siap menerima sejumlah pengungsi. Tindakan tersebut menyebabkan Jerman menampung sekitar satu juta pengungsi dari negara-negara mayoritas Muslim di Timur Tengah dan Timur Dekat.

Baca Juga

Berselang enam tahun kemudian, sebuah penelitian menunjukkan adanya peningkatan Muslim di Jerman dan populasinya menjadi kurang homogen.

“Populasi Muslim menjadi lebih beragam dalam konteks imigrasi dari negara-negara mayoritas Muslim dalam beberapa tahun terakhir,” kata Kepala Kementerian Migrasi dan Pengungsi Jerman, Hans-Eckhard Sommer pada konferensi pers Rabu (28/4).

Menurut penelitian antara 5,3 dan 5,6 juta Muslim yang berlatar migrasi, ada sekitar 900 ribu lebih banyak dibandingkan tahun 2015. Jumlah itu merupakan 6,4 dan 6,7 persen dari seluruh populasi Jerman. Latar belakang migrasi adalah istilah yang digunakan dalam bahasa Jerman untuk menggambarkan migran generasi pertama dan keturunan migran.

Jumlah terbesar Muslim di Jerman merupakan keturunan Turki yang telah terjadi selama beberapa dekade. Namun, ada juga dari negara-negara lain, seperti Suriah dan Irak. Studi men-survei 4.500 Muslim dengan latar belakang migrasi dan 500 tanpa latar belakang dengan mengekstrapolasi angka dari jajak pendapat ini ke populasi secara keseluruhan.

 

 

Agama mungkin tidak begitu relevan

Sommer mengatakan analisis studi yang dilakukan antara 2019 dan 2020 menunjukkan pengaruh agama pada integrasi kerap kali dilebih-lebihkan. Studi membandingkan populasi Muslim dan Kristen atau tidak beragama yang berlatar belakang migrasi seringkali menunjukkan agama bukan faktor penentu. 

Salah seorang penulis, Kerstin Tanis memberikan satu penjelasan tentang tingkat pendidikan yang lebih rendah. “Pertimbangkan, banyak imigran baru dari Timur Tengah dan Timur Dekat harus menghentikan program pendidikan mereka karena migrasi mereka,” kata Tanis. 

Sebanyak 74,6 persen Muslim dengan latar belakang migrasi tidak memiliki kualifikasi kejuruan atau profesional dibandingkan dengan 71,9 persen Kristen dengan latar belakang migrasi dan rata-rata 72,4 persen di semua agama.

Akan tetapi, di antara Muslim tanpa latar belakang migrasi yang keluarganya telah berada di Jerman setidaknya selama tiga generasi, angkanya turun menjadi 21,8 persen. Ini hampir sama dengan rata-rata untuk semua orang tanpa latar belakang migrasi 21 persen.

“Aspek-aspek seperti lama tinggal, alasan migrasi atau situasi sosial membentuk proses integrasi jauh lebih besar daripada afiliasi agama,” kata laporan itu.

 

 

Kisah sukses integrasi

Dilansir dw.com, Ahad (2/5), beberapa Muslim migran bersama dengan kelompok migran lainnya, mungkin menghadapi tantangan yang tidak dihadapi oleh orang Jerman. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas Muslim menetap dan terintegrasi dengan baik di Jerman.

Hampir semua Muslim yang lahir di Jerman menilai kemampuan bahasa Jerman mereka baik atau sangat baik dan bagi Muslim secara keseluruhan angkanya adalah 79 persen.

Sekitar 65 persen Muslim menyebut mereka sering melakukan kontak dengan orang-orang di lingkaran teman mereka yang tidak memiliki latar belakang migrasi. Studi tersebut tidak berfokus pada masalah diskriminasi tapi menemukan 70 persen Muslimah di Jerman tidak mengenakan jilbab. Salah satu alasannya adalah ketakutan akan konsekuensi negatif dari mengenakan jilbab.

 

Namun, faktor terbesar adalah usia, 62 persen wanita di atas 65 tahun mengatakan mereka mengenakan jilbab dibandingkan 26 persen yang berusia antara 16 dan 25 tahun. Satu masalah utama yang diidentifikasi dalam laporan tersebut adalah peran yang dimainkan oleh asosiasi masjid dan memiliki perwakilan terbatas di Jerman. Menurut Menteri Junior, Markus Kerber, beberapa asosiasi tersebut dikendalikan langsung dari Turki yang harus dihapuskan.

 
Berita Terpopuler