Laporan AS: Diskriminasi Juga Dialami Agama Lain di China 

Amerika Serikat mengeluarkan laporan kebebasan beragama global

AP Photo
Amerika Serikat mengeluarkan laporan kebebasan beragama global. Ilustrasi Uighur
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC – Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat merilis laporan tahunannya pekan ini. 

Baca Juga

Laporan tersebut mengatakan ancaman terhadap kebebasan beragama masih kuat di seluruh dunia dan mengutip 14 negara dengan perhatian khusus atas pelanggaran sistematis, berkelanjutan, dan mengerikan, termasuk Burma (Myanmar) dimana kudeta militer terjadi pada awal tahun, China, Eritrea, India, Iran, Nigeria, Korea Utara, Pakistan, Rusia, Arab Saudi, Suriah, Tajikistan, Turkmenistan, dan Vietnam. 

USCIRF adalah komisi pemerintah yang dibentuk oleh Undang-Undang Kebebasan Beragama Internasional tahun 1998. Lembaga ini bertugas untuk menilai pelanggaran kebebasan beragama secara internasional, dan membuat rekomendasi kebijakan independen kepada Presiden, Sekretaris Negara, dan Kongres. 

Laporan tahunan tahun ini meninjau kembali pelanggaran kebebasan beragama serta kemajuan yang dicapai di berbagai negara selama 2020. Siaran pers dari USCIRF mencatat bahwa selama setahun terakhir, banyak negara menggunakan dalih pandemi Covid-19 untuk memperburuk diskriminasi agama, diantaranya China, Nigeria, dan India sebagai pelanggar terburuk. 

Laporan USCIRF menjelaskan temuan sebuah studi Australia, yang mengidentifikasi 380 fasilitas penahanan aktif di provinsi Xinjiang China pemukiman bagi etnis Muslim Uighur. Laporan menunjukkan bahwa pemerintah China terus menahan warga Uighur dan Muslim Turki lainnya meskipun mengklaim telah membebaskan semua tahanan.  

USCIRF mengutip laporan bahwa pihak berwenang China telah mengirim jutaan Muslim ke kamp-kamp sejak 2017, untuk pelanggaran mulai dari memakai jenggot panjang, menolak alkohol, atau menunjukkan perilaku lain yang mereka anggap sebagai indikasi ekstremisme agama. 

Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat juga mencatat laporan tentang kerja paksa Uighur di penjara, kamp, pabrik, dan taman industri di Xianjing. Selain itu, laporan USCIRF menyatakan pihak berwenang terus melakukan penutupan dan penghancuran besar-besaran situs keagamaan Uighur, termasuk masjid dan tempat suci yang penting bagi identitas agama, etnis, dan budaya komunitas tersebut. 

Laporan penyiksaan, pemerkosaan, sterilisasi, dan kekejaman lainnya datang dari mantan tahanan, laporan USCIRF juga mencatat bahwa para ahli telah menyuarakan keprihatinan bahwa tindakan pemerintah China di provinsi Xinjiang bisa menjadi genosida di bawah hukum internasional.  

Tak hanya Muslim Uighur, terlepas dari kesepakatan Vatikan-China tentang penunjukan Uskup, laporan USCIRF mengatakan otoritas China terus mengganggu, menahan, dan menyiksa para uskup Katolik bawah tanah seperti Cui Tai dan Huang Jintong yang menolak untuk bergabung dengan asosiasi Katolik yang didukung negara. 

Laporan tersebut mengatakan pihak berwenang China juga melecehkan, menahan, menangkap, dan memenjarakan anggota gereja rumah Protestan. Karena  menolak untuk bergabung dengan Kelompok protestan yang disetujui negara. Mereka juga menangkap pendeta gereja Zhao Huaiguo pada bulan April, menuduhnya dengan menghasut subversi kekuasaan negara. 

USCIRF mencatat penangkapan Oktober 2020 terhadap penjual buku Kristen Chen Yu di kota Taizhou, Provinsi Zhejiang. Mereka akhirnya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan mendenda dia sekitar 30 ribu dolae Amerika Serikat untuk operasi bisnis ilegal. 

USCIRF mengatakan pemerintah China juga terus menghancurkan gedung-gedung gereja Kristen dan salib yang disebut kampanye sinisasi agama, dan menyebutkan ada laporan dari otoritas China yang menghancurkan kuil Buddha Mahayana, Taois, dan agama rakyat di seluruh negeri.  

Komisi tersebut merekomendasikan agar Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menunjuk China dan tiga belas negara lainnya sebagai negara dengan perhatian khususterkait dengan kebebasan beragama. USCIRF juga merekomendasikan bahwa sembilan negara lain, termasuk Afghanistan, Kuba, Mesir dan Turki, harus dimasukkan ke dalam Daftar Pantauan Khusus Departemen Luar Negeri. 

Laporan tersebut mencatat langkah-langkah positif menuju kebebasan beragama pada tahun 2020 oleh Sudan, Republik Afrika Tengah, dan Bahrain, sambil mengamati bahwa di negara-negara lain kondisi kebebasan beragama semakin memburuk. 

USCIRF menyoroti sejumlah perkembangan positif terkait advokasi internasional untuk kebebasan beragama, memberikan contoh Hari Internasional PBB Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Keyakinan, yang diamati pada tahun 2020 untuk kedua kalinya.  

Komisi tersebut mendesak pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk tetap mengutamakan kebebasan beragama, sejalan dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Secara khusus, mereka meminta pemerintah untuk terus melaksanakan perintah eksekutif tahun lalu Memajukan Kebebasan Beragama Internasional, yang menyerukan bantuan asing untuk mempromosikan kebebasan beragama, dan mengintegrasikan masalah kebebasan beragama ke dalam diplomasi Amerika Serikat. 

Laporan USCIRF bukan satu-satunya survei global besar yang diterbitkan minggu ini. Aid to the Church in Need merilis Laporan Kebebasan Beragama di Dunia 2021 pekan ini juga. Laporan ACN juga mengutip China, dan mencatat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam militansi Islam di seluruh dunia. Seperti USCIRF, ACN memasukkan China, Nigeria, dan India dalam daftar pelanggar terburuknya, bersama dengan Bangladesh dan Pakistan.

 

 

Sumber: catholicherald

 
Berita Terpopuler