Pengalaman Lima Kali Menonton Bioskop Kala Pandemi

Perilaku menonton kembali seperti sebelum pandemi meski diterapkan prokes maksimal

Antara/FB Anggoro
Sejumlah penonton duduk menjaga jarak di dalam studio pada hari pertama pembukaan kembali bioskop Cinepolis Cinemas, di Mal Living World, Kota Pekanbaru, Riau. Perilaku menonton kembali seperti sebelum pandemi meski diterapkan prokes maksimal
Rep: Shelbi Asrianti Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, Shelbi Asrianti/Wartawan Republika

Ada kekhawatiran yang tebersit ketika akan menonton film di bioskop selama masa pandemi. Bayangan duduk sekitar dua jam di ruangan tertutup berpendingin bersama banyak orang, cukup membuat jeri mengenai kemungkinan penularan virus.

Jadi, sambil sedikit waswas saya berangkat juga ke bioskop XXI di mal St Moritz XXI di Lippo Mall Puri, Jakarta Barat. Kala itu 15 Desember 2020, saya diundang hadir ke acara pemutaran film terbatas Wonder Woman 1984 sebelum sinema dirilis.

Memasuki area bioskop, suasana sangat lengang. Jauh berbeda dengan masa normal di mana antrean mengular, aroma pop corn tercium kental di udara, pengunjung duduk-duduk di kursi tunggu sebelum suara merdu Maria Oentoe menginformasikan pintu teater telah dibuka.

Saat itu, penanda-penanda khas tersebut tak ada. Barangkali karena belum banyak yang berani ke bioskop, meski XXI sudah membuka kembali sebagian bioskopnya di Jakarta sejak November 2020. Penerapan protokol telah terlihat jelas sejak pintu masuk area XXI.

Petugas yang mengenakan masker, pelindung wajah, dan sarung tangan mengecek suhu tubuh. Ada tanda floor marking di mana-mana untuk mengingatkan menjaga jarak. Memasuki studio, kelengangan masih ada, alih-alih riuh seperti biasanya.

Dengan cara hitung cepat saya mendapati studio tersebut berkapasitas 170 orang, tetapi kursi yang terisi hanya sekitar 30. Penonton lainnya, baik media maupun undangan, sepertinya juga waswas sehingga tak banyak yang mengobrol riang.

Saya duduk nyaman di kursi deretan atas. Saya letakkan jaket dan tas di bangku kiri-kanan yang kosong, mengingat di satu barisan ini hanya ada tiga orang lain, duduk berjauhan. Pada masa normal, saya harus menjejalkan barang bawaan di kursi atau bawah kaki. 

Baca juga : Transaksi Tunai dan ATM Perlahan akan Ditinggalkan Konsumen

Di depan, pengundang mewanti-wanti agar kami sama sekali tidak membuka masker. Jika ingin membuka masker untuk kepentingan apa pun, diminta keluar studio terlebih dahulu. Tidak ada satu pun penonton yang terlihat ingin melanggar aturan itu.

Akan tetapi, berbeda orang, beda pula etikanya. Saat berkesempatan ke bioskop lagi sebanyak empat kali sejak Januari hingga April 2021, beragam kondisi juga saya jumpai. Penonton sepertinya merasa jauh lebih nyaman, dan menipis pula sikap toleransinya.

Saat menonton film animasi Demon Slayer di Epicentrum XXI, Jakarta Selatan, pada 4 Januari 2021, area luar bioskop sudah tampak seperti masa-masa normal. Para cosplayer berjubel memamerkan kostum, banyak orang di kursi tunggu, tetap duduk berjarak.

Di dalam studio, ada saja penonton yang telat masuk, atau keluar masuk studio untuk ke toilet. Saya yang kali ini mendapat kursi di pojok mendekati bagian bawah studio harus memusatkan fokus ke layar besar agar tidak terhalang orang yang kadang lalu-lalang.

Begitu pun sewaktu akan menonton Stand by Me Doraemon 2 di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Februari 2021. Tidak sedikit penonton yang membuka ponselnya, meski tidak bicara melalui telepon, tapi semburat cahayanya cukup mengganggu.

 

Saat ini, sejumlah bioskop di beberapa kota masih memberlakukan larangan makan dan minum dalam studio. Akan tetapi, ada juga bioskop yang sudah memperbolehkan, asalkan menutup masker kembali saat sedang tidak makan dan minum.

Ini menguntungkan saya karena udara dingin studio sering membuat saya lapar. Begitu pula penonton lain saat pemutaran film Violet Evergarden pada 28 Februari 2021 di XXI Kota Kasablanka, yang terlihat banyak membawa-bawa popcorn dan soda.

Pengalaman lain ketika menyimak Mortal Kombat di IMAX Gandaria City, 12 April silam, fokus saya pada layar buyar sejenak akibat entakan di bagian belakang kursi. Saya berbalik dan memelototi siapa pun itu yang agaknya menyelonjorkan kaki seenaknya di bangku saya.

Bioskop memang lebih lengang jika dibandingkan sebelum pandemi, tapi soal etika tetap kembali ke masing-masing penonton. Terlepas dari berbagai protokol dan aturan yang sudah diterapkan pengelola bioskop, ingatlah ada pengunjung lain yang ingin menikmati tayangan dengan optimal.

Perbedaan menonton di kala pandemi juga dirasakan salah satu warga Bogor, Isnurul Naeni. Setelah sekian lama, dia memberanikan diri ke bioskop bersama suami dan putri bungsunya yang masih berusia sembilan tahun. Mereka bertandang ke bioskop XXI di mal Botani Square, Kota Bogor.

Isna, panggilannya, memilih film animasi Raya and the Last Dragon agar putrinya bisa menikmati sinema. Kedatangannya ke bioskop itu pada 5 April 2021, sementara film terakhir yang dia tonton di bioskop adalah Gundala sekitar September 2019.

Semula dia terkejut ketika pertama kali masuk XXI dan diminta memindai kode QR. Sebelum pandemi, bioskop tidak menerapkan aturan tersebut. Keterkejutan lain yang dirasakan Isna adalah ketika petugas meminta dia menyobek sendiri tiket bioskop.

Disampaikan Isna, suaminya sempat kebingungan dengan instruksi untuk menyobek sendiri tiket bioskop. Setelah beberapa kali bertanya, barulah dia paham harus meletakkan bagian kecil yang disobek ke dalam keranjang yang dibawa petugas.

 

Keluarga Isna yang biasa duduk bersebelahan dalam bioskop, harus puas dengan jarak satu kursi yang membuat duduk agak berjauhan. "Di dalam yang menonton total hanya 12 orang. Sound-nya jadi terdengar tambah kencang," kata Isna.

 
Berita Terpopuler