Pengamat: Tahun Ini PGN Harus Evaluasi Kebijakan dan Efisien

Perlu ada evaluasi secara menyeluruh terkait kebijakan harga gas

PGN
Kondisi keuangan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) pada 2020 tercatat merugi 264,7 juta dolar AS. (ilustrasi)
Rep: Intan Pratiwi Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi keuangan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) pada 2020 tercatat merugi 264,7 juta dolar AS. Kondisi ini merupakan kondisi terpuruk bagi PGN. Untuk bisa memperbaiki keuangan di tahun ini PGN perlu melakukan upaya-upaya startegis.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menjelaskan, ada banyak faktor yang membuat PGN harus menelan pil pahit pada 2020 kemarin. Untuk bisa memperbaiki kondisi keuangan di tahun ini, menurut Mamit PGN harus bisa mengencangkan ikat pinggang dan juga mengevaluasi kebijakan yang dirasa memberatkan.

"Terkait dengan strategi ke depan dimana PGN harus bisa rebound di tahun ini adalah salah satunya melakukan evaluasi terhadap kebijakan harga gas dan juga soal pembangunan jargas. PGN juga tentu saja harus melakukan efisiensi yang cukup ketat di tahun ini," ujar Mamit kepada Republika, Ahad (11/4).

Mamit menjelaskan evaluasi terkait kebijakan harga gas ini, perlu ada evaluasi secara menyeluruh. Karena ternyata jika dilihat dari laporan keuangan ada banyak perusahaan yang mendapatkan harga gas khusus tidak bisa menyerap alokasi gas secara maksimal. Sehingga hal ini menggerus pendapatan PGN dari sisi industri dan komersial.

"Untuk usaha yang tidak maksimal dalam menyerap gas yang ditetapkan lebih baik di cabut dan di ganti dengan perusahaan lain atau kembali dengan harga normal. PGN harus berdiskusi dengan Kementerian BuMN, Kementerian ESDM dan Kemeterian Perindustrian terkait hal ini," ujar Mamit.

Ia juga menjelaskan terkait pembangunan Jargas misalnya, memang dari sisi pendapatan jargas rumah tangga mengalami kenaikan konsumsi sehingga cukup bisa mencatatkan kenaikan pendapatan dari sisi ini. Hanya saja, pembangunan jargas ini juga bukan tanpa beban bagi PGN.

"Selain itu, kegiatan pembangunan jargas juga sementara jika terlalu memberatkan bisa berdiskusi dengan pemerintah. Pembangunan jargas dilakukan hanya dengan dana APBN saja. Untuk yang menggunakan dana perusahaan sementara di tunda terlebih dahulu," ujar Mamit.

Baca Juga

Mamit menilai PGN harus bisa melakukan prioritas program. Jika memang ada program dari pemerintah yang menyerap banyak ekuitas PGN, mestinya PGN bisa menghold proyek tersebut dengan berkonsultasi dengan pemerintah.

"Selain itu juga, PGN untuk sementara melakuan fokus terhadap projek yang dilakukan. Untuk project yang memakan dana besar dan belum terlalu penting perlu di stop atau di tunda terlebih dahulu," ujar Mamit.

Salah satu faktor yang menggerus keuangan PGN juga persoalan sengketa pajak. Mamit menilai, PGN perlu melakukan kordinasi dengan pemerintah terkait hal tersebut. "Selain itu, terkait dengan persoalan pajak saya kira PGN bisa terus berdiskusi dan melakukan banding jika memang menemukan bukti baru sehingga tidak memberatkan keuangan mereka," tambah Mamit.

Dua langkah strategis ini, kata Mamit perlu dilakukan PGN pada tahun ini. Ia menilai, kedepan kondisi ekonomi Global masih belum bisa diprediksi. Hal ini menjadi tantangan bagi PGN kedepan.

"Tantangan kedepan pastinya kondisi pandemik covid yang belum selesai. Jelas masih banyak industri yang belum banyak menggunakan gas karena memang produksi mereka masih menurun. Selain itu, melemahnya mata uang rupiah bisa menjadi tantangan bagi mereka juga. Pasar jg belum kembali tumbuh secara normal," ujar Mamit.

 
Berita Terpopuler