Wapres Jelaskan Soal Larangan Mudik Lebih Awal

Wapres Ma'ruf Amin menjelaskan alasan larangan mudik diumumkan sebelum Ramadhan.

dok. KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin.
Rep: Fauziah Mursid Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengungkap alasan Pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik tahun ini lebih awal sebelum bulan Ramadhan. Wapres menyebut, Pemerintah tidak ingin pengumuman larangan mudik terlambat seperti lebaran tahun lalu, yang membuat sejumlah masyarakat tetap mudik.

"Pengalaman tahun yang lalu, walaupun sudah dilarang tapi karena terlambat larangannya, maka yang mudik itu besar," kata Ma'ruf dalam keterangannya saat melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah, Selasa (30/3).

Ma'ruf menjelaskan, karena itu dampaknya terasa pascalibur lebaran yakni peningkatkan kasus Covid-19 hampir 90 persen. Karena itu, Pemerintah menilai perlunya kebijakan larangan mudik sejak jauh-jauh hari untuk mencegah masyarakat mudik lebaran tahun ini.

Sebab, jika tidak, kasus Covid-9 yang saat ini sudah bisa dikendalikan bisa meningkat jika mudik lebaran dibolehkan.

"Kita sekarang ini tidak boleh terlalu euforia, (kasus Covid-19) ini sudah turun, kalau tidak bisa naik seperti di negara-negara lain, dan khusus untuk lebaran ini potensinya sangat besar sekali, melihat tahun lalu, jadi itu dilarang. Tahun lalu itu telat. karena itu kita sekarang lebih awal," ujar Ma'ruf

Selain itu, meski kebijakan larangan mudik diberlakukan mulai 6-17 Mei, namun Pemerintah mengantisipasi masyarakat yang nekad mudik di luar waktu tersebut.

"Kita mempersiapkan sebelum itu, sekarang sedang disusun apa nanti hal-hal yang kalau terjadi kebocoran-kebocoran mereka yang mendahului sebelum tanggal itu sudah disiapkan penangkalan-penanganannya," kata Ma'ruf.

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengamini pernyataan Wapres soal larangan mudik lebaran tahun ini. Menurutnya, pengalaman selama pandemi Covid-19, adanya mobilitas masyarakat selama liburan meningkatkan kasus Covid-19 di Tanah Air.

"Pengalaman kita setahun terakhir setiap liburan panjang pasti diikuti kasus harian meningkat, kasus aktif tinggi, keterisian RS yang juga semakin tinggi, termasuk angka kematian atau gugurnya  para dokter dan tenaga kesehatan," kata Doni.

Doni menjelaskan, pengalaman inilah kemudian dibahas di rapat tingkat menteri, lalu akhirnya diputus oleh Presiden Joko Widodo. Sebab, data yang dikumpulkan Kementerian Perhubungan, jika kebijakan larangan mudik tidak dikeluarkan, akan ada 33 persen masyarakat yang akan mudik.

Namun, dengan adanya kebijakan larangan mudik sekalipun, diperkirakan masih ada 11 persen masyarakat yang tetap nekad mudik.

"Karena itu, tugas kita bersama termasuk teman teman media untuk mengingatkan bahaya mudik. kita sudah lihat, (larangan bepergian) dua kali libur panjang terakhir ini yaitu libur Imlek dan juga Isra miraj tidak terjadi kenaikan kasus-kasus tinggi," ungkapnya.

Bahkan kata Doni, saat ini terjadi penurunan kasus aktif termasuk juga tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit semakin berkurang. Karena itulah, Pemerintah memutuskan agar mudik lebaran tahun ini dilarang sejak awal.

"Ini patut kita syukuri, tapi kita tidak boleh euforia seperti yang dikatakan Pak Wapres tadi dan selalu diingatkan presiden tidak boleh lengah jangan kan satu hari, satu jam , satu menit pun kita tak boleh lengah untuk menaati protokol kesehatan," ungkapnya.

 
Berita Terpopuler