Ahli ITB: AstraZaneca tak Gunakan Tripsin Babi, tapi Jamur

AstraZeneca menggunakan tripsin dari jamur dan dibuat khusus untuk vaksin Covid-19.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas menunjukkan vaksin Covid-19 AstraZeneca di Gedung Instalasi Farmasi Dinkes Kota Bandung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Jumat (26/3). Dinas Kesehatan Kota Bandung menerima 750 vial vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang diperuntukkan bagi anggota TNI dan Polri di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Muhyiddin, Meiliza Laveda, Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri

Ahli virus atau virologis dan Dosen Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. rer. nat. apt. Aluicia Anita Artarini mengatakan, vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca tidak mengandung tripsin (enzim) hewani, melainkan tripsin enzim yang menyerupai jamur. Belum lama ini vaksin AstraZeneca ramai diperbincangkan lantaran disebut mengandung tripsin babi.

Namun,  hal tersebut tidaklah benar dan dibantah oleh Anita. "AstraZeneca tidak menggunakan tripsin hewan pada proses produksinya dan di akhir, tripsin itu tidak ada," kata Anita dalam bincang-bincang virtual pada Senin (29/3).

Anita mengatakan, AstraZeneca menggunakan tripsin enzim yang berasal dari jamur dan dibuat khusus untuk vaksin Covid-19. Hal ini tertuang dalam dokumen AstraZeneca dan tim Oxford yang melakukan uji klinis.

Tripsin tersebut juga tidak dimasukkan ke dalam formula vaksin, melainkan hanya digunakan sebagai pemotong sel mamalia yang dibeli AstraZeneca dari supplier Bank Sel. "Itu enzim yang mirip dengan aktivitas tripsin dan dari jamur yang dibuat dengan cara rekombinan," ujar Anita.

AstraZeneca dan Oxford membeli sel HEK 923 dari pemasok bernama Thermo Fisher sebagai salah satu bahan pembuatan vaksin. Sifat sel mamalia sendiri menempel pada wadahnya, sehingga akan menyulitkan proses pertumbuhan jumlah sel untuk menjadi lebih banyak dan peneliti membutuhkan protein enzim tripsin untuk memotong agar sel tidak menempel pada wadah.

"Tripsin ini kalau kelamaan bersama-sama dengan selnya malah mati. Jadi kayak pisau bermata dua, itu dibutuhkan untuk memotong saja pada wadahnya, kalau sudah lepas ya sudah," kata Anita.

 

 

Anita mengatakan, hingga saat ini hanya sel HEK 923 yang dapat digunakan untuk memperbanyak adenovirus. "Mungkin kalau teknologi sudah bisa berkembang, ada sel lain yang bisa dipakai. Itu satu, dan kalau virus dari sel mamalia berarti harus pakai sel mamalia, ini bukan untuk virus Covid saja tapi virus apa pun," ujar Anita.

"Nah bisa enggak kalau kandungannya diganti? Kalau kandungannya diganti, analisanya beda lagi. Proses manufaktur dan isinya diubah, ada risiko keamanan makanya akan ada uji klinis. Saya rasa yang diterima di negara maupun isinya sama," imbuh Anita.

Pendapat ahli ITB di atas sejalan dengan pernyataan pihak AstraZeneca pada Ahad (21/3), yang menegaskan, bahwa vaksin produksi mereka tidak mengandung bahan babi. Direktur AstraZaneca Indonesia, Rizman Abudaeri menyatakan dalam sebuah pernyataan resmi, "Dalam semua tahapan proses produksi, vektor vaksin virus tidak menggunakan atau tidak melakukan kontak dengan produk mengandung babi atau binatang lain."

Pernyataan resmi AstraZaneca sekaligus membahtah fatwa haram yang telah dikeluarkan MUI pusat. MUI memfatwa bahwa AstraZaneca haram namun boleh (mubah) digunakan dengan alasan kedaruratan.

 

Lima Hal yang Membuat Vaksin AstraZeneca Mubah Digunakan - (mui.or.id)

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menjelaskan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan vaksin Covid-19 AstraZeneca karena dalam produksinya mengandung unsur babi. Dia menjelaskan, MUI menyatakan haram karena memang vaksin astraZeneca itu pembuatan inang virusnya menggunakan tripsin dari pankreas babi. Menurut dia, dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan audit lapangan.

Baca Juga

"Sehingga memutuskan itu vaksin astraZeneca hukumnya haram. Tapi dalam kondisi terbatasnya vaksin Sinovac hanya dapat memenuhi 28,6 persen dari kebutuhan dosis Indonesia, maka astraZeneca boleh untuk memenuhi kekurangannya selama belum ada vaksin yanh halal," kata Kiai Cholil.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan hasil kajian yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) terhadap proses pembuatan vaksin Covid-19 Oxford-Astrazeneca. Pendaftaran vaksin Astrazeneca melalui sistem CEROL dengan nomor registrasi 76579 tercatat pada 19 Februari oleh PT Bio Farma (Persero) yang ditunjuk sebagai distributor untuk pengadaan vaksin Astrazeneca.

Lalu, pada 24 Februari, LPPOM MUI melakukan audit di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengkaji bahan dan proses pembuatan vaksin tersebut melalui dokumen dossier yang dikirimkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO). Dari dokumen itu, proses dilanjutkan dengan kajian publikasi ilmiah Astra Zeneca dan penelusuran media yang digunakan pada publikasi itu melalui situs.

Kajian publikasi ilmiah Astrazeneca dapat diakses melalui situs dengan judul Assessment report Covid-19 Vaccine Astrazeneca Common name: Covid-19 Vaccine (ChAdOx1-S [recombinant]_ Procedure No. EME AIHIC/005675/000 29 January 2021 EMA/94907/2021, Committee for Medicinal Products for Human Use (CHMP).

Hasil kajian menjelaskan produksi vaksin terdiri dari beberapa tahap. Yakni, penyiapan sel inang HEK 293, pengembangan inokulum bibit vaksin rekombinan, penyiapan media produksi vaksin, produksi vaksin menggunakan inokulum bibit vaksin pada sel inang HEK 293 pada media steril, proses pemisahan, serta pemurnian produk bulk vaksin, formulasi vaksin dengan penambahan eksipien, filtrasi secara aseptis serta pengisian ke dalam ampul.

“Dari hasil kajian ditemukan vaksin AstraZeneca menggunakan bahan asal babi dalam dua tahap. Pertama, pada tahap penyiapan inang virus. Bahan babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya,” kata Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (21/3).

Sementara itu, bahan babi juga ditemukan pada penyiapan bibit vaksin rekombinaan (research virus seed) sampai siap digunakan untuk produksi (tahap master seed dan working seed). Dalam tahap ini, ada tripsin dari babi sebagai salah satu komponen pada media yang digunakan untuk menumbuhkan E.coli dengan tujuan meregenerasi transfeksi plasmid p5713 p-DEST ChAdOx1 nCov-19.

Lebih lanjut, Muti mengatakan hasil kajian itu tercantum dalam dossier yang dikaji pada Materials of Animal Origin Used in non-GMP Host Cell Line Culture and Banking yang tertera keterangan trypsin purified from porcine pancreas. Selain itu, pada Materials of Animal Origin Used in Pre-GMP Virus Seed Development dengan keterangan LB Broth containing bovine peptone and porcine enxyme.

“Berdasarkan penelusuran informasi atas data publikasi ilmiah menunjukkan informasi yang sama,” ujar dia.

Kontroversi Vaksin AstraZeneca - (republika)

Berbeda dengan MUI Pusat, MUI Jawa Timur (Jatim) akan menerbitkan fatwa kehalalan dan keamanan penggunaan vaksin AstraZeneca. Kabar itu disampaikan Ketua Umum MUI Jawa Timur Hasan Mutawakkil Alallah usai mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau vaksinasi massal di Sidoarjo, Senin (22/3) pekan lalu.

"Insya Allah MUI sesuai dengan hasil audit LPPOM dan juga hasil musyawarah komisi fatwa hari ini akan memberikan fatwa kehalalan penggunaan AstraSeneca dan keamanan penggunaannya," kata Hasan di Sidoarjo, Senin (22/3).

Berbicara terpusah, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zainy mengatakan, kehalalan vaksin AstraZeneca tidak perlu diperdebatkan lagi. Menurut dia, pada prinsipnya, penggunaan vaksin astraZeneca bukan saja diperbolehkan tapi bisa masuk kategori wajib jika dalam kondisi darurat.

Dia mengatkaan, hal itu tentu berdasarkan kajian ilmiah dari para ulama. Menurut dia, Lembaga Bathsul Masail PWNU Jatim juga telah melakukan kajian yang menyatakan bahwa vaksin astraZeneca suci dan halal. Bahkan, bukan hanya melakukan kajian, para ulama NU di Jatim sudah melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin AstraZeneca.

“Tidak ada yang perlu diperdebatkan lebih jauh tentang status kesucian dan kehalalan vaksin AstraZeneca. Mari kita sinergikan kekuatan dan energi untuk bersama-sama berupaya memutus mata rantai pandemi,” ujar Helmy dalam keterangna tertulis yang diterima Republika, Rabu (24/3).

In Picture: Vaksin Covid-19 Buatan AstraZeneca bagi Santri di Lirboyo

Santri memperlihatkan kartu vaksinasi usai mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Seluruh santri Pondok Pesantren Lirboyo ditargetkan mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca sebelum bulan ramadan sebagai upaya menanggulangi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren. - (Prasetia Fauzani/ANTARA )

 

 

Pada Ahad (28/3), Presiden Jokowi meminta masyarakat agar tak ragu melaksanakan vaksinasi Covid-19 jika sudah mendapatkan jadwal penyuntikan. Vaksin-vaksin yang sudah didatangkan ke Indonesia yakni vaksin Sinovac dan AstraZeneca telah dinyatakan aman dan halal.

"Masyarakat tidak perlu ragu untuk divaksinasi saat gilirannya tiba. Vaksin-vaksin ini aman dan halal," kata Jokowi melalui media sosial Instagram-nya, Ahad (28/3).

Jokowi mengatakan, pelaksanaan vaksinasi massal ini merupakan bagian dari harapan dan ikhtiar untuk kembali hidup normal seperti sebelumnya.

"Jangan ragu. Kita berpacu dengan waktu," tambahnya.

Pemerintah saat ini telah mendatangkan 53,5 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac dan AstraZeneca. Pengiriman vaksin-vaksin tersebut juga masih terus berjalan.

Sebagian dari vaksin yang telah datang pun telah digunakan untuk program vaksinasi massal sejak 13 Januari lalu yang diprioritaskan untuk tenaga kerja dan pekerja publik. Sejak itu, kata dia, terjadi penurunan penambahan kasus positif.

"Angka tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19, tingkat okupansi perawatan Covid-19 di rumah-rumah sakit, serta kasus aktif Covid-19 di semua daerah di Indonesia kini semakin menurun," jelasnya.

 
Berita Terpopuler