Massa Pro-Demokrasi Myanmar akan Lanjutkan Aksi Protes

Sebelumnya, massa pro-demokrasi telah melakukan aksi mogok nasional

AP
Pengunjuk rasa anti-kudeta memegang balon merah yang ditempeli selebaran dengan berbagai pesan sebelum dilepaskan ke langit saat pertemuan Rabu, 24 Maret 2021 di Yangon, Myanmar.
Rep: Rizky Jaramaya/Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aktivis pro-demokrasi Myanmar akan melanjutkan demonstrasi pada Kamis (25/3). Demonstrasi dilanjutkan sehari setelah aksi mogok massal nasional yang membuat sebagian besar bisnis tutup, dan orang-orang tetap tinggal di rumah sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan militer.

Baca Juga

Aksi mogok massal yang dilakukan secara diam-diam Rabu (24/4), membuat area pusat komersial yang biasanya ramai seperti Yangon dan Monywa tampak sepi. Skala protes jalanan telah menurun dalam beberapa hari terakhir, dan para aktivis menyerukan demonstrasi besar lanjutan pada Kamis (25/3).

"Badai terkuat datang setelah keheningan," kata pemimpin protes Ei Thinzar Maung.

Aksi menyalakan lilin terjadi di seluruh Myanmar semalam. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan, beberapa aksi protes skala kecil sudah dimulai pada Kamis pagi.

Di Thanlyin di pinggiran Yangon pengunjuk rasa mengangkat plakat bertuliskan: "Kami tidak menerima kudeta militer". Sementara staf medis yang mengenakan jas putih mengadakan pawai fajar di kota kedua Mandalay.

Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), 286 orang telah tewas saat pasukan keamanan menggunakan kekuatan mematikan untuk membubarkan demonstran. Myanmar Now melaporkan, lima orang lagi terluka dalam bentrokan tadi malam di Mandalay. Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun meninggal setelah ditembak di punggungnya.

 

Junta pada Rabu (24/3) membebaskan ratusan orang yang ditangkap dalam aksi protes terhadap penggulingan pemerintahan terpilih Aung Sang Suu Kyi. Pihak berwenang tidak memberikan angka pasti jumlah tahanan yang dibebaskan. Namun AAPP mengatakan, 628 orang dibebaskan setelah lebih dari 2.900 orang ditangkap sejak kudeta.

Junta militer menghadapi kecaman internasional, karena melakukan kudeta yang menghentikan transisi Myanmar menuju demokrasi melambat. Selain itu, mereka dikecam karena melakukan penindasan terhadap perbedaan pendapat.

Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi terhadap individu yang terlibat dalam kudeta dan penindasan terhadap para demonstran.

Sementara itu, Departemen Keuangan AS memasukkan dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer yaitu Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL). Departemen Keuangan membekukan semua aset yang mereka miliki di Amerika Serikat. Militer mengendalikan sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka.

Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi di Jakarta. Malaysia dan Indonesia sedang mengupayakan pertemuan mendesak negara-negara ASEAN untuk membahas krisis di Myanmar. 

 
Berita Terpopuler