Survei Tunjukkan Hanya 46 Persen Masyarakat Mantap Divaksin

Ketidakmauan masyarakat divaksinasi bisa gagalkan terwujudnya herd immunity.

Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin untuk Aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga pendidik saat vaksinasi COVID-19 massal di Balai Kota Yogyakarta, Umbulharjo, DI Yogyakarta, Selasa (23/3/2021). Sebanyak 5.975 tenaga pendidik Kota Yogyakarta mengikuti vaksinasi massal COVID-19 jelang persiapan ujicoba pembelajaran tatap muka pada April mendatang
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra

Program vaksinasi Covid-19 sudah bergulir ke tahap kedua, yakni bagi pekerja sektor pelayanan publik dan lanjut usia atau lansia. Rencananya di pertengahan tahun, vaksinasi akan berlanjut ke kelompok masyarakat umum lainnya.

Meski masyarakat menunjukkan antusiasme untuk divaksinasi, Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) namun menemukan lewat surveinya masih banyak warga yang tidak bersedia menerima vaksinasi. Dalam hasil survei yang dirilis hari ini, sebanyak 29 persen responden mengaku tidak bersedia mendapatkan vaksin Covid-19.

"Sangat banyak warga yaitu sebanyak 29 persen yang tidak mau divaksin dan hanya 46 persen warga yang mantap mau divaksin," kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, saat konfetensi virtual Survei opini publik nasional SMRC bertajuk "Sikap dan Perilaku Warga Terhadap Vaksin", Selasa (23/3).

Selain itu, kata Deni, 23 persen warga menyatakan masih ragu dan dua persen warga tidak menjawab. Lebih lanjut, Deni meminta survei ini perlu menjadi perhatian bersama sebab kalau dikaitkan dengan target vaksinasi bisa mencapai 71 persen penduduk, tentu proporsi ini masih kurang dari target yang dicanangkan pemerintah. Sebab, yang bersedia divaksin potensial hanya 61 persen dengan asumsi warga yang masih pikir-pikir dan tidak menjawab terdistribusi secara proporsional.

"Artinya proporsi ini tidak memenuhi target minimal 70 persen penduduk sasaran vaksin untuk membuat kekebalan kelompok (herd immunity) nasional," ujarnya. Menurutnya, penggalakan atau mewajibkan vaksinasi mungkin menjadi alternatif untuk mencapai target jumlah minimal.

Namun demikian, survei menyatakan mayoritas warga yakni 88 persen tahu atau pernah dengar bahwa program vaksinasi Covid-19 kepada warga sudah dimulai sejak Januari 2021 lalu. "Jadi mayoritas warga sudah terinformasikan atau sembilan dari 10 warga tahu ada program vaksinasi ini," kata Deni.

Selain itu, hasil survei juga menyebutkan kebanyakan warga atau 71 persen percaya atau sangat percaya pemerintah mampu menyediakan vaksin sesuai kebutuhan. Namun sejauh ini, kata Deni, baru sekitar 2,7 persen warga dewasa yang sudah divaksin hingga akhir Februari sampai awal Maret 2021 ketika survei ini dilakukan.

"Kalau kita bandingkan dengan data yang dirilis pemerintah, angka 2,7 persen warga yang divaksin ini relatif sangat dekat, mencerminkan jadi data pembanding untuk pemerintah dan masyarakat secara umum," kata Deni.

Selain itu survei menemukan, ada 8,4 persen warga yang pernah mendapatkan ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19. Ajakan ini dinilai bisa berdampak negatif terhadap intensi warga untuk melakukan vaksinasi Covid-19.

Deni mengungkap hasil survei bahwa mayoritas atau 91,3 persen warga mengaku tidak pernah menerima ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19. "Kemudian 8,4 persen persen mengaku pernah menerima ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19," katanya.

Lalu sebanyak 0,3 persen mengaku tidak tahu atau tidak bisa menjawab. Ia menambahkan, meski proporsi warga yang diajak untik menolak vaksinasi Covid-19 tidak terlalu besar, ajakan untuk menolak vaksinasi berdampak negatif terhadap intensi warga untuk melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, ia meminta harus ada upaya untuk menekannya agar tidak membesar.

"Edukasi tentang pentingnya vaksinasi perlu ditingkatkan, khususnya pada warga laki-laki, usia muda, dan berpendidikan lebih rendah," ujarnya.

Sebab, dia melanjutkan, cukup banyak warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Padahal, dia menambahkan, upaya untuk mengatasi wabah Covid-19 harus didukung oleh kepatuhan warga yang menjalankan protokol kesehatan.

Survei bertajuk "Satu Tahun Covid-19: Sikap dan Perilaku Warga Terhadap Vaksin" dilakukan selama kurun waktu 28 Februari sampai 8 Maret 2021. Pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dalam survei tersebut terkait bagaimana intensi warga untuk melakukan vaksinasi.

Kemudian ada empat pertanyaan lainnya yang diajukan. Pertama, siapa yang mau dan tidak mau divaksin? Kedua, bagaimana tingkat kepercayaan warga terhadap vaksin yang disediakan pemerintah? Ketiga, bagaimana sikap warga pada umumnya terhadap Covid-19? Keempat, seberapa taat warga menjalankan protokol kesehatan.

Survei menggunakan metodologi populasi adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilu, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (multistatge random sampling) sebanyak 1.220 responden.

Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.064 atau 87 persen. Kemudian margin of error rata-rata survei sampel tersebut sebesar 3,07 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.  

Baca Juga




Kondisi penanganan Covid-19 di Tanah Air pada hari ini dilaporkan dalam kondisi yang lebih baik. Buktinya, menurut Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito,jumlah kabupaten kota yang berada di zona merah kini tercatat semakin menurun. Pada minggu ini, hanya terdapat 10 kabupaten kota yang masuk dalam zona merah ini.

“Kabar baiknya adalah jumlah kabupaten kota di zona merah semakin menurun dari minggu ke minggu,” ujar Wiku saat konferensi pers, Selasa (23/3).

Saat ini, sebagian besar daerah di Indonesia masih berada di zona oranye atau zona dengan risiko sedang yakni sebanyak 313 kabupaten kota. Kemudian sebanyak 183 kabupaten kota berada di zona kuning.

Sayangnya, jumlah daerah yang berada di zona hijau kini terus menunjukan penurunan menjadi 8 kabupaten kota. Wiku pun mengapresiasi daerah-daerah yang telah berhasil keluar dari zona merah.

“Namun mohon kepada kabupaten kota yang masih berada di zona oranye untuk segera menelaah lebih lanjut penanganan Covid-19 di wilayah masing-masing,” kata dia.

Ia juga meminta agar daerah mampu mensinkronisasikan penanganan ke posko di masing-masing desa atau kelurahan sehingga dapat sejalan dengan upaya penanganan hingga tingkat terkecil.

Meskipun perkembangan pandemi Covid-19 secara nasional di Indonesia mulai cukup membaik, namun ia menegaskan pentingnya mewaspadai penyebaran Covid-19 dari lingkungan terdekat.

“Oleh karena itu, peran kolaborasi oleh unsur pemerintah dan masyarakat ini sangat diperlukan termasuk memaksimalkan peran posko dalam mengendalikan kasus secara tanggap dan lebih tepat sasaran,” ujarnya.

Indikator tersebut menambah perbaikan pada parameter pengendalian pandemi usai pelaksaan PPKM mikro tahap III yang berlangsun 9-22 Maret 2021. Secara menyeluruh, perbaikan yang terjadi di 10 provinsi pelaksana PPKM mikro meliputi tren kasus aktif yang konsisten menurun, angka kematian yang berkurang, tingkat keterisian tempat tidur ICU atau isolasi yang turun, angka kesembuhan yang meningkat, dan kepatuhan protokol kesehatan yang juga naik.

"Sejak kasus aktif tertinggi di 5 Februari 2021, kasus aktif nasional menurun sekitar 25,42 persen dan kasus aktif per provinsi pelaksana PPKM pun juga berhasil menurun bahkan 8 di antaranya konsisten selama 8 minggu," kata Wiku.

Selain itu per 15 Maret 2021, Wiku melanjutkan, seluruh 10 provinsi yang menjalankan PPKM miko mengalami peningkatan angka kesembuhan selama dua pekan terakhir. Seluruhnya juga mengalami penurunan angka kematian bahkan selama sembilan minggu pelaksanaan PPKM mikro.

"Untuk aspek BOR isolasi dan ICU trlihat seluruh provinsi berhasil menurunkan BOR-nya di bawah 70 persen. Tidak hanya itu, aspek kepatuhan prokes perlihatkan peningkatan kedisplinan seiring optimalisasi peran posko daerah di PPKM mikro," kata Wiku.

Wiku menilai keberhasilan pelaksanaan PPKM mikro dalam menekan angka penularan Covid-19 didukung oleh peran pemerintah daerah, satgas di daerah, serta yang terpenting adalah kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Juga peran posko penanganan covid di desa atau kelurahan," kata Wiku.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menerbitkan Instruksi Menteri nomor 6 tahun 2021 yang berisi perpanjangan PPKM mikro periode 23 Marer sampai 5 April 2021. Dalam perpanjangan ini, ada lima provinsi baru yang ikut melaksanakan PPKM mikro, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, NTB, dan NTT.

"Kalsel dan NTB dengan alasan persentase kasus aktif di atas rata-rata nasional dan BOR isolasi yang berpotensi melampaui keterisian 70 persen. Kalteng, Sulut, dan NTT dengan alasan persentase kasus aktif di atas rata-rata nasional," kata Wiku.

Infografis PPKM Mikro diperluas ke tiga provinsi - (Republika)

 
Berita Terpopuler