Harga Gabah Anjlok, Petani Kesulitan Jual Hasil Panen
Imbas rencana impor beras di kala panen, harga gabah petani anjlok drastos
IHRAM.CO.ID,BANYUMAS -- Musim panen raya padi di wilayah eks Karesidenan Banyumas kali ini, bukan menjadi musim petani bergembira. Meski hasil panen relatif baik, namun harga gabah anjlok cukup drastis.
''Bukan hanya harga anjlok. Menjualnya pun susah karena tidak ada pedagang yang mau membeli,'' jelas Sudiro (62), petani di Desa Menganti Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas, Ahad (21/3).
Dia menyebutkan, dalam musim panen awal Maret 2021 lalu, dia mendapatkan gabah kering panen (GKP) sekitar 2,5 ton. Gabah sebanyak itu, sudah dikeringkan menjadi gabah yang siap digiling atau gabah kering giling sebanyak sekitar 2 ton.
''Rencananya, sebanyak 1 ton akan saya jual untuk kebutuhan lainnya. Beberapa pedagang sudah saya datangi agar membeli gabah saya, tapi tidak ada yang mau membeli karena mereka juga mengaku susah menjualnya,'' katanya.
Hal serupa juga dialami para petani di wilayah Cilacap. Dalam percakapan di WA Grup, beberapa petani mengeluh karena kesulitan menjual hasil panennya. ''Saya sedang butuh uang untuk kebutuhan nikah anak saya. Tapi ini mau menjual gabah hasil panen, kok sulitnya minta ampun,'' kata Bambang, seorang warga di Kecamatan Maos.
Dia mengaku, beberapa pedagang sebenarnya menyebutkan harga gabah sekarang sudah anjlok dari harga sebelumnya. Harga kering panen hanya dihargai Rp 3.400-Rp3.600 tergantung jenis padinya, sedangkan harga gabah kering giling hanya lakju Rp 4.600-Rp 4.700 per kg.
''Karena butuh uang, sebenarnya saya tetap akan menjualnya. Tapi ya itu, pedagang tetap tidak mau beli karena mereka juga kesulitan menjual lagi gabahnya,'' jelasnya.
Eli Martono (55), seorang pedagang beras di Desa Margasana Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, mengakui menghentikan dulu pembelian gabah hasil panen petani. Hal ini karena dia sendiri kesulitan untuk 'membuang' beras yang dibeli dari petani.
''Biasanya kami rutin mengirim beras ke pasar-pasar di Jakarta. Tapi sejak akhir awal Februari kemarin, pedagang beras di Jakarta minta agar tidak didrop beras dulu karena stok mereka masih banyak,'' katanya.
Slamet (48), pemilik penggilingan dan juga pedagang beras di Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, bahkan mengaku sudah lama tidak berani membeli gabah dalam jumlah banyak pada petani. Hal ini karena pedagang beras di pasar-pasar wilayah Banyumas juga kesulitan menjual beras.
''Saya membeli beras petani hanya untuk menyuplai pedagang-pedagang sembako di pasar tradisional. Tapi sejak awal pandemi, pedagang pasar juga kesulitan menjual berasnya pada masyarakat, karena banyak warga mendapat bantuan non tunai dari pemerintah,'' katanya.
Menurutnya, program bantuan non tunai yang dilakukan pemerintah, tidak hanya menghancurkan kelangsungan usaha dagang beras seperti dirinya. Tapi secara tidak tidak langsung juga telah menyulitkan kehidupan petani.
Menurut Lutfi, pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tetap stabil meskipun Indonesia tengah dilanda pandemi. Ia menilai, kritik terkait rencana impor beras satu juta ton yang dianggap akan menurunkan harga beras petani tidak tepat.
"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani terutama saat sedang panen raya. Sebagai contoh, harga gabah kering petani itu tidak diturunkan," tutur Lutfi dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/3).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga mengaku prihatin adanya rencana impor tersebut. Pemerintah seharusnya mendorong agar para petani bisa panen beras. "Panen yang banyak jangan memperbanyak impor," ujarnya.
Partai utama koalisi pemerintah, PDI Perjuangan juga dengan tegas menolak rencana impor beras tersebut. "Kami sangat menyesalkan sikap Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang sepertinya juga mengabaikan koordinasi dengan jajaran kementrian terkait," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, Ahad (20/3).
Dia menilai, kebijakan tersebut artinya Menteri Lutfi juga telah mengabaikan para kepala daerah yang menjadi sentra produksi pangan. Padahal, dia melanjutkan, basis kekuatan utama pemerintah adalah rakyat.