Faktor Kehati-hatian untuk Vaksin AstraZeneca

Nantinya, vaksin AstraZeneca akan diberikan ke kelompok prioritas.

Jung Yeon-je / Pool via AP
Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca COVID-19.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dwina Agustin, Antara

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menunda pendistribusian vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah tiba di Indonesia. Penundaan sementara pendistribusian vaksin namun dilakukan bukan semata-mata karena laporan penggumpalan darah usai imunisasi seperti yang terjadi di negara Eropa.

Indonesia memilih menunda distribusi karena faktor kehati-hatian. "Penundaan distribusi vaksin AstraZeneca karena lebih pada kehati-hatian, kami mengikuti arahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi saat konferensi virtual Kemenkes, Selasa (16/3).

Kini, dia melanjutkan, BPOM bersama dengan Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) dan para ahli sedang melihat kembali apakah kriteria-kriteria penerima vaksin yang sebelumnya telah dikeluarkan yaitu vaksin Covid-19 merek Sinovac dari China dan Sinovac produksi Bio Farma juga sama kriterianya dengan vaksin yang juga akan digunakan yaitu vaksin AstraZeneca. Kemenkes menunggu proses ini dan tengah melakukan proses pengecekan secara fisik atau quality control. Termasuk apakah ada vial yang rusak, atau kemasan yang kondisinya tidak baik.

"Ini dipastikan dulu sebelum kami distribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) tempat pelaksanaan vaksinasi. Kami betul-betul menjamin dari segi mutunya," ujarnya.

Artinya Kemenkes harus memastikan apakah vial dosis vaksin AstraZeneca terjadi perubahan warna, atau perubahan bentuk fisik. Quality control ini bersamaan dengan BPOM melihat kembali apakah kriteria-kriteria penerima vaksin sudah sesuai termasuk juga rentang waktu untuk penyuntikan dosis kedua.

Baca Juga

Baca juga : Pola Makan Vegetarian Cegah Covid-19?

Sebab, ia mengutip rekomendasi organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) yang mengatakan rentang waktu optimal untuk vaksin AstraZeneca antara 9 pekan hingga 12 pekan. Kemudian dengan adanya nanti rekomendasi BPOM terkait penggunaan atau indikasi vaksin AstraZeneca ini, pihaknya akan menentukan prioritas kelompok usia yang akan diberikan vaksin AstraZeneca.

Jadi, dia menegaskan, pemerintah menunda distribusi vaksin AstraZeneca bukan semata-mata karena kabar terjadinya penggumpalan darah sebagai akibat dari penyuntikan AstraZeneca. Ia mengakui, ada 11 negara di Eropa yang menunda pemberian vaksinasi Astra Zeneca hingga mendapatkan konfirmasi dari BPOM Eropa. Namun, dia melanjutkan, tanggal 11 Maret 202 lalu sudah ada klarifikasi dari Europe Medicine Association (EMA) dan BPOM Inggris yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara terjadinya penggumpalan darah dengan penyuntikan vaksin AstraZeneca.

Apalagi, dia melanjutkan, kalau melihat data yang ada bahwa saat ini dari 17 juta orang mendapatkan vaksin AstraZeneca, kasus penggumpalan darah yang dilaporkan hanya 40 kasus. "Jadi, sebenarnya kasusnya sangat kecil dan tidak ada hubungannya dengan vaksin AstraZeneca," ujarnya.

Saat ini 1,1 juta dosis vaksin jadi dari AstraZeneca sudah tiba di Indonesia pada Senin (8/3). Vaksin tersebut memiliki masa kedaluwarsa akhir Mei 2021.

Kemenkes cukup optimistis bisa menghabiskan stok vaksin yang datang karena kemampuan penyuntikan Indonesia yaitu antara 250 ribu hingga 350 per hari. Ia harap Kemenkes segera bisa memberi kepastian mengenai distribusi vaksin tersebut.

Dengan estimasi pemberian dosis vaksin per hari 250 ribu hingga 350 ribu dosis, dia melanjutkan, artinya 1,1 juta dosis pertama vaksin AstraZeneca bisa dihabiskan dalam waktu enam hari.

"Kami akan gunakan dosis 1,1 juta itu untuk kelompok prioritas. Terlebih, rentang waktu pemberian dosis pertama hingga dosis kedua vaksin AstraZeneca menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) ialah 9 pekan hingga 12 pekan," ujarnya.

Bacaa juga : Arab Saudi Bantah Penghentian Penggunaan Vaksin AstraZeneca

Perkiraannya distribusi vaksin AstraZeneca bisa dilakukan dalam kurun waktu dua hingga tiga pekan lagi. Dipekirakan semua proses quality control, pengepakan, dan proses pendistribusian selesai dua hingga tiga pekan lagi. Namun, pihaknya tidak menutup kemungkinan ada percepatan-percepatan karena ini paralel persiapan packing vaksin dan rekomendasi BPOM.

"Kami lakukan secara paralel," ujarnya.

Terpisah, Kepala BPOM Penny K Lukito tak mau berkomentar banyak mengenai nasib vaksin AstraZeneca di Tanah Air. Sebab, Badan POM masih proses memantau investigasi yang dilakukan WHO.

"Semoga di akhir pekan ini ada informasi sehingga bisa menjadi bahan BPOM bersama tim ahli memberikan rekomendasi keamanan penggunaan pada pemerintah," ujarnya saat dihubungi Republika.

Vaksin Covid-19 untuk Indonesia (Ilustrasi) - (republika)

WHO sudah mengimbau negara-negara tidak menjeda kampanye vaksinasi, Senin (15/3). Desakan ini muncul setelah dua negara Eropa dan satu di Asia menangguhkan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca karena kekhawatiran akan keamanan.

WHO mengatakan, panel penasehatnya sedang meninjau laporan terkait dengan vaksin itu dan akan merilis temuannya sesegera mungkin. Namun, lembaga ini tidak mungkin mengubah rekomendasi penggunaan secara luas yang dikeluarkan bulan lalu.

"Sampai hari ini, tidak ada bukti bahwa insiden tersebut disebabkan oleh vaksin dan penting agar kampanye vaksinasi terus berlanjut sehingga kami dapat menyelamatkan nyawa dan membendung penyakit parah dari virus tersebut," kata juru bicara WHO, Christian Lindmeier.

WHO mengatakan, per 12 Maret, lebih dari 300 juta dosis vaksin Covid-19 telah diberikan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut tidak ditemukan laporan kasus kematian yang disebabkan oleh salah satu vaksin yang sudah beredar.

Denmark dan Norwegia telah melaporkan kasus perdarahan yang terisolasi, pembekuan darah, dan jumlah trombosit yang rendah setelah vaksin AstraZeneca. Atas laporan tersebut beberapa negara melakukan penundaan dan yang lain tetap mendistribusikan vaksin tersebut.

Islandia dan Bulgaria sebelumnya menangguhkan penggunaannya sementara Austria dan Italia berhenti menggunakan beberapa varian tertentu. Prancis, Jerman, dan Inggris mengatakan tidak khawatir atas vaksin tersebut.

AstraZeneca Plc mengatakan sebelumnya telah melakukan peninjauan terhadap lebih dari 17 juta orang yang divaksinasi di Uni Eropa dan Inggris. Dari hasil tersebut tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko penggumpalan darah, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, sejumlah negara juga tetap melanjutkan program vaksinasinya menggunakan AstraZeneca. Salah satunya adalah Thailand, bahkan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menjadi orang pertama yang menerima vaksin Covid-19 AstraZeneca di negara itu.

Prayuth dan anggota kabinet lain pada awalnya dijadwalkan untuk mendapatkan suntikan vaksin pada Jumat (12/3), sebelum Thailand menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca setelah laporan bahwa vaksin itu dapat menyebabkan penggumpalan darah dan mendorong sejumlah negara Eropa untuk menghentikan penggunaannya.

"Hari ini saya meningkatkan kepercayaan diri bagi masyarakat umum," kata Prayuth kepada wartawan di Government House, Selasa (16/3), sebelum dia menerima suntikan vaksin di lengan kirinya.

Prayuth, yang akan segera berusia 67 tahun, kemudian mengatakan bahwa dia merasa baik-baik saja setelah disuntik. Menteri Kesehatan Thailand mengatakan pada Senin (15/3) bahwa peluncuran akan dilanjutkan setelah banyak negara mengatakan tidak ada masalah penggumpalan darah dengan vaksin tersebut.

Dari Timur Tengah dilaporkan, Arab Saudi juga lanjut menggunakan vaksin AstraZeneca. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Arab Saudi Dr Mohammed Al-Abd Al-Aly menangkal rumor penghentian penggunaan vaksin AstraZeneca.
Dalam konferensi pers, dia justru mengatakan sejauh ini sudah lebih dari 2,2 juta orang yang telah menerima suntikan vaksin buatan Inggris itu. Dia juga mengatakan, otoritas kesehatan akan terus memantau keamanan dan kemanjuran vaksin, yang hingga saat ini belum menunjukkan adanya masalah terkait.

Sejauh ini Otoritas Makanan dan Obat Saudi telah menyetujui penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 sejak Desember lalu dan telah mengimpor serta menggunakan vaksin Oxford-AstraZeneca pada Februari lalu.

 
Berita Terpopuler