Pengadilan Myanmar Tunda Sidang Aung San Suu Kyi 

Keputusan menunda sidang tersebut datang di tengah penutupan internet.

AP/STR
Pengadilan Myanmar Tunda Sidang Aung San Suu Kyi. Pengunjuk rasa anti-kudeta membawa seorang pria yang terluka ketika polisi anti huru hara dan tentara ditembak dengan peluru karet untuk menumpas demonstrasi di Yangon, Myanmar Minggu, 14 Maret 2021.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pengadilan Myanmar menunda sidang virtual pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi karena masalah internet di negara tersebut. Keputusan menunda sidang tersebut datang di tengah penutupan internet seluler di negara itu, sehari setelah pasukan keamanan menewaskan 44 orang dalam tindakan keras karena protes anti-kudeta.

Baca Juga

Kepala tim hukum Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan pengadilan menunda kasusnya hingga 24 Maret. Suu Kyi yang pernah meraih Nobel tidak terlihat di depan umum sejak penahanannya pada hari pengambilalihan militer. Ia menghadapi setidaknya empat dakwaan, termasuk penggunaan radio walkie-talkie secara ilegal dan pelanggaran protokol virus corona.  

Para penentang kudeta bergerak lagi di kota-kota utama Yangon dan Mandalay pada Senin serta di pusat kota Myingyan. Saksi mata mengatakan polisi menembaki pengunjuk rasa di Myingyan dan menewaskan sedikitnya dua orang.

"Mereka menembaki kami. Seorang gadis tertembak di kepala dan seorang anak laki-laki tertembak di mukanya, Aku dengar mereka meninggal,” kata seorang pengunjuk rasa berusia 18 tahun, dilansir dari Aljazirah, Senin (15/3).

Terlepas dari upaya militer yang semakin kuat untuk memadamkan perbedaan pendapat, pengunjuk rasa yang menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi telah turun ke jalan di seluruh Myanmar selama enam pekan. Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik, sebuah kelompok pemantau, menambahkan enam kematian lagi pada Senin menjadi jumlah 38 orang semalam.

Militer mengumumkan darurat militer di Hlaingthaya dan beberapa distrik lain di Yangon juga di beberapa bagian kota kedua Mandalay pada Senin. Ada juga serangan pembakaran yang memprotes komentar China tentang kekacauan yang mencengkeram tetangganya di Asia Tenggara, di mana banyak orang melihat China mendukung pengambilalihan militer.

 

Kedutaan Besar China mengatakan banyak staf kedutaan China telah terluka dan terperangkap dalam serangan itu. China mendesak jenderal yang berkuasa di Myanmar untuk menghentikan semua tindakan kekerasan.

China juga meminta Myanmar menghukum para pelakunya sesuai dengan hukum dan memastikan keselamatan jiwa dan properti perusahaan dan personel China. Surat kabar China Global Times menyalahkan para penghasut atas pembakaran dan menyerukan hukuman mereka. Mereka meyakinkan China berusaha mempromosikan penyelesaian krisis secara damai.

Pemimpin protes Thinzar Shunlei Yi mengatakan orang Myanmar tidak membenci tetangga China mereka, tetapi penguasa China harus memahami kemarahan yang dirasakan di Myanmar atas sikap mereka. "Pemerintah China harus berhenti mendukung dewan kudeta jika mereka benar-benar peduli dengan hubungan Sino-Myanmar dan untuk melindungi bisnis mereka," katanya di Twitter.

Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, mengutuk keras pertumpahan darah oleh pasukan keamanan Myanmar. Sementara Inggris mengatakan terkejut dengan penggunaan kekuatan terhadap orang yang tidak bersalah.

Tom Andrews, penyelidik hak asasi manusia PBB di Myanmar mengimbau negara-negara anggota PBB untuk memotong pasokan uang tunai dan senjata ke militer. “Patah hati atau marah atas berita tentang jumlah pengunjuk rasa terbesar yang dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar dalam satu hari,"katanya di Twitter.

Beberapa negara Barat telah menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dan menjatuhkan sanksi kepada para Jenderal Myanmar atas perebutan kekuasaan dan kekerasan yang. Tetangga Asia juga menawarkan untuk membantu menyelesaikan krisis tetapi Myanmar memiliki catatan panjang menolak intervensi dari luar.

 
Berita Terpopuler