Beramal dengan Hadits Dhaif atau Lemah Menurut 4 Mazhab

Penggunaan hadits lemah atau dhaif sudah jamak dilakukan era dulu

Flickr
Penggunaan hadits lemah atau dhaif sudah jamak dilakukan era dulu. (Foto: Ilustrasi perpustakaan)
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Persoalan tentang beramal menggunakan hadits dhaif atau lemah kerap kali muncul di tengah-tengah masyarakat. Bolehkah beramal dengan hadits dhaif? 

Baca Juga

Penjelasan atas pertanyaan ini dijawab Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin.  

“Memang betul, hadits tentang mengubur masyimah adalah hadits dhaif. Tapi akhirnya saya menjelaskan mengapa alergi terhadap hadits dhaif? Hadits dhaif ada banyak jenisnya dan bagaimana terkait penerimaan hadits dhaif menurut para ulama kita,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (10/3).  

Dia menyebutkan, pada masa awal pembukuan hadits hanya dikenal hadits sahih dan hadits dhaif. Karena hadits dhaif ini banyak jenisnya maka tidak seluruhnya ditolak.

Terbukti ada kriteria tertentu yang awalnya bagian dari istilah dhaif kemudian tidak disebut dhaif bahkan digolongkan dalam istilah hadits sahih dan bisa dijadikan hujjah, yaitu hadits Hasan yang dicetuskan Imam Tirmidzi: 

 قال أبو عيسى كل حديث يروى لا يكون فى إسناده من يتهم بالكذب ولا يكون الحديث شاذا ويروى من غير وجه نحو ذاك فهو عندنا حديث حسن 

Abu Isa Tirmidzi berkata: "Setiap hadits yang diriwayatkan, tidak ada perawi yang dituduh pemalsu hadits, tidak bertentangan dengan hadits sahih dan memiliki jalur riwayat lain, maka menurut kami adalah hadits Hasan" (Al-Hafidz Al-Iraqi, Taqyid wal Idhah, 1/45). 

Bagaimana pandangan ulama empat azhab Ahlissunah wal Jamaah tentang hadits dhaif? Berikut ini penjelasan Kiai Ma’ruf: 

- Mazhab Hanafi 

وَإِنْ كَانَتْ ضَعِيفَةً لِلْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ Meskipun hadits dhaif, maka hadits dhaif boleh diamalkan dalam keutamaan Amal (Durar Al-Hukkam 1/36) 

 

- Mazhab Maliki 

 فَقَدْ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ وَاغْتِنَامًا لِلثَّوَابِ الْوَارِدِ  Para ulama sepakat boleh mengamalkan hadits dhaif dalam keutamaan amal dan meraih pahala / motivasi (Mawahib Al-Jalil, 1/56) 

- Mazhab Syafi'i 

وقد قدمنا اتفاق العلماء علي العمل بالحديث الضعيف في فضائل الاعمال دون الحلال والحرام وهذا من نحو فضائل الاعمال   

Telah kami jelaskan kesepakatan ulama untuk mengamalkan hadits dhaif dalam hal keutamaan amal, bukan hukum halal dan haram (Al-Majmu' 3/248) 

- Mazhab Hanbali 

( فَلَا بَأْسَ ، لِجَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ ) . قَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ : الْعَمَلُ بِالْخَبَرِ الضَّعِيفِ ، بِمَعْنَى : أَنَّ النَّفْسَ تَرْجُو ذَلِكَ الثَّوَابَ ، أَوْ تَخَافُ ذَلِكَ الْعِقَابَ . وَمِثْلُهُ : التَّرْغِيبُ وَالتَّرْهِيبُ وَالْمَنَامَاتِ 

Boleh mengamalkan hadits dhaif dalam keutamaan amal. Syekh Taqiyuddin berkata: “Artinya bahwa seseorang menginginkan pahala dan takut dengan dosa. Demikian pula hal motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa.” (Mathalib Uli An-Nuha, 3/234) 

- Imam al-Bukhari 

Ada sebagian yang alergi terhadap hadits dhaif dengan berdalil pada Imam al-Bukhari yang mengarang kitab Sahih al-Bukhari. Faktanya tidak begitu, buktinya adalah sebagai berikut: 

روى له البخاري ثلاث احاديث ثالثها في الرقاق .... وكأن البخاري لم يشدد فيه لكونه من احاديث الترغيب والترهيب  Al-Bukhari meriwayatkan dari Thafawi sebanyak 3 hadits, salahsatunya tentang akhlak... Sepertinya Bukhari tidak terlalu ketat tentang Thafawi karena ini soal hadits motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa (Hady As-Sari, 2/162) 

ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ: اﺣﻔﻆ ﻣﺌﺔ ﺃﻟﻒ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﻭﻣﺎﺋﺘﻲ ﺃﻟﻒ ﺣﺪﻳﺚ ﻏﻴﺮ ﺻﺤﻴﺢ  al-Bukhari berkata: "Saya hafal 100 ribu hadits sahih dan 200 ribu hadits dhaif" (Faidl Al-Qadir 1/17) 

Selain kitab Shahih al-Bukhari, Imam al-Bukhari juga memiliki beberapa kitab lain seperti At-Tarikh baik Kabir atau Shaghir, juga kitab Adab Al-Mufrad. Dalam kitab-kitab tersebut Imam al-Bukhari tetap mencantumkan hadits-hadits dhaif. 

 “Memang ada segolongan ulama yang memvonis hadits dhaif tidak boleh diamalkan dan disetarakan dengan hadits palsu. Tapi kita tetap ikut mayoritas ulama sejak ribuan tahun silam,” kata dia.   

 
Berita Terpopuler