Korban Ceritakan Piciknya Mafia Tanah di Jakarta

Mafia tanah mendapatkan back up dari aparat penegak hukum dan instansi lainnya. 

Antara/Reno Esnir
Petugas menujukkan barang bukti dokumen kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu.
Rep: Ali Mansur Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah memiliki bukti otentik atas kepemilikan sebidang tanah di daerah Kembangan, Jakarta Barat, tapi Damiri H.Salim harus terusir dari tanah sendirinya. Bahkan, Damiri dijadikan tersangka dengan dugaan memasuki lahan perkarangan orang lain.

Perwakilan dari Damiri dan ahli waris, Charles Ingkiriwang menegaskan itu adalah perbuatan mafia tanah. Kata dia, perkara ini merupakan ulah dari mafia tanah yang selama ini meresahkan masyarakat luas. 

Bahkan, mafia tanah mendapatkan back up dari aparat penegak hukum dan instansi lainnya. Sehingga ahli waris pun yang telah memenangkan gugatan dan keputusan sudah in kracht tidak bisa mengambil haknya lagi. "Ini memang mafia tanah, mereka bisa memalsukan segalanya," tegas Charles,saat dikonfirmasi, Sabtu (6/3).

Charles menceritakan sengketa tanah ini berawal dari pewaris bernama Lie Bok Sie (almarhum) yang memiliki sebidang tanah di desa Kembangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang tercatat dalam Girik C Nomor 1970 Blok D.II Persil Nomor 22 atas namanya sendiri. Kemudian beralih kepada ahli waris, yaitu  Etty Widjaja, Lie Tjie Hian, Damiri H.Sadjim, Lie A Tjun, Anyo, Jaya alias Lie Kun yang berdasarkan surat ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 19/PDT/P/1991 tanggal 28 Januari 1991.

 

 

Kemudian pengacara dari Lie Bok Sie bernama Herry Thung (almarhum) menawarkan jasa untuk dibuatkan sertifikat. Namun, justru Herry Thung membuat menyerebot sebagian tanah tersebut dengan dibuatkan sertifikat hak guna bangunan atas nama Herry Thung sendiri dengan luas 4.995 M2 dan atas istrinya, Juliana Wairaraseluas 3000 M2. 

"Terus Herry Thung berpura-pura menjual tanahnya ke Sony Febrimas,yang ternyata Sony sopirnya Herry Thung, terbukti saat BAP Sony tidak merasa membeli tanah itu. Kemudian Herry Thung menjual lagi tanah tersebut kepada PT Anugerah," ungkap Charles.

Lebih lanjut, kata Charles, PT. Anugerah tersebut memiliki hutang kepada sebuah perusahan dan kemungkinan dengan menjaminkan sertifikat yang dibuat okeh Herry Thung sendiri. Kemudian sertifikat sertifikat tersebut ditembus PT. Proline Finance meski mereka mengetahui bahwa tanah tersebut tengah bersengketa. Karena ahli waris yang menyadari tanah diserobot langsung melayangkan gugatan ke pengadilan dan menang dengan putusan in krahct.

"Mereka (Polisi) mengambil ahli lahan kita, katanya ada surat SK dari Menteri Pertanahan BPN untuk mengosongkan lahan tersebut, tapi setelah dikosongkan langsung diserahkan ke pihak lain lawan, PT. Proline Finance. Kami menganggap tindakan polisi itu merupakan tindakan premanisme," keluhnya. 

 

Padahal, sambung Charles, pihak keluarga sudah menunjukkan bukti kepemilikan tanah dalam Girik C Nomor 1970 Blok D.II Persil Nomor 22 atas nama Lie Bok Sie dan juga bukti putusan dari pengadilan. Namun pihak kepolisian tidak mengindahkannya, dan lebih menyakitkannya lagi, setelah dikuasai polisi menyerahkan tanah tersebut ke PT. Proline Finance yang menjadi lawan dari ahli waris. 

 
Berita Terpopuler