Menelisik Perdagangan Flamingo di Irak

Perdagangan burung secara ilegal merupakan sumber kehidupan bagi banyak keluarga

Reuters/Joaquin Sarmiento
Kawanan flamingo
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, AL-‘AMARAH – Perburuan burung bisa menjadi bisnis yang menguntungkan di Maysan, Irak yang terletak di antara Rawa Ahwar. Rawa Ahwar masuk dalam situs warisan dunia Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Wilayah tersebut terkenal miskin dan perdagangan burung secara ilegal merupakan sumber kehidupan bagi banyak keluarga. Di rumah bata kecilnya di pinggiran Amara, Mustafa Ahmed Ali mengaku menjual berbagai spesies burung. Kebanyakan dia menjual kepada orang Irak kaya atau orang asing dari negara-negara Teluk.

“Mereka bepergian jauh-jauh ke sini dari negara Teluk seperti Kuwait, Arab Saudi atau bahkan Qatar,” kata Ali.

Ali menjelaskan, para pembeli biasanya ingin mendekorasi taman pribadi dengan burung atau menaruhnya di kebun binatang peribadi. “Banyak flamingo mati di kandang saya, terutama selama hari-hari musim panas. Saya menjual antara satu dan 10 burung itu setiap bulan selama musim dingin. Mereka membelinya dalam keadaan hidup atau mati karena orang juga memakannya,” ujar dia.

Selama musim dingin bulan Oktober sampai Februari, burung-burung bermigrasi menuju rawa-rawa selatan Irak yang suhunya lebih sejuk dan ada banyak makanan. Burung yang ditangkap akan dijual dengan kisaran harga 30 ribu sampai 40 ribu dinar Irak.

Ali mengatakan selama berjualan, polisi bukan menjadi ancaman bisnisnya. Walaupun ada peraturan setempat yang melarang perburuan flamingo, dia tetap harus berhati-hati.

“Saya tidak membawa flamingo ke toko saya. Orang tahu di mana menemukan saya. Jika mereka menginginkannya, mereka menemui saya di rumah atau saya dapat mengantarkan burung itu langsung ke tempat mereka,” ucap dia.

Kepala Departemen Lingkungan Maysan, Samir Aboud menjelaskan tidak ada undang-undang khusus untuk melindungi flamingo. Akan tetapi, beberapa perjanjian internasional yang disahkan oleh Irak, melindungi burung yang bermigrasi dan melarang perburuan di rawa-rawa.

“Karena daerah perburuan berada di perbatasan antara Iran dan Irak, itu berada di bawah yurisdiksi pasukan perlindungan perbatasan. Ini menyulitkan departemen kepolisian kami untuk mengontrol daerah tersebut atau melakukan operasi penangkapan,” kata Aboud.

Namun, ada larangan pemerintah provinsi atas penjualan flamingo di pasar. Keputusan tersebut dimulai setelah kampanye masyarakat sipil yang dipimpin oleh Aktivis Lingkungan, Dr. Hamoudi. Banyak orang di Maysan peka terhadap masalah ekologi.


Dilansir The Guardian, Rabu (3/3), salah seorang pembeli flamingo, yaitu Ahmed Saleh membeli beberapa flamingo untuk menghiasi kebunnya.  “Saya sudah lama mencari flamingo terutama karena burung itu indah untuk dipelihara di taman,” kata Saleh.

Dr. Hamoudi mengetahui area ini dengan baik. Setiap tahun kata dia, ribuan burung ditangkap di rawa-rawa. “Saya tahu tempat berburu dengan baik, jadi terkadang saya memberikan informasi kepada polisi lingkungan untuk membantu mereka dalam operasi,” kata Dr. Hamoudi.

Secarat teratur, dia membeli hewan liar di pasar gelap hanya untuk dilepaskan setelahnya. Sejauh ini, dia sudah membebaskan 17 flamingo dan banyak hewan lain dari pemburu. Melakukan tindakan mulia itu, dia sering mendapat ancaman dari pemburu.

“Mereka bersenjata dan ketika mereka melihat saya memantau gerakan mereka, mereka mengancam dan mendesak saya untuk tidak pernah kembali atau saya akan terbunuh,” tambah dia.

Rawa-rawa Irak dikenal sebagai benteng pertahanan melawan rezim Saddam Hussein saat menghadapi pasukannya di awal 1990-an. Sejak itu, rawa-rawa di perbatasan Iran ini tetap menjadi tempat tanpa hukum yang kemudian menjadi tempat perburuan.

 
Berita Terpopuler