Silaturahim AHY demi Tegaskan Peran SBY di Demokrat

Polemik internal Partai Demokrat masih belum menunjukkan tanda berakhir.

Partai Demokrat
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersilatutahim ke sejumlah pendiri Partai Demokrat, Rabu (3/3).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Surya, Arie Lukihardianti

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) didampingi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, bersilaturahim ke sejumlah pendiri partai. Beberapa di antaranya Subur Budhisantoso, Umar Said, Wayan Sugiana, Ifan Pioh, Vera Rumangkang, dan Steven Rumangkang.

"Pertemuan ini inisiatif kami bersama untuk merespons gaduhnya pemberitaan akibat oknum-oknum yang mengaku-ngaku sebagai pendiri partai dan seolah-olah meniadakan peran Pak SBY sebagai pendiri dan penggagas Partai Demokrat," ujar AHY lewat keterangan yang ditulis oleh akun resmi Partai Demokrat, Rabu (3/3).

Dalam pertemuan tersebut, AHY mendengar langsung penjelasan para pendiri Partai Demokrat yang menegaskan, klaim-klaim yang disampaikan sejumlah oknum adalah tidak benar. Peran Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut penting dalam terbentuknya partai berlogo bintang mercy itu.

"Nama Demokrat adalah hasil diskusi panjang antara Bapak SBY dan saya di kediaman Bapak SBY, bertempat di Puri Cikeas pada akhir Agustus 2001. Dan, nama Partai Demokrat diucapkan langsung oleh Bapak SBY," ujar Ifan Pioh.

Para tokoh pendiri Partai Demokrat pun mengecam adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan yang didorong oleh sejumlah mantan kader. Mereka mendukung kepemimpinan AHY dan pengurus sah hasil Kongres V yang digelar pada 15 Maret 2020.

"Terima kasih Prof Budhi, Pak Wayan, Pak Umar, Bang Ifan, Mbak Vera, dan Mas Steven atas support moriil untuk kami-kami semua," ujar AHY.

Tudingan SBY bukan merupakan pendiri Demokrat datang dari keterangan mantan politikus Partai Demokrat yang dicopot dengan tidak hormat, Jhoni Allen Marbun. Ia membantah kabar Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY telah berjuang di partai.

"Demi Tuhan saya bersaksi, SBY tidak berkeringat sama sekali. Apalagi berdarah-darah sebagaimana pernyataannya di berbagai kesempatan," ujar Jhoni dalam keterangan videonya, Senin (1/3).

SBY, ditegaskannya juga, bukan merupakan pendiri Partai Demokrat. Bahkan sebelum bergabung, dia menempatkan almarhumah istrinya, Ani Yudhoyono, sebagai salah satu wakil ketua umum dalam kepengurusan saat itu.

"Pak SBY setelah mundur dari kabinet Ibu Megawati baru muncul pada acara Partai Demokrat di Hotel Kinasih di Bogor. Saat itu, saya ketua panitianya, ini menegaskan SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat," ujar Jhoni.

Ia juga menyebut, SBY bukan sosok yang lepas dari upaya kudeta dalam Demokrat. SBY, kata dia, pernah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Anas Urbaningrum.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengklarifikasi tuduhan tersebut. Ia mengungkapkan, ada desakan kader untuk menggantikan Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum Demokrat pada 2013. Namun, Herzaky menyatakan SBY tak langsung mengamini desakan tersebut.

Menurutnya, SBY tak sampai hati melakukan kudeta. SBY pun menunggu proses hukum terhadap Anas hingga terang benderang.

"Meskipun ada desakan-desakan dari banyak DPD dan DPC, beliau (SBY) tidak langsung mengikuti aspirasi itu," kata Herzaky pada Republika,co.id, Rabu (3/3).

Herzaky menyampaikan, SBY justru memberi sikap yang melindungi Anas. Desakan dari kader di berbagai daerah untuk menggulingkan Anas kala itu dipertimbangkan matang oleh SBY.

"Sangat salah (SBY kudeta Anas). Karena Pak SBY masih mengedepankan asas praduga tak bersalah," ujar Herzaky.

Selanjutnya, Herzaky menilai proses pergantian Ketua Umum di Demokrat berjalan mulus kala itu. "Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Anas mengundurkan diri," ucap Herzaky.

Tercatat, Anas menjadi ketua umum Partai Demokrat pada 23 Mei 2010. Pada 22 Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka atas atas dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang. Keesokan harinya, pada 23 Februari 2013, Anas menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam sebuah pidato yang disampaikan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.

Baca Juga

Tangkapan layar video Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menanggapi adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat. - (Tangkapan Layar )









Sementara itu, sejumlah kader Demokrat yang sudah dipecat tidak tinggal diam. Upaya menggugat Partai Demokrat atas keputusan pemecatan dilayangkan ke pengadilan.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (SIPP PN Jakpus), tercatat gugatan atas nama Jhoni Allen Marbun yang terdaftar dengan nomor perkara: 135/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst. Jhoni menggugat AHY, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dan Hinca Panjaitan.

Ada empat tuntutan yang dilayangkan oleh Jhoni kepada AHY. Pertama, menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III melakukan perbuatan melawan hukum.

"Tiga, menyatakan tidak sah dan/atau batal demi hukum seluruh perbuatan atau putusan Tergugat III terkait pemberhentian Penggugat," tertulis dalam gugatan Jhoni.

Terakhir, menyatakan tidak sah dan/atau batal demi hukum Surat Keputusan Dewan Kehormatan Partai Demokrat Nomor: 01/SK/DKPD/II/2021 Tertanggal 2 Februari 2021 tentang Rekomendasi Penjatuhan Sanski Pemberhentian Tetap Sebagai Anggota Partai Demokrat kepada Saudara drh Jhonni Allen Marbun, MM.

Selain Jhoni, Marzuki Alie juga disebut akan melayangkan gugatan atas pemecatan tidak terhormatnya. Marzuki mengatakan, ia siap bila harus memimpin partai tersebut. Marzuki tak keberatan menduduki jabatan tersebut asal melalui mekanisme yang sesuai aturan.

Ia namun menginginkan prosesnya menjadi Ketum Demokrat melalui mekanisme partai dan aturan hukum yang benar. "Kalau diminta dan KLB memenuhi peraturan, maka tidak ada alasan untuk menolaknya (maju sebagai Ketum)," kata Marzuki pada Republika, Rabu (3/3).

Namun keinginan Marzuki tersebut nampaknya belum akan terealisasi dalam waktu dekat ini. Sebab ia mengonfirmasi belum ada permintaan khusus agar menyiapkan diri maju sebagai Ketum dalam KLB Demokrat.

"Belum ada permintaan kepada saya untuk maju sebagai caketum Demokrat, belum ada komunikasi juga," ujar mantan Ketua DPR tersebut.

Satu nama lagi yang disebut-sebut akan bersaing dalam bursa ketua umum Demokrat adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Hingga kini belum ada konfirmasi apakah Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, bersedia maju sebagai calon ketua umum.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, meminta Emil memanfaatkan sisa jabatan sebagai gubernur dan tidak terburu-buru. Menurutnya, Emil perlu mengoptimalkan kerja sebagai Gubernur Jabar karena akan memberikan efek elektoral luar biasa mengingat Jabar penduduknya paling besar.

Kedua, kata dia, harus mengkaitkan bahwa kerja elektoral di Jabar sama dengan kerja politik nasional, jangan dibedakan harus sinergis karena dia wakil pemerintah pusat di daerah.  Ketiga, menurut Muradi, membangun konektivitas dengan sejumlah wilayah yanh punya basis kecenderungan pemilih Kang Emil contoh misalnya Jateng, Jatim, Bali, Indonesia timur. "Tiga hal itu lebih baik ketimbang terjebak dalam dinamika soal pemiliham ketua partai,” katanya.

Sebelumnya, salah satu pendiri Partai Demokrat Hencky Luntungan mengeklaim bahwa persiapan KLB sudah mencapai 80 persen. Kabarnya, pelaksanaan forum tersebut akan digelar di Bali pada Maret.

 
Berita Terpopuler