China akan Keluarkan Laporan Pelanggaran HAM Amerika Serikat

China soroti penanganan Covid dan diskriminasi rasial di AS.

AP / Andy Wong
Hubungan AS dan China.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING  -- Kantor Informasi Dewan Pemerintahan China dalam waktu dekat akan menerbitkan dokumen pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Amerika Serikat sepanjang 2020. Dokumen itu berjudul "Laporan Pelanggaran HAM di Amerika Serikat pada tahun 2020" yang terdiri atas 15 ribu karakter berbahasa Mandarin.

Baca Juga

Dalam pernyataan resmi di Beijing, Senin, dewan kabinet China itu menjelaskan, laporan tersebut berisi fakta-fakta penanganan pandemi oleh pihak tidak berkompeten di Washington hingga menimbulkan peristiwa  tragis dan kekacauan demokrasi di AS.

Hal itu menyebabkan tidak menentunya situasi politik, penderitaan etnis minoritas akibat diskriminasi rasial dan sosial yang berkelanjutan, hingga menyebabkan kerusuhan sehingga mengancam keamanan publik, dan meningkatnya polarisasi antara si kaya serta si miskin. Situasi ini memperburuk ketimpangan sosial. 

China juga menyoroti sikap AS yang melanggar aturan internasional hingga mengakibatkan bencana kemanusiaan. Pada 2020, pandemi Covid-19 telah mengacaukan dunia dan menjadi ancaman utama kehidupan umat manusia.

"Di AS, pandemi tersebut tidak terkontrol akibat tindakan yang gegabah," demikian laporan tersebut.

Baca juga : Pelapor PBB Serukan AS Sanksi Pangeran MBS

 

Dewan Pemerintahan China dalam laporan itu juga menyinggung bahwa AS menjadi rumah bagi lima persen penduduk dunia dan AS menyumbang lebih dari seperempat kasus positif Covid-19 di dunia serta memberikan kontribusi hampir seperlima kasus kematian global akibat pandemi itu.

"Lebih dari 500 ribu jiwa warga AS kehilangan nyawa akibat Covid-19," demikian laporan tersebut.

Laporan itu juga menyoroti kelompok etnis minoritas di AS yang mengalami diskriminasi rasial secara sistematis sehingga membawa mereka dalam situasi sulit. "Dalam laporan itu, China menuding AS sebagai pihak yang merusak keamanan dan stabilitas global," sebagaimana dikutip Xinhua.

 
Berita Terpopuler