Indonesia Punya Modal Sejarah Keulamaan Perempuan

Proses melahirkan ulama perempuan sudah berada di jalur yang tepat.

dok pribadi
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK), Nyai Badriyah Fayumi
Rep: Fuji E Permana Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK), Nyai Badriyah Fayumi menyampaikan, Indonesia mempunyai modal sosial, kultural dan sejarah keulamaan perempuan.

Baca Juga

"Kalau kita melihat sejarah ulama perempuan beberapa abad yang lalu itu luar biasa. Kita punya Sultanah Safiatuddin ratu dari Aceh yang berkuasa selama 35 tahun dan beliau sangat dipercaya dan ditaati oleh mufti-mufti besar," kata Nyai Badriyah saat diwawancarai Republika.co.id, belum lama ini.

Ia menerangkan, Sultanah Safiatuddin juga memberikan kepercayaan kepada mufti besar. Kini dua mufti besar itu namanya diabadikan menjadi dua perguruan tinggi negeri di Aceh, yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala.

Ketua Steering Committee Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017 ini menyampaikan, keulamaan perempuan di Indonesia punya sejarah yang cukup panjang. Tetapi penulisan sejarahnya belum berpihak kepada penulisan tentang keulamaan perempuan.

"Maka kongres keulamaan perempuan Indonesia punya keseriusan untuk menggali tentang kesejarahan ulama perempuan ini, sekarang sedang menyusun ensiklopedi ulama perempuan," ujarnya.

Nyai Badriyah menegaskan, Indonesia sudah punya modal sosial, kultural dan sejarah tentang keulamaan perempuan. Kalau sekarang Masjid Istiqlal akan meluncurkan program kaderisasi ulama perempuan, itu sangat tepat, patut diapresiasi dan perlu didukung.

 

Ia menilai, itu akan menjadi bagian dari perkembangan Islam Indonesia untuk dunia. Masjid Istiqlal sangat representative untuk itu, karena Istiqlal masjid terbesar sekaligus simbol masjid nomor satu di Indonesia.

Mengenai jumlah ulama perempuan di Indonesia, ia menyampaikan, mungkin belum begitu banyak tapi proses melahirkan ulama perempuan sudah di jalur yang tepat.

"Mungkin (ulama perempuan) kalau banyak banget belum, tapi proses ke arah situ sudah berada pada track yang tepat, karena kajiannya dan lembaganya dan orang-orangnya yang sedang berproses dan disiapkan untuk menjadi ulama perempuan semuanya sedang berjalan," jelas Ketua Majelis Musyawarah KUPI. 

Nyai Badriyah mengatakan, ulama perempuan yang sudah jadi saat ini juga banyak. Sudah ada perkumpulan-perkumpulan seperti KUPI. Di Jawa Tengah ada jaringan perempuan pengasuh pondok pesantren dan mubalighoh, mereka tidak menyebut ulama perempuan tapi program-programnya keulamaan perempuan.

Ia menambahkan, Komisi PRK MUI memang organisasinya ulama. Jadi Komisi PRK MUI juga menyuarakan suaranya ulama tentang perempuan, remaja dan keluarga. Ada juga beberapa lembaga yang serius dan konsen dalam pengadaan ulama perempuan.

"Sekarang ikhtiar untuk mencetak dan melahirkan ulama perempuan memang sudah berjalan baik melalui pesantren, pelatihan-pelatihan dan pengkaderan khusus dan melalui perguruan tinggi," katanya.

 

Ia menjelaskan bahwa dunia Islam Indonesia ini menjadi rujukan tentang pemenuhan dan perlindungan hak asasi perempuan serta anak. Jadi Indonesia memiliki posisi yang sangat bagus karena punya modal sosial, kultural dan sejarah tentang keulamaan perempuan.

 
Berita Terpopuler