Kalah dari Azerbaijan, PM Armenia Dituntut Mundur Militer

Pashinyan menolak permintaan untuk mundur.

AP/Mikhail Klimentyev/Pool Sputnik Kremlin
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan berbicara kepada media setelah pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev di Kremlin di Moskow, Rusia, Senin, 11 Januari 2021. Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Senin menjamu rekan-rekannya dari Armenia dan Azerbaijan, pertemuan pertama mereka sejak gencatan senjata yang ditengahi Rusia mengakhiri enam minggu perebutan Nagorno-Karabakh.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, mengatakan telah terjadi upaya kudeta militer terhadapnya pada Kamis (25/2). Dia menyatakan tentara telah menuntut dia dan pemerintahnya untuk mundur.

Pashinyan menghadapi protes besar dari warga Armenia yang mendesaknya untuk meninggalkan jabatan sebagai perdana menteri. Seruan tersebut terjadi setelah kekalahan Armenia dalam perang enam pekan dengan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh tahun lalu. Namun, Pashinyan telah menolak seruan untuk mundur.

Setelah desakan tersebut bisa diredam, langkah Pashinyan terbaru dengan meminta para pengikutnya untuk berkumpul di Yerevan tengah untuk mendukungnya pada Kamis. Dia menggunakan Facebook untuk berbicara kepada seluruh warga Armenia dalam siaran langsung.

Dalam siaran langsung tersebut, Pashinyan memecat kepala staf umum angkatan bersenjata dan mengatakan penggantinya akan diumumkan kemudian. Dia mengatakan krisis akan diatasi secara konstitusional. "Masalah paling penting sekarang adalah menjaga kekuasaan di tangan rakyat, karena saya menganggap apa yang terjadi sebagai kudeta militer," kata Pashinyan.

Baca Juga

Presiden daerah Nagorno-Karabakh, Arayik Harutyunyan, menawarkan diri untuk bertindak sebagai mediator antara Pashinyan dan staf umum. "Kami sudah menumpahkan cukup darah. Saatnya untuk mengatasi krisis dan melanjutkan hidup. Saya di Yerevan dan saya siap menjadi mediator untuk mengatasi krisis politik ini," katanya mendesak semua pihak untuk tidak melakukan eskalasi.

Menyerahkan wilayah

Gencatan senjata ditandatangani oleh para pemimpin Armenia, Azerbaijan, dan Rusia November lalu. Keputusan itu menghentikan aksi militer di dalam dan sekitar daerah yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni oleh etnis Armenia.

Berdasarkan perjanjian, pasukan etnis Armenia menyerahkan sebagian wilayah di dan sekitar Nagorno-Karabakh kepada Azerbaijan dalam konflik yang menewaskan ribuan orang. Keputusan ini menimbulkan marah bagi beberapa pihak, termasuk lahirnya demonstrasi yang menuntut Pashinyan mundur sebagai perdana menteri.

Sekitar 2.000 tentara penjaga perdamaian Rusia sekarang dikerahkan ke wilayah tersebut. Rusia juga memiliki pangkalan militer di Armenia, bekas republik Soviet.

 
Berita Terpopuler