Muslim Sri Lanka Protes Kecam Kremasi Paksa

Protes digelar saat kunjungan PM Pakistan.

AP Photo/Eranga Jayawardena
Muslim Sri Lanka Protes Kecam Kremasi Paksa. Petugas pemakaman menunggu jenazah Covid-19 untuk dikremasi di pemakaman di Kolombo, Sri Lanka, Jumat (11/12).
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SRI LANKA -- Muslim Sri Lanka terus menolak kremasi paksa jenazah Covid-19. Muslim Sri Lanka bahkan menggelar protes massal untuk menghentikan negaranya membuat aturan sepihak yang mengharuskan jenazah Covid-19 Muslim dikremasi.  

Baca Juga

Dilansir dari TRT World, pada Rabu (24/2), protes itu terjadi setelah pemerintah Sri Lanka melarang jenazah korban virus dimakamkan. Bahkan pemerintah Sri Lanka menolak permintaan internasional untuk membatalkan keputusannya.

Minoritas Muslim Sri Lanka melakukan unjuk rasa di Kolombo, menuntut diakhirinya kremasi paksa korban Covid-19 ketika Perdana Menteri Pakistan Imran Khan tiba dalam kunjungan resmi. Peserta demo bahkan membawa tiruan janazah dalam aksi tersebut. Mereka berharap, PM Pakistan membantu kesulitan dan mengakhiri penderitaan mereka terhadap aturan kremasi.

PM Pakistan menyambut baik pengumuman PM Sri Lanka Mahinda Rajapaksa pada 10 Februari lalu yang akan mengizinkan penguburan jenazah Muslim yang terinfeksi covid-19. Tetapi sehari kemudian Kolombo meralatnya dan mengatakan tidak akan ada perubahan kebijakan kremasi.

"Hormati pernyataan perdana menteri dan izinkan penguburan," tulisan dalam sebuah spanduk yang dibawa para pengunjuk rasa yang berkumpul di ruang terbuka di depan kantor Presiden Gotabaya Rajapaksa.

 

Pemerintahnya telah menolak permohonan dan rekomendasi internasional dari para ahli untuk mengizinkan umat Islam menguburkan mayat mereka sesuai dengan kebiasaan Islam. Sri Lanka pertama kali melarang penguburan sejak April 2020, dengan alasan mayat yang dikubur dapat mencemari air tanah dan menyebarkan virus.

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan tidak ada risiko seperti itu. Mayoritas umat Buddha di Sri Lanka, yang merupakan pendukung kuat pemerintah saat ini, biasanya dikremasi, begitu pula umat Hindu.

Pada Desember, pihak berwenang memerintahkan kremasi paksa terhadap 19 korban Covid-19 Muslim, termasuk seorang bayi. Ini memicu kekecewaan dan kemarahan di antara komunitas Muslim, moderat dan luar negeri, dengan 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam berulang kali menyatakan keprihatinan mereka.

Ada ketegangan yang sedang berlangsung antara Muslim dan mayoritas Sinhala - yang sebagian besar beragama Buddha - sejak pemboman Paskah 2019 yang mematikan yang dilakukan oleh militan lokal. Pemimpin komunitas Muslim mengatakan lebih dari setengah dari 450 korban Covid-19 berasal dari minoritas Muslim, yang menyumbang hanya 10 persen dari 21 juta populasi.

 

Umat ​​Muslim memiliki jumlah kematian yang tidak proporsional karena mereka tidak mencari pengobatan, takut mereka akan dikremasi jika mereka didiagnosis dengan virus.

 
Berita Terpopuler