Januari Lalu Pemerintah Tarik Utang Rp 165,8 Triliun

Penarikan utang baru melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) naik 135 persen.

johndillon.ie
Utang/ilustrasi
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menarik utang sebesar Rp 165,8 triliun per 31 Januari 2021. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat atau 143 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 68,2 triliun.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tingginya realisasi pembiayaan utang sejalan dengan angka defisit APBN yang ditetapkan pemerintah sebesar 5,7 persen pada tahun ini. 

“Sampai 31 Januari 2021 sebesar Rp 165,8 triliun pembiayaan utang karena defisit Januari ini naik tajam dibandingkan Januari 2020 itu belum direvisi, makanya kalau dilihat issuance masih rendah,” ujarnya berdasarkan data APBN KiTa seperti dikutip Rabu (24/2).

Sri Mulyani menjelaskan tingginya realisasi pembiayaan utang karena periode yang sama belum terjadi pandemi Covid-19. Pada APBN anggaran 2020 belum direvisi atau disesuaikan dengan angka defisit masih 1,76 persen.

"Dibandingkan tahun lalu Januari APBN belum direvisi makanya issue SBN netto masih rendah, karena waktu itu defistinya masih diperkirakan 1,76 persen sedangkan sejak awal tahun ini sudah 5,7 persen," ujarnya.

Secara rinci, penarikan utang baru melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 169,7 triliun atau naik 135 persen dibandingkan Januari 2020. Penerbitan SBN sudah 14,1 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.207,3 triliun. 

Sedangkan pinjaman netto sebesar Rp 3,9 triliun pada awal bulan tahun ini. Kemudian pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, pembiayaan lainnya masih nihil. 

 

Meski belum terealisasi, Sri Mulyani memastikan akan tetap berhati-hati melakukan pembiayaan investasi. Pemberian penyertaan modal negara (PMN) sejumlah BUMN tetap akan dilakukan secara prudent. 

Per 31 Januari 2021, defisit APBN sebesar  Rp 45,7 triliun atau melonjak 31,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 34,8 triliun. Angka defisit ini juga berasal dari tingginya realisasi belanja negara dibandingkan dengan penerimaan negara.

Pendapatan negara sebesar Rp 100,1 triliun yang bersumber dari penerimaan pajak Rp 68,5 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 12,5 triliun, PNBP Rp 19,1 triliun sedangkan hibah nol.

Kemudian belanja negara sebesar Rp 145,8 triliun yang terdiri dari belanja K/L Rp 48 triliun, belanja non K/L Rp 46 triliun. Kemudian transfer ke daerah Rp 50,3 triliun dan dana desa Rp 800 miliar.

Sementara Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menambahkan pemerintah akan menggunakan sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) untuk mengurangi tekanan pembiayaan utang pada tahun ini. 

Adapun SiLPA yang akan digunakan sebesar Rp 80-100 triliun. Pemanfaatan SiLPA juga akan mengurangi target penerbitan SBN sebesar Rp 1.207,3 triliun sepanjang 2021. 

“Bahwa untuk mengurangi tekanan dan kondisi kas pasar SBN kita gunakan SiLPA sebesar Rp 80 triliun sampai 100 triliun, ini untuk kurangi pembiayaan utang pada 2021, khususnya mengurangi target penerbitan SBN,” ucapnya.

 
Berita Terpopuler