Pimpinan DPR Nilai Revisi UU ITE Layak Masuk Prioritas 2021

Ada tiga pasal dalam UU ITE yang menimbulkan polemik saat ini.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), layak masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Mengingat polemik hukum yang hadir dikarenakan sejumlah pasal yang ada di dalamnya.

"Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU ITE serta memasukkan revisi UU ITE ke dalam Prolegnas 2021," ujar Azis lewat keterangan tertulisnya, Selasa (23/2).

Tafsir hukum dalam UU ITE saat ini dinilainya dapat bermasalah, dikarena penyampaian aspirasi yang kini meluas dan dapat dilakukan lewat media sosial. Penerapan pasal oleh aparat penegak hukum juga dinilai belum tepat, sehingga tepat jika pemerintah merencanakan untuk merevisi UU ITE.

"Gaduhnya media sosial dikarenakan UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat untuk saling lapor ke kepolisian dan mengakibatkan banyak orang yang sebenarnya merupakan korban dan tak bersalah justru dilaporkan," ujar Azis.

Dia melihat, ada tiga pasal dalam UU ITE yang menimbulkan polemik saat ini, yaitu Pasal 27 ayat 1, ayat 3, dan Pasal 28 ayat 2. Ketiga pasal tersebut adalah yang paling sering digunakan untuk melaporkan seseorang yang berkaitan dengan penghinaan atau pencemaran nama baik.

 

"Seperti telah diamanatkan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J bahwa berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia," ujar Azis.

Diketahui, pemerintah resmi membentuk Tim Kajian Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim itu dibentuk melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 dan akan bekerja selama dua hingga tiga bulan ke depan.

"Tim (ini) untuk membahas substansi apa betul ada pasal karet. Di DPR sendiri ada yang setuju ada yang tidak," ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/2).

Dia menjelaskan, pembentukan tim tersebut merupakan bentuk terbukanya ruang diskusi oleh pemerintah yang mengandung sistem demokrasi. Menurut Mahfud, dari diskusi yang dilakukan oleh tim itu nantinya pemerintah akan mengambil sikap resmi terhadap UU ITE.

 

"Kalau keputusannya harus revisi, kita akan sampaikan ke DPR. Karena UU ITE ini ada di Prolegnas tahun 2024 sehingga bisa dilakukan (revisi)," jelas dia.

 
Berita Terpopuler