Senjata Inggris Perpanjang Keterlibatan Arab Saudi di Yaman

Penjualan senjata Inggris membantu pasukan Arab Saudi mengebom Yaman

EPA-EFE/Yahya Arhab
Reruntuhan sisa perang di Kota Sana
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi kemanusiaan Oxfam mengatakan pemerintah Inggris memperpanjang perang di Yaman dengan mengizinkan ekspor perangkat isi bahan bakar di udara ke Arab Saudi. Penjualan tersebut dianggap membantu Pasukan Angkatan Udara Arab Saudi menggelar pengeboman tanpa pandang bulu di Yaman.

Baca Juga

Oxfam mengatakan ketika pembatasan penjualan senjata dicabut musim panas tahun lalu Inggris memberi Arab Saudi lisensi untuk menggunakan teknologi itu. Teknologi yang memungkinkan pesawat terbang lebih lama tersebut digunakan saat konflik di Yaman semakin intensif.

"Saat AS menyerukan agar konflik Yaman segera diakhir, Inggris menuju arah yang berlawanan, meningkatkan dukungan untuk perang brutal yang dipimpin Arab Saudi dengan meningkatkan penjualan senjata dan perangkat pengisian bahan bakar yang memfasilitasi serangan udara," kata Kepala Kebijakan dan Advokasi Oxfam, Sam Nadel seperti dikutip the Guardian, Senin (22/2).

Pertempuran di benteng terakhir pemerintah yang didukung Riyadh, di Marib semakin meningkat. Pemberontak Houthi mencoba mengambil alih kota strategis tersebut. Hal itu mendorong koalisi yang dipimpin Arab Saudi melancarkan serangan udara.

Sampai akhir-akhir ini, Marib dianggap sebagai tempat aman bagi masyarakat yang terusir karena konflik. Oxfam yang bermarkas di Inggris memperkirakan sekitar 850 ribu pengungsi tinggal di puluhan kamp pengungsi di sekitar kota Marib.

"Banyak, banyak sekali, orang yang tidur di pinggir jalan atau di depan pintu," kata staf Oxfam yang baru-baru ini mengunjungi kota itu.

Oxfam mendesak kedua belah pihak menerapkan gencatan senjata darurat dan meminta pemerintah Inggris menghentikan ekspor senjata yang dapat digunakan dalam konflik tersebut. "Inggris mengklaim mendukung perdamaian di Yaman, hal itu dapat dimulai dengan segera mengakhiri penjualan semua senjata yang digunakan terhadap rakyat sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan," kata Oxfam.

Pada awal bulan ini, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan Washington akan menahan semua penjualan senjata ke Arab Saudi yang dapat digunakan untuk 'mendukung operasi serangan'. Italia sudah mengumumkan langkah serupa beberapa hari sebelumnya.

Namun, Inggris bersikeras menolak mengikuti langkah tersebut saat krisis kemanusiaan di Yaman kian memburuk. Sudah hampir seperempat juta orang tewas secara langsung atau tidak langsung dalam konflik yang terjadi sejak 2014 itu.

Saat memberikan pengarahan ke Dewan Keamanan pekan lalu perwakilan PBB memperingatkan mereka melihat 'peningkatkan tajam' dalam perang tersebut. Sekitar lima juta orang warga sipil 'satu langkah lagi menuju jurang kelaparan'.  

Pada kuartal ketiga tahun 2020 Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dan Menteri Perdagangan Internasional Liz Truss menyetujui penjualan senjata ke Arab Saudi. Setelah menyimpulkan pelanggaran hukum humaniter hanya terjadi pada 'insiden-insiden yang terisolasi'.

Total ekspor senjata Inggris ke Arab Saudi mencapai 1,4 miliar poundsterling  termasuk ekspor 'perangkat pengisian bahan bakar di udara' dan komponen lain dibawah lisensi ekspor terbuka. Serta komponen bom senilai 700 juta poundsterling dan rudal udara ke darat senilai 100 juta poundsterling.

Sejak 2015, koalisi yang dipimpin Arab Saudi dituduh melakukan pengeboman tanpa pandang bulu di Yaman. Serangan-serangan tersebut menimbulkan banyak korban jiwa dari rakyat sipil dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi.

 

Berdasarkan Yemen Data Project yang melacak pengeboman di Yaman sekitar 10 persen dari 125 serangan udara koalisi Arab Saudi yang tercatat pada bulan Januari lalu mengincar pemukiman rakyat sipil dan hanya 13 persen yang mengenai target militer. Sisanya belum diketahui. Selama perang berlangsung sudah sekitar 8.750 warga sipil yang tewas dalam serangan udara.

Diperkirakan 80 persen serangan udara koalisi Arab Saudi dilakukan dalam keadaan 'dinamis'. Artinya saat pesawat tempur mereka melihat peluang untuk menembak target pemberontak Houthi dari udara. Dengan mengisi ulang bahan bakar di udara pesawat tempur koalisi Arab Saudi dapat berada di atas zona pertempuran lebih lama untuk mencari target.

"Inggris menjalankan salah satu rezim pengendalian penjualan senjata paling ketat di dunia, pemerintah mengambil tanggung jawab ekspor dengan serius dan dengan melakukan asesmen yang ketat semua lisensi ekspor sesuai kriteria perizinan yang ketat," kata juru bicara pemerintah Inggris. 

 
Berita Terpopuler