UNHCR Desak Selamatkan Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya harus menghadapi kondisi tanpa makanan atau air

AP/Mahmud Hossain Opu
Pengungsi Rohingya menunggu di kapal angkatan laut untuk diangkut ke pulau terpencil di Teluk Benggala, di Chittagong, Bangladesh, Selasa, 29 Desember 2020.
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) menyerukan penyelamatan segera untuk sekelompok pengungsi Rohingya yang terapung-apung di kapal di Laut Andaman, Senin (22/2). Mereka harus menghadapi kondisi tanpa makanan atau air dan banyak di antaranya sakit dan menderita dehidrasi ekstrem.

Baca Juga

"Dengan tidak adanya informasi yang tepat mengenai lokasi pengungsi, kami telah memberi tahu pihak berwenang negara-negara maritim yang relevan tentang laporan ini dan meminta bantuan cepat mereka," kata UNHCR dalam sebuah pernyataan.

Badan tersebut mengatakan, telah mendapatkan laporan beberapa penumpang telah meninggal. Jumlah kematian meningkat selama akhir pekan di atas kapal yang dikatakan telah meninggalkan distrik pesisir Cox's Bazar di Bangladesh sekitar 10 hari yang lalu dan mengalami kerusakan mesin.

"Tindakan segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah tragedi lebih lanjut," kata UNHCR menawarkan untuk mendukung pemerintah dengan memberikan bantuan kemanusiaan dan tindakan karantina kepada mereka yang diselamatkan.

Seorang pejabat senior Penjaga Pantai India mengatakan bahwa kapal tersebut telah dilacak dan dilaporkan aman. Hanya saja, mereka belum mengetahui kondisi penumpang di atas kapal.

 

Rohingya adalah minoritas Muslim yang telah menderita penganiayaan di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Mereka banyak yang melarikan diri dengan perahu reyot, menghadapi perjalanan yang seringkali berbahaya dengan harapan mencapai Malaysia dan Indonesia.

Ratusan ribu Rohingya melarikan diri dari tindakan keras mematikan oleh pasukan keamanan Myanmar pada 2017 dan mengalir ke negara tetangga Bangladesh. Negara itu saat ini memiliki sekitar satu juta pengungsi yang hidup dalam kondisi yang buruk di kamp-kamp pengungsi, tidak dapat bekerja atau pergi tanpa izin pemerintah. 

 
Berita Terpopuler