Longsor di Cilawu Garut Masih Terjadi, Pengungsi Bertambah

Garut memperpanjang status tanggap darurat bencana di kawasan Cilawu.

Diskominfo Garut.
Kondisi longsor di Kampung Cipager, Desa Karyamekar, Kecamatan Cilawu, Kamis (18/2).
Rep: Bayu Adji Prihammanda Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Bencana tanah longsor di Desa Karyamekar, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, masih terus terjadi hingga Senin (22/2). Walhasil, jumlah warga terdampak kejadian tanah longsor itu yang mengungsi terus bertambah.

Berdasarkan data terakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, jumlah pengungsi mencapai 90 kepala keluarga atau 308 jiwa berasal dari Kampung Cipager dan Kampung Babakan Kawung, Desa Karyamekar. Para pengungsi itu dipusatkan di gedung sekolah dan madrasah setempat yang lokasinya aman dari longsor susulan.

"Kondisi masih ada pergerakan kecil, jadi semakin meluas. Jumlah pengungsi juga terus bertambah," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Kabupaten Garut, Tubagus Agus Sofyan, Senin (22/2).

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut juga telah memperpanjang status tanggap darurat bencana di wilayah itu hingga tujuh hari ke depan. Selama masa tanggap darurat bencana, kebutuhan logistik untuk pengungsi dipastikan aman.

Menurut Tubagus, hingga saat ini pihaknya masih menunggu kajian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Sebab, hingga saat ini tim dari PVMBG masih belum datang melakukan kajian di Kecamatan Cilawu. "Karena kan banyak kejadian, jadi antre yang harus dikaji oleh tim dari PVMBG," ujar dia.

Ia menyebutkan, penanganan pascalongsor di Desa Karyamekar pasti akan memakan waktu lama. Sebab, hingga saat ini pihak kecamatan belum menyiapkan tanah untuk relokasi warga jika nanti harus dipindahkan.

Menurut dia, pihak kecamatan masih terus mencari tanah untuk relokasi warga terdampak longsor. "Kalau nanti sudah ada juga harus dikaji dulu oleh PVMBG kelayakannya untuk permukiman," kata dia.

Sementara untuk kebutuhan logistik pengungsi, Tubagus mengatakan, pihaknya hanya bisa memastikan selama masa tanggap darurat. Setelah masa tanggap darurat berakhir, akan ada masa transisi.  "Jadi nanti dibahas lagi untuk kebutuhannya," kata dia.

Tubagus menambahkan, pihaknya juga akan menyiapkan hunian sementara (huntara) untuk warga terdampak menunggu proses relokasi. Ada tiga alternatif disiapkan, yaitu membuat huntara, menyewa tempat untuk menampung warga, atau tetap di tenpat pengungsian. Keputusan itu nantinya akan ditetapkan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Cilawu.

Ia menjelaskan, BPBD Kabupaten Garut telah melakukan kajian bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat zonasi di wilayah tersebut. Dari hasil kajian itu, ditetapkan tiga zonasi wilayah terdampak. Yaitu zona merah yang berjarak 5 meter dari bibir longsoran, zona kuning yang berjarak 10 meter dari longsoran, dan zona hijau yang berjarak 15 meter dari longsoran.

Menurut dia, dari hasil kajian bersama ITB, rumah warga yang berada hingga zona kuning harus direlokasi. Artinya, terdapat 140 KK yang harus direlokasi dari wilayah itu. "Tapi itu bukan legal aspek, hanya pegangan kita. Kajian resminya harus nunggu dari PVMBG," kata dia.

Tubagus menjelaskan, PVMBG memang pernah melakukan kajian di wilayah itu pada 2015. Hasil dari kajian itu, permukiman warga yang berada di zona merah direkomendasikan untuk direlokasi. Namun, ketika itu masyarakat tak mau untuk direlokasi.

"Karena tak mau, kita tetap berupaya bikin EWS (early warning system), membuat desa tangguh, sosialisasi, serta memodifikasi lokasi itu mahkota longsoran dengan TPT (tembok penahan tebing) dan lainnya. Tapi kan tetap longsor," kata dia.

Sebelumnya, Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah, PVMBG, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Budianto menilai kejadian longsor itu dipicu terkikisnya tanah oleh jalur air. PVMBG menyebut sudah pernah membuat rekomendasi untuk memindahkan jalur air tersebut.

"Cilawu itu kita sudah pernah melakukan kajian sebelumnya. Rekomendasinya, jalur air harus dipindahkan. Itu kan yang longsor besar itu di jalur air yang berbatasan dengan perkampungan," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/2).

Ia mengatakan, PVMBG sudah menerima surat dari BPBD Kabupaten Garut, untuk melakukan kajian pascakejadian. Namun, ia mengaku belum sempat mendatangi lokasi longsor tersebut.

Agus mengatakan, yang harus dilakukan pertama adalah evakuasi warga terdampak secara cepat. Tim PVMBG nantinya akan melihat langsung kondisi tanah di wilayah akan terus bergerak atau tidak. Selain itu, tim juga akan menjelaskan permukiman warga wilayah itu aman atau harus direlokasi.

Menurut dia, sambil menunggu tim PVMBG melakukan kajian, pemerintah setempat harus sudah bergerak untuk melakukan evakuasi. Apalagi, khusus kejadian di Cilawu, Garut, secara kasatmata sudah terlihat bahwa wilayah itu sudah tak bisa ditempati.

"Namun kan butuh tinjauan dan rekomendasi langsung. Kalau fakta riil tak bisa lagi ditempati. Apalagi ini musim hujan," kata Agus.

 
Berita Terpopuler