IAEA akan Pantau Aktivitas Nuklir Iran Selama Tiga Bulan

Iran sepakat untuk menerapkan protokol di bawah kesepakatan nuklir.

EPA/Roland Schlager
Kantor Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria. (ilustrasi)
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA -- Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah mencapai kesepakatan dengan Iran untuk melanjutkan "verifikasi yang diperlukan" dan pemantauan hingga tiga bulan. Kepala IAEA Rafael Grossi mengatakan pembicaraan dengan para pejabat Iran telah mencapai kesepakatan yang baik. 

Baca Juga

"Kami mencapai pemahaman teknis bilateral sementara di mana badan tersebut akan melanjutkan verifikasi yang diperlukan dan kegiatan pemantauan untuk jangka waktu hingga tiga bulan," kata Grossi, dilansir Aljazirah, Senin (22/2). 

Grossi terbang ke Iran dan bertemu dengan pejabat Teheran untuk melakukan pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA). Diketahui, pemerintahan mantan Presiden Donald Trump telah mengundurkan diri dari JCPOA dan memberikan sanksi kepada Iran. Sejak saat itu, Iran telah meningkatkan pengayaan uranium yang digunakan sebagai senjata nuklir. 

Dalam pertemuan dengan IAEA, Iran sepakat untuk mengakhiri implementasi Protokol Tambahan, di mana IAEA memiliki hak untuk melakukan inspeksi mendadak di negara-negara anggota. Iran sepakat untuk menerapkan protokol di bawah JCPOA. 

“Hukum ini ada. Undang-undang ini akan diterapkan, yang berarti bahwa Protokol Tambahan, yang sangat saya sesali, akan ditangguhkan," kata Grossi.

Melalui undang-undang yang diberlakukan oleh anggota parlemen Iran tahun lalu, pemerintah berkewajiban pada 23 Februari untuk membatasi inspeksi IAEA. Badan Nuklir PBB hanya bisa mendatangi situs nuklir yang diperbolehkan, mencabut akses pemberitahuan singkatnya ke lokasi mana pun yang dianggap relevan untuk pengumpulan informasi, jika pihak lain tidak sepenuhnya mematuhi kesepakatan.

“Harapan dari IAEA adalah dapat menstabilkan situasi yang sangat tidak stabil dan menurut saya pemahaman teknis ini berhasil, sehingga konsultasi politik lainnya di tingkat lain dapat dilakukan," kata Grossi.  

 

Pemerintahan Presiden Joe Biden ingin kembali bergabung dengan kesepakatan JCPOA, dengan syarat bahwa Iran harus mematuhi kesepakatan dalam perjanjian itu. Namun para pejabat Iran menuntut AS agar mencabut sanksi terlebih dahulu. 

Pemerintahan Biden sebelumnya mengatakan, pihaknya siap untuk berbicara dengan Iran tetang kembali ke JCPOA. Upaya itu untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir sambil mencabut sebagian besar sanksi internasional.

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyatakan keputusan negara itu untuk mengakhiri inspeksi mendadak oleh inspektur PBB pada 23 Februari tidak berarti meninggalkan kesepakatan nuklir 2015. Teheran tetap mendesak Washington harus mencabut sanksi untuk menyelamatkan pakta tersebut.

"Semua langkah kami (untuk melanggar kesepakatan) dapat dibatalkan. Langkah pada 23 Februari tidak mengabaikan kesepakatan," kata Zarif dalam wawancara yang disiarkan televisi dengan English Language Press TV. 

 
Berita Terpopuler