Pemerintah Sudah Kumpulkan Rp 1,07 T dari Pajak Digital

Jumlah perusahaan yang menyetorkan PPN digital baru 67 persen dari total.

Tim Infografis Republika.co.id
Pemerimaan pajak digital
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mencatat, setoran pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi digital sudah lebih dari Rp 1 triliun per awal bulan ini. Pencapaian tersebut naik 260 persen dibandingkan setoran yang diterima pemerintah pada akhir Oktober, Rp 297 miliar.

Baca Juga

"Sampai 1 Februari, sudah ada Rp 1,07 triliun (setoran PPN transaksi digital ke perusahaan)," tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor kepada Republika.co.id, Kamis (18/2).

Dana tersebut dikumpulkan dari 34 entitas asing yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPN hingga akhir Januari. Termasuk, di antaranya, Amazon Web Services Inc dan Spotify AB.

Meski demikian, jumlah perusahaan yang menyetorkan PPN digital itu masih 67 persen dari perusahaan yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN transaksi digital. Per akhir Januari, terdapat 51 pelaku usaha yang ditetapkan pemerintah untuk memungut PPN produk digital luar negeri. "Kami harap, yang lain dapat menyusul (menyetorkan PPN)," ujar Neil.

DJP terus menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia. Melalui komunikasi tersebut, Neil berharap, jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital luar negeri dan setoran ke pemerintah terus bertambah.

Terbaru, pemerintah kembali menambah dua entitas pemungut PPN transaksi digital, sehingga totalnya menjadi 53 perusahaan. Mereka adalah eBay Marketplace GmbH dan Nordvpn SA.

Namun, keduanya baru memungut PPN atas produk dan layanan digital luar negeri yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia per bulan ini. Artinya, mereka baru bisa menyetorkan PPN ke pemerintah pada Maret.

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyebutkan, PPN dari perusahaan digital ini dapat dijadikan sebagai basis untuk estimasi Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan oleh penyedia layanan digital asing ke depannya. Tapi, pemerintah baru akan menerapkannya ketika konsensus global sudah tercapai.

"Secara estimasi, bisa kita katakan income yang diperoleh mereka dari Indonesia berdasarkan pembayaran PPN-nya. Ini bisa saja dijadikan bahan sebagai teman-teman pajak untuk pemungutan PPh," kata Sri dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/12).

PPh ataupun Pajak Transaksi Elektronik (PTE) terhadap perusahaan digital multinasional yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia sebenarnya sudah diatur resmi. Ketentuan ini masuk dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Hanya saja, Sri menuturkan, kesepakatan global atas Pilar 1: Unified Approach yang dipimpin oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tetap dibutuhkan. Sebab, persetujuan lintas negara akan jauh lebih memberikan kepastian hukum.

 
Berita Terpopuler