Plentong Reborn, Membangun Desa Wisata dari Dusun Terkubur

Pantai Plentong menjadi kawasan ekowisata berbasis ekonomi kreatif.

Lilis Sri Handayani
Obyek wisata Pantai Plengtong, Kabupaten Indramayu.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Matahari belum juga tepat di atas kepala saat sebuah mobil pribadi memasuki gerbang Pantai Plentong di Desa Ujunggebang, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Sabtu (6/2). Petugas penjaga tiket pun dengan sigap menghitung penumpangnya yang berjumlah enam orang dan segera menyerahkan tiket masuk pengunjung beserta tiket parkir kendaraan.

Hanya berselang satu menit, datang menyusul sebuah mobil bak terbuka, yang sengaja diberi atap dari plastik terpal pada bagian belakangnya. Angkutan barang itu sengaja dijadikan sebagai angkutan penumpang, dengan jumlah sembilan orang, termasuk anak-anak.

Setelah pembayaran tiket selesai, kedua kendaraan tersebut langsung menuju area parkir. Di area itu, sudah ada puluhan mobil dan ratusan sepeda motor lainnya.

Adapula sejumlah mobil odong-odong, yakni mobil yang disulap seperti 'kereta wisata' dengan dua gerbong. Mobil tersebut mampu mengangkut belasan hingga puluhan penumpang.

Kedatangan para pengunjung itu meramaikan suasana Pantai Plentong, yang diresmikan sebagai kawasan ekowisata sejak November 2018. Semilir angin pantai yang segar, ditambah suara deburan ombak, langsung menyapa mereka yang datang.

Hilir mudik kapal-kapal besar dari Pelabuhan Internasional Patimban Kabupaten Subang, juga tersaji di depan mata. Pantai tersebut memang hanya berjarak selemparan batu dengan pelabuhan yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2020.

Keramaian di Pantai Plentong itu berbeda jauh dengan kondisi yang terjadi pada 27 tahun yang lalu. Bagi warga setempat, keberadaan pantai tersebut justru telah menjadi mimpi buruk.

 

 

 

Suasana obyek wisata Pantai Plentong - (Lilis Sri Handayani/Republika)

Tokoh masyarakat Desa Ujunggebang, Kusnato bercerita, tingginya laju abrasi pantai telah menenggelamkan dua dusun di Desa Ujunggebang sekitar 1994. Yakni, Dusun Plentong dan Dusun Ujunggebang. Ada sekitar 2.000 hektare luas daratan yang hilang, yang terdiri dari ribuan rumah, sawah dan tambak milik warga.

Suasana obyek wisata Pantai Plentong - (Lilis Sri Handayani/Republika)

Semuanya hilang terkubur menjadi lautan, bersama dengan balai desa, bangunan sekolah dasar (SD), masjid, lapangan bola maupun pemakaman umum. Warga pun harus terusir dari kampung mereka sendiri dan pindah ke dusun-dusun lainnya di Desa Ujunggebang.

Dusun Ujunggebang, dulunya berlokasi sekitar dua kilometer dari bibir Pantai Plentong yang sekarang. Sedangkan Dusun Plentong, lokasinya lebih jauh lagi karena terletak setelah Dusun Ujunggebang. Dusun Plentong itulah yang dulunya berbatasan langsung dengan laut.

Peristiwa memilukan itu membuat warga menjadi abai dengan keberadaan  pantai di desa mereka. Kondisi pantai akhirnya menjadi kotor dan rusak.

Apalagi, pantai yang dulunya tak bernama itu menjadi muara dari sungai desa-desa lain yang ada di hulu Desa Ujunggebang. Sampah yang terbawa aliran sungai, dipastikan akan terbuang ke laut. Warga setempat juga ikut membuang sampah ke pantai tersebut.

"Jangankan warga dari luar daerah, warga di sini pun tidak ada yang mau menengok pantai ini karena kondisinyai yang kotor dan terkesan angker," tutur  Kusnato, saat ditemui Republika di kediamannya.

Hal itu membuat Kusnato merasa prihatin. Dia menilai, pantai tersebut sesungguhnya potensi besar yang dapat meningkatkan  perekonomian warga.

 

Sejak puluhan tahun, basis ekonomi warga Desa Ujunggebang adalah pertanian dan perikanan. Namun, dengan minimnya air irigasi karena posisi wilayah berada paling ujung, musim tanam padi hanya bisa dilakukan tiga kali dalam dua tahun. Sedangkan desa tetangganya, dalam setahun bisa tiga kali tanam padi.

Kondisi tak jauh berbeda dialami nelayan di Desa Ujunggebang. Dengan alat tangkap dan perahu tradisional, aktivitas melaut hanya bisa dilakukan one day fishing, dengan area tangkap yang sempit.

Kusnato, yang kala itu baru menjabat sebagai Kepala Desa Ujunggebang pada 2015, berinisiatif untuk membersihkan pantai. Dia menggagas Gerakan Ujunggebang Bersih (GUB). Seminggu dua kali, dia menggerakkan warga terutama anak-anak muda yang tergabung dalam Komunitas Ujunggebang Bersih.

Sampah yang berserakan di pantai, mereka kumpulkan dan angkut ke tempat pembuangan akhir. Tempat sampah khusus bagi warga juga disediakan agar mereka tak lagi membuang sampah ke pantai. Sedangkan sampah dari aliran sungai, dibelokkan ke lokasi lain sehingga tidak dibiarkan lepas ke laut.

Usaha itu tak sia-sia. Meski butuh waktu sekitar dua tahun, kondisi pantai akhirnya menjadi bersih. Pada awal 2017, pantai itu bisa digunakan sebagai lokasi kongkow yang nyaman sambil minum kopi.

Tak berhenti sampai disitu, pemdes setempat juga menggagas Kampung Bintang di dusun paling utara yang berdekatan dengan pantai. Tujuannya, agar warga merasa ikut memiliki dan merawat kebersihan pantai.

Melalui Kampung Bintang, jalan desa dihias dengan cat warna-warni. Begitu pula pagar rumah warga. Tanaman hias di pinggir jalan juga ditata rapi sehingga suasana kampung menjadi cantik dan bersih. "Warga akhirnya merasa sayang jika kampungnya kotor," tutur Kusnato.

Keberadaan Kampung Bintang semakin memotivasi pemdes untuk menjadikan pantai sebagai lokasi wisata. Mereka ingin, pantai itu menjadi titik tolak perubahan desa, dari desa berbasis pertanian dan perikanan yang terpuruk, menjadi desa wisata yang unggul. Karenanya, dari 1,7 kilometer panjang pantai, sekitar 400 meter di antaranya digarap serius menjadi objek wisata.

"Kami kemudian memberi nama Pantai Plentong, untuk mengikatkan sejarah agar anak-anak kami ingat bahwa dulu ada dusun di sana. Ini adalah Plentong Reborn," kata Kusnato.

 

Penataan Pantai Plentong kemudian mengundang kepedulian PT Pembangkit Jawa Bali Unit Bisnis Jasa Operasi dan Maintenance (PJB UBJOM), yang terletak di Kecamatan Sukra. Pengelola PLTU Indramayu berkapasitas 3X330 MW itu bersedia mengucurkan dana corporate social responsibilty (CSR) pada 2018.

Dana CSR dari PJB UBJOM terus mengalir setiap tahun sampai sekarang. Hal itu membantu penataan dan pengelolaan Pantai Plentong menjadi lebih optimal.

"Keberadaan CSR dari PJB UBJOM memberi energi tambahan bagi kami dalam menata dan mengelola Pantai Plentong," kata Kusnato.

Pantai Plentong kini telah dilengkapi berbagai wahana dan prasarana. Di antaranya, wahana negeri di atas air, banana boat, perahu wisata, ATV maupun sepeda air. Selain itu, wahana dengan tema negeri di atas angin, kini sedang dalam proses pembangunan.

Pantai itu juga dilengkapi selasar yang terbuat dari bambu. Adapula track mengelilingi pantai, yang cocok dijadikan lokasi swafoto cantik berlatar laut.

Kondisi pantai yang dulu gersang, kini juga mulai rindang. Atas dukungan PJB UBJOM, pantai tersebut ditumbuhi tanaman trembesi, cemara laut dan mangrove.

Setiap hari, tak kurang dari 300 orang datang mengunjungi Pantai Plentong. Bahkan di akhir pekan, pengunjung bisa 1.000 orang per hari. Mereka hanya dikenakan tiket masuk Rp 5.000 per orang, dan tarif parkir Rp 10 ribu untuk mobil dan Rp 5.000 untuk sepeda motor.

Dengan adanya objek wisata Pantai Plentong, ekonomi warga Desa Ujunggebang jadi meningkat. Puluhan anak-anak muda yang sebelumnya menganggur, bisa bekerja di sana. Ada yang menjadi penjaga tiket, tukang parkir, operator ATV, operator sepeda air, penjaga pantai dan lainnya. 

Warga pun bisa berjualan. Ada sekitar 30 kios yang berderet rapi di pantai itu. Mayoritas menjual kuliner khas pantai, seperti ikan, udang dan cumi bakar serta kelapa muda.

Tak hanya itu, keberadaan Pantai Plentong juga memberikan multiplier effect. Banyak warga yang turut menjadi pengrajin dan penyuplai barang, seperti kerupuk dan keripik, untuk dijual di sana.

"Keberadaan Pantai Plentong sangat dahsyat dalam menggerakkan ekonomi warga di Desa Ujunggebang, terutama warga di sekitar pantai," tukas pria yang baru mengakhiri jabatannya sebagai kepala desa pada 15 Januari 2021 itu.

 

Supervisor Umum dan CSR PT PJB UBJOM PLTU Indramayu, Okky Kusuma Nugraha, mengungkapkan, salah satu fokus kerja sama dengan Pemdes Ujunggebang adalah membangun Pantai Plentong menjadi kawasan ekowisata berbasis ekonomi kreatif.

"Sejak 2018 sampai sekarang, kami terus bekerja sama. Perkembangan Pantai Plentong pun sangat signifikan dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat," terang Okky.

Kios-kios yang menyedikan makanan dan oleh-oleh khas obyek wisata Pantai Plentong - (Lilis Sri Handayani/Republika)

Okky menyebutkan, perkembangan itu di antaranya terlihat dari pertambahan jumlah warung yang dikelola warga di pinggir bibir pantai. Semula, hanya ada enam buah warung. Namun saat ini, sudah ada sekitar 30 warung.

Selain itu, jumlah pengunjung Pantai Plentong juga meningkat drastis. Dari yang awalnya hanya 100 orang per hari, kini bisa mencapai 1.000 orang per hari, terutama di hari libur.

Hingga saat ini, program Pantai Plentong sudah berhasil melakukan rehabilitasi pantai dengan menanam mangrove dan tanaman keras sepanjang 4.000 meter. Sedangkan di sisi ekonomi, mampu memberikan manfaat secara akumulatif Rp 1,64 miliar dan menyerap lebih dari 160 orang pegawai. 

Salah seorang warga yang merasakan berkah dari keberadaan Pantai Plentong adalah Jono (55). Sebelum pantai itu menjadi objek wisata, ayah beranak tiga itu berprofesi sebagai tukang ojeg motor. Penghasilannya tak menentu, di kisaran Rp 40 ribu – Rp 150 ribu per hari.

Namun, sejak membuka warung ikan bakar ‘Keprok Pak Jono’ di Pantai Plentong, penghasilannya meningkat tajam. Di hari biasa, omset jualannya Rp 500 ribu – Rp 2 juta per hari. Sedangkan di akhir pekan, omsetnya sekitar Rp 4 juta per hari.

Dari hasil membuka warung di Pantai Plentong, Jono bisa membiayai kuliah anak ketiganya hingga menjadi sarjana. Selain itu, dia juga bisa menyewa sawah dengan nilai Rp 18 juta per bau per tahun, yang ditanaminya padi.

 

"Keberadaan Pantai Plentong benar-benar membawa berkah," tandas warga asli Desa Ujunggebang tersebut. 

 
Berita Terpopuler