Sumba Tengah Diharap Mampu Naikkan Produksi Beras

Lahan seluas 5.000 hektare di Sumba menjadi resmi menjadi Food Estate

istimewa
Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menjadikan kawasan seluas 5.000 hektare di wilayah Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, menjadi Food Estate atau lumbung pangan baru. (ilustrasi)
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menjadikan kawasan seluas 5.000 hektare di wilayah Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, menjadi Food Estate atau lumbung pangan baru. Dengan dijadikannya sebagai food estate, diharapkan produksi padi dan jagung yang menjadi komoditas pokok bisa bertambah.

Penanggung Jawab Food Estate Sumba Tengah, Kementerian Pertanian, Amiruddin Pohan, mengatakan, total kawasan food estate tersebut seluas 5.000 hektare (ha). Total kelompok petani yang berada dalam kawasan food estate tersebut sekitar 300 kelompok dengan jumlah 4.000 keluarga petani.

Kawasan tersebut terbagi dalam lima zona, Zona satu di Desa Umbu Pabal, zona dua di Desa Umbu Pabal Selatan, zona tiga di Desa Elu, zona empat di Desa Makatakeri dan zona lima di Desa Tanamodu. Seluruhnya masuk dalam wilayah Kecamatan Katikutana Selatan.

Amiruddin mengatakan, seluas 3.000 hektare dikhususnya untuk komoditas padi dan telah dilakukan penanaman 100 persen. Adapun untuk jagung, baru tercapai 800 ha pada akhir tahun 2020. Sisanya, 1.200 ha akan segera dituntaskan.

"Padi baru umur sebulan masih pengembangan peranakan, sedangkan jagung kita selesaikan pada akhir Maret 2021. Ini karena Food Estate di Sumba Tengah memang mulainya agak terlambat di akhir 2020," kata Amiruddin kepada Republika.co.id, Senin (15/2).

Baca Juga

Ia mengatakan, komoditas padi diharapkan bisa meningkatkan produktivitas dari sebelumnya maksimal 3 ton per ha menjadi mendekati 5 ton per ha. Adapun jagung juga ditargetkan bisa naik hingga 5-6 ton per ha. Menurut dia, Kementan tidak ingin memasang target yang tinggi pada Food Estate Sumba Tengah lantaran masih dalam tahap pengembangan pertama.

Selain itu, petani-petani setempat juga masih sangat tradisional sehingga dibutuhkan pembinaan secara intensif. "Kita berharap dengan masuknya Food Estate dikawal teknologi dan kita perbaiki olah lahan bisa meningkatkan produktivitasnya," katanya.

Adapun alasan dipilihnya kawasan tersebut sebagai Food Estate karena faktor kesejahteraan masyarakat setempat yang berada di bawah garis kemiskinan. Menurutnya, kondisi petani setempat cukup keterbelakangan kemampuan sehingga harus mendapat sentuhan pemerintah.

Di satu sisi, terdapat lahan yang potensial untuk dijadikan sebagai Food Estate. "Pemerintah setempat juga sudah menjaring beberapa off taker dan kita lagi persiapkan kelembagaan petani untuk dibentuk korporasi sehingga petani bisa menjual satu pintu. Itu mimpi kita," ujarnya.

 
Berita Terpopuler