Kala Warga Bertanya, 'PPKM Mikro Itu Apa?'

Kunci keberhasilan memutus rantai penularan Covid-19 adalah kedisiplinan masyarakat.

Republika/Putra M. Akbar
Warga melintas di dekat spanduk pemberitahuan antisipasi penyebaran Covid-19 saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro hari pertama di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (9/2). Pemerintah mulai menerapkan PPKM skala mikro mulai 9-22 Februari 2021 untuk tujuh provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Republika/Putra M. Akbar
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan. A, Flori Sidebang, Rr Laeny Sulistyawati, Rizky Suryarandika

Baca Juga

"PPKM Mikro itu apa? Kepanjangannya apa?" kata Nazar dengan wajah penasaran. Raut penasaran pria 50 tahun itu tampak jelas lantaran ia tak menggunakan masker ketika duduk santai bersama warga lainnya di depan musala RT04/RW03, Kelurahan Paseban, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (10/2) siang.

Pernyataan serupa juga diutarakan Ketua RW 03, M Yunus, ketika Republika menanyakan penerapan kebijakan PPKM mikro di wilayahnya. Padahal, kebijakan tersebut sudah diterapkan selama dua hari terakhir.

"Apa itu PPKM. Saya aja enggak tahu. Apa itu kepanjangan PPKM Mikro? ujar Yunus di kediamannya.

PPKM Mikro adalah kependekan dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berbasis mikro. Pemerintah menerapkan kebijakan ini mulai Selasa (9/2) hingga Senin (22/2). Kebijakan ini tujuannya untuk mengendalikan penularan Covid-19 yang semakin menjadi-jadi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, melalui PPKM mikro, pengendalian akan ditekan di level terkecil, yakni RT/RW atau desa dan kelurahan. Oleh karenanya, dibutuhkan pembentukan posko atau pos jaga di tingkat desa dan kelurahan yang melakukan empat fungsi, pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung operasional penanganan Covid-19.

Kebijakan ini diterapkan di 7 provinsi. Salah satunya di Provinsi DKI Jakarta. Gubernur Anies Baswedan, menyatakan, pihaknya telah sejak jauh hari melaksanakan pola serupa, yakni pembatasan mikro dengan membentuk gugus tugas di tingkat RW.

"Dan, kita bersyukur apa yang kita kerjakan sejak tahun lalu. Kita kan punya pembatasan di kampung-kampung dan tahun lalu ada gugus tugas tingkat RW yang masih aktif terus kita aktifkan," kata Anies, Senin (8/2).

Ketua RW 03, Yunus, mengatakan, dirinya memang belum sama sekali mengetahui soal kebijakan PPKM Mikro. "Tapi kalau Satgas Covid-19 tingkat RW sudah ada sejak lama. Saya ketuanya," kata dia.

Lantaran belum mengetahui soal kebijakan PPKM Mikro, jadi Yunus belum menerapkan satu pun ketentuan-ketentuannya di wilayah RW 03. Baik itu pendirian posko, tim penegak disiplin, maupun tim tracing yang terdiri atas tiga orang.

Kini, kata Yunus, pihaknya masih melakukan cara-cara yang sudah dilakukan sebelumnya untuk mengendalikan penyebaran virus corona. Misalnya, memasang spanduk berisikan pesan untuk mematuhi protokol kesehatan maupun mengingatkan masyarakat secara langsung.

Padahal cara-cara demikian diakuinya tak berjalan efektif. Hampir semua masyarakat di 18 RT di wilayahnya tak patuh protokol kesehatan. Wilayah pun kini masuk kategori zona kuning karena terdapat tiga atau empat kasus baru Covid-19 setiap pekannya.

"Kita sudah ingatkan. Cuma kadang masyarakatnya begitu. Susah dikasih tahu. 'Pak, buk jaga jarak, pakai masker'. Jawaban mereka, 'sehat atau tidak itu karena Allah pak'. Camat aja bingung dibuatnya," ujar Yunus.

 



Pernyataan Yunus bukan omong kosong belaka. Berdasarkan pantauan Republika di RT 03/RW04, memang tampak warga setempat tak mematuhi protokol kesehatan. Mereka berkerumun dan tak mengenakan masker.

Yunus kini hanya berharap agar warganya bisa disiplin menjalankan protokol kesehatan dengan adanya kebijakan PPKM Mikro. Ia pun kini menanti pihak kelurahan mensosialisasikan kebijakan tersebut.

"Mungkin besok bakal disosialisasikan Pak Lurah," kata dia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, kunci keberhasilan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 berasal dari kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Menurut Anies, lonjakan kasus Covid-19 bukan karena kebijakan PPKM tidak efektif, melainkan, disebabkan perilaku masyarakat yang tidak patuh menerapkan protokol kesehatan.

"Potensi penularan bukan dikaitkan pada PPKM, tapi perilaku," kata Anies di Polda Metro Jaya, Rabu (10/2).

Anies mencontohkan, usai libur panjang, jumlah kasus virus corona kerap mengalami lonjakan lantaran banyak masyarakat yang bepergian ke luar rumah bersama sanak saudara maupun keluarga. Bahkan, kata dia, tak jarang masyarakat melakukan perjalanan ke luar kota dengan kendaraan pribadi.

"Jadi, meski ada PPKM, kalau pada liburan naik mobil, ya repot. Kan itu enggak diatur," ungkap dia.

Dia menjelaskan, akibatnya muncul banyak klaster keluarga usai liburan panjang. Anies menyebut, sebesar 41 persen kasus Covid-19 di Jakarta berasal dari klaster keluarga.

"Karena kalau orang bepergian jauh, lima jam lebih di dalam mobil, satu keluarga, itu resikonya besar sekali. Bayangkan jika libur panjang, ada lebih dari 100 ribu mobil keluar meninggalkan Jakarta. Satu mobil ada lima orang, kan artinya ada 500 ribu orang. Bila ada OTG di mobil-mobil itu, potensi penularan besar," jelasnya.

 

Varian covid-19 baru yang diwaspadai dunia - (republika)

Seperti diketahui, pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid 1 pada 11-25 Januari 2021 dan dilanjutkan PPKM tahap 2 selama 26 Januari 2021 hingga 8 Februari 2021. Hasilnya, menurut Satgas Penanganan Covid-19, kasus aktif Covid-19 cenderung mengalami penurunan.

"Dalam empat pekan terakhir ketika PPKM diterapkan berturut-turut tahap 1 dan 2 maka bisa dilihat kasus aktif cenderung menurun," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Dewi Nur Aisyah saat mengisi konferensi virtual BNPB Bertema Covid-19 dalam Angka: Evaluasi Perkembangan Kasus Tahap II, Rabu (10/2).

Dewi membandingkan kasus aktif Covid-19 per 10 Januari 2021 atau sebelum diberlakukannya PPKM yaitu sebanyak 122 ribuan dengan persentase kasus aktif 14,84 persen. Kemudian, dia melanjutkan, ketika PPKM tahap 1 diterwpkan, jumlah kasus aktif tercatat naik 161 ribu.

Ia mengakui ada penambahan 38 ribu kasus dalam waktu dua pekan. Tetapi ketika masuk PPKM tahap dua, kasus aktif memang tetap naik tetapi tidak tajam atau menjadi 171 ribu. Jadi, dia menambahkan, penambahan kasus aktif dari PPKM tahap 1 ke 2 hanya sekitar 9 ribu dalam kurun waktu dua pekan.

"Pelaksanaan PPKM memang belum bisa dilihat dalam dua pekan, sehingga PPKM harus diperpanjang. Minimal pelaksanaan PPKM selama empat pekan dan baru melihat hasilnya," ujarnya.

Meski kasus aktif cenderung turun, Dewi meminta komitmen bersama harus tetap dilakukan, mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat yang tetap melakukan upaya testing, tracing, dan treatment (3T), kemudian mssyarakat tetap patuh pada protokol kesehatan 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

"Itu harus terus berjalan seiring dengan diterapkannya PPKM mikro yang berlaku pada 9 Februari 2021," katanya.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, prinsip PPKM Mikro sebenarnya adalah pembatasan. Artinya, PPKM Mikro bukanlah pelarangan.

"Pembatasannya ini dibuat berskala. Kemudian dengan berjalannya waktu penanganannya semakin berskala kecil dan semakin tersasar (targeted),” kata Wiku, Kamis (10/2).

Terkait kekhawatiran bahwa PPKM Mikro ini akan menyulitkan pelaku usaha kecil, Wiku mengatakan, pelaku usaha justru lebih diuntungkan dengan kebijakan ini. Menurutnya, pembatasan aktivitas tidak dilakukan secara luas, jadi potensi untuk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang aman dari Covid-19 itu bisa dilakukan.

“Ini bentuk mengendalikan Covid-19 yang bukan hanya dari sisi kesehatan tapi juga sosial ekonomi. Intinya kebijakan ini menunjukkan bahwa semua punya peran untuk bekerja dan berkontribusi untuk menyelesaikan pandemi,” ujarnya.

Namun, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor dr. Zubairi Djoerban merasa kecewa dengan PPKM. Ia menganggap PPKM hanya dijalankan setengah hati oleh pemerintah.

Baru-baru ini, Zubairi mengunggah foto penumpang KRL yang saling berdekatan. Kondisi ini tentu gagal memenuhi prinsip jaga jarak dalam pencegahan Covid-19. Foto itu diperoleh Zubairi dari sahabatnya pada Selasa sore (9/2) ketika menuju Depok.

"Dua kolega saya yang lain juga bersaksi hal yang sama. Keduanya mengatakan kalau Commuter Line Jabodetabek pada pagi dan sore hari penuh sesak. Saya amat prihatin," kata Zubairi dilansir dari akun Twitternya pada Rabu (10/2).

"Quo Vadis PPKM—jika situasi di dalam kereta seperti ini terus (penuh). Padahal, Presiden bolak-balik bilang bahwa PPKM tidak efektif karena masalah implementasi. Nah, foto di bawah ini sepertinya representasi dari implementasi tersebut. Mau di bawa ke mana dong?" sindir Zubairi.

Zubairi menekankan dirinya tak melarang masyarakat untuk bekerja selama pandemi. Menurutnya, masalah tersebut bukan hanya terletak pada keengganan masyarakat menerapkan jaga jarak.

"Tapi saya mendorong adanya pengawasan, koordinasi antar-instansi dan penerapan PPKM yang serius agar masyarakat tetap sehat," tegas Zubairi.

Zubairi hanya berharap para penumpang KRL diberi keselamatan. Khususnya bagi mereka yang terpaksa berdesakan di KRL demi menafkahi keluarganya.

"Doa saya untuk kesehatan orang-orang yang hari-harinya harus naik Commuter line untuk mencari nafkah atau melakukan hal baik," ujar Zubairi.

 

 
Berita Terpopuler