Jampidsus Tunggu Sikap Hukum Pinangki

Jaksa Agung masih menunggu sikap Pinangki atas vonis 10 tahun penjaranya.

Antara/Reno Esnir
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang pembacaan Putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2/2021). Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung itu divonis oleh Majelis Hakim 10 Tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rep: Bambang Noroyono Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih menunggu sikap hukum terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari atas vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor). Sejauh ini belum ada keputusan apakah Pinangki menerima atau memilih banding.

"Kita tunggu sikap dia (Pinangki)," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Selasa (9/2) malam.

Yang pasti, Ali menegaskan, kejaksaan menghormati putusan majelis hakim terhadap Pinangki. Termasuk kata Ali, atas vonis tak terduga dari majelis hakim, dengan menghukum Pinangki lebih berat ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam putusan yang dibacakan Senin (8/2), majelis hakim memvonis Pinangki bersalah menerima pemberian uang senilai Rp 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari terpidana Djoko Tjandra. Uang tersebut terbukti sebagai panjar dari 1 juta dolar atas peran Pinangki membuat dan mengurus proposal fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA), untuk terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut.

Pinangki pun, menurut majelis hakim, terbukti melakukan persekongkolan jahat membantu Djoko Tjandra yang sempat buron sejak 2009. Selain itu, majelis hakim pun menguatkan tuduhan jaksa terkait pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Pinangki.

Atas perbuatannya itu, majelis hakim menghukum Pinangki selama 10 tahun penjara. Lebih berat dari tuntutan jaksa yakni 4 tahun penjara.

Dalam amarnya, Ketua Hakim Eko Purwanto menegaskan, sejumlah pertimbangan Pinangki divonis lebih berat dari tuntutan. Hakim Eko mengatakan tuntutan penjara empat tahun terlalu rendah dari perbuatan yang dituduhkan terhadap Pinangki. Mengingat Pinangki, adalah penegak hukum dari kejaksaan, yang turut membantu Djoko Tjandra sebagai terpidana, dan buronan dari eksekusi hukuman atas kasusnya.

Pertimbangan lainnya, majelis hakim menilai Pinangki kerap berbelit-belit, dan tak mengakui perbuatannya. Sehingga mengacu putusan majelis, Pinangki layak mendekam di penjara selama 10 tahun dan denda Rp 600 juta. 

"Mengingat tujuan dari pemidanaan bukan pemberian nestapa, melainkan bersifat preventif, edukatif, dan korektif, maka tuntutan yang dimohonkan jaksa penuntut umum terlalu rendah (hanya 4 tahun)," begitu kata Hakim Eko saat membacakan putusan di PN Tipikor, Senin (8/2).

Menurut Ali, putusan majelis hakim yang menyebut tuntutan jaksa terlalu ringan dalam amarnya, bukan faktor yuridis utama yang membuat para pengadil menghukum berat Pinangki sampai 10 tahun penjara. Karena kata Ali, tim JPU-nya, pun punya landasan hukum yang relevan. Meskipun, dikatakan Ali, majelis hakim punya penilaian sendiri.

“Itu kan (tuntutan ringan) soal persepsi saja. Tergantung, dilihat dari mana,” kata Ali. Ali meyakini, yang membuat majelis hakim melipatgandakan hukuman dari tuntutan, karena Pinangki selama persidangan memberikan keterangan yang berubah-ubah atas tuduhan yang menjeratnya.

"Ketika dia (Pinangki) mau menjelang tuntutan, ngaku dia menerima. Tiba-tiba, pembelaan nggak ngaku,” ujar Ali. 

Sikap Pinangki yang berubah-ubah tersebut, pun memengaruhi tim JPU-nya, dalam merumuskan masa pemidanaan  yang tepat saat penuntutan. "Kan saya kemarin bilang, itu risiko dia berubah-ubah pengakuannya. Begitu kan," kata Ali.

 
Berita Terpopuler