Myanmar dan Sejarah Panjang Junta Militernya

Kudeta oleh militer Myanmar atau Tatmadaw berlangsung beberapa kali sejak 1962.

EPA-EFE / LYNN BO BO
Para pengunjuk rasa memegang potret Jenderal Senior Kudeta Min Aung Hlaing selama protes di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2). Ribuan orang mengambil bagian dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon.
Rep: Kamran Dikarma Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Kudeta yang dilakukan militer Myanmar pada 1 Februari lalu telah menuai kecaman dan protes dari dunia internasional. Di dalam negeri, puluhan ribu warga Myanmar dilaporkan turun ke jalan untuk menentang kudeta tersebut pada Ahad (7/2).

Militer telah menjadi institusi paling kuat di Myanmar sejak negara tersebut merdeka dari Inggris pada 1948. Jenderal Aung San, yang merupakan ayah dari pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, adalah arsitek di balik kemerdekaan negara tersebut.

Jenderal Aung San mendirikan Tentara Nasional Burma dengan bantuan Jepang pada awal 1940-an. Namun dia dibunuh pada 1947. Tatmadaw (sebutan populer untuk militer Myanmar) menikmati warisannya dan terus mendapatkan dukungan publik yang kuat di tahun-tahun mendatang. Hal itu karena militer dipandang sebagai pihak yang membebaskan Burma (sebutan AS dan Inggris untuk Myanmar) dari penindasan kolonial.

Dilaporkan laman Aljazirah, sejak awal Tatmadaw menikmati kontrol tak terbatas atas kancah politik negara. Sejarawan terkemuka Myanmar Thant Myint-U dalam bukunya The Hidden History of Burma: Race, Capitalism, and the Crisis of Democracy in the 21st Century menyebut negara modern Burma lahir sebagai pendudukan militer.

Setelah periode semi-demokrasi yang singkat, militer yang dipimpin Jenderal Ne Win menguasai Myanmar melalui kudeta pada 1962. Setelah kudeta, militer segera melarang semua partai oposisi dan menasionalisasi industri serta bisnis utama negara tersebut. Ia juga memperkenalkan "Jalan Burma Menuju Sosialisme", sebuah ideologi yang mengakibatkan kehancuran ekonomi dan nyaris mengisolasi Myanmar secara total dari komunitas internasional.

Baca juga : Milter Myanmar Blokir Twitter dan Instagram

Pada tahun 1988, rakyat Myanmar, yang dipimpin para aktivis mahasiswa, melakukan protes nasional. Mereka menyoroti kekacauan tata kelola ekonomi oleh junta militer. Para mahasiswa menuntut reformasi demokrasi. Militer Myanmar menindak aksi demonstrasi secara brutal dan menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas. Usai serangkaian protes yang dikenal sebagai Pemberontakan 8888 itu, Ne Win digulingkan dan Myanmar kembali dipimpin junta militer.

Militer memang berhasil menghentikan protes dan demonstrasi. Namun mereka tak dapat membungkam seruan yang terus berkembang untuk demokrasi. Pada tahap ini, militer kehilangan hampir semua dukungan publik. Pada tahun sama, Aung San Suu Kyi mendirikan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Dia mulai menekan pemerintah militer untuk menggelar pemilu.

Menyerah pada tekanan domestik dan internasional, militer akhirnya mengadakan pemilu dan dimenangkan telak oleh NLD. Namun, junta menolak mengakui hasil tersebut dan malah menempatkan Aung San Suu Kyi sebagai tahanan rumah.

Tatmadaw berjanji untuk mengadakan pemilu baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil setelah menyusun konstitusi baru. Namun hal itu urung dilakukan selama 18 tahun. Pada 2008, Tatmadaw, tanpa melibatkan pihak lain, menyusun konstitusi baru Myanmar. Mereka kemudian menggelar referendum konstitusional yang kontroversial tanpa partisipasi kelompok oposisi.

NLD menghujat referendum tersebut dengan menyebutnya "culas". Komunitas internasional juga mempertanyakan legitimasinya. Kendati muncul banyak kritik, Tatmadaw mengumumkan bahwa draf konstitusi diterima dengan dukungan publik yang luar biasa. Tak menunggu lama, Tatmadaw segera menerapkannya.

Di bawah konstitusi tersebut, militer Myanmar dijamin memperoleh seperempat kursi parlemen. Dalam pasal 436, militer diberi hak untuk memveto reformasi konstitusi. Konstitusi juga memberikan wewenang kepada militer untuk mengontrol kementerian keamanan utama, termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri.

Di sisi lain, konstitusi telah menjadi tembok bagi Aung San Suu Kyi untuk menjadi presiden. Sebab konstitusi yang dirancang militer melarang calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anak. Suu Kyi diketahui memiliki dua putra dari mendiang suaminya yang merupakan akademisi Inggris.

Karena konstitusi tersebutlah, Suu Kyi kemudian menduduki posisi sebagai kanselir atau penasihat negara, yang diciptakan pada 2016 usai partai NLD menang. Jabatan ini menempatkannya sebagai pemimpin Myanmar secara de facto, lebih tinggi dari presiden baru negara itu, Htin Kyaw.

Di bawah konstitusi yang masih berlaku hingga saat ini, militer juga mempertahankan kendali atas pertambangan, industri minyak, dan gas negara, sehingga memastikan aliran sumber daya yang berkelanjutan. Pengaturan ini memberi Tatmadaw kemerdekaan finansial penuh dan memungkinkannya dengan mudah menolak seruan internasional serta domestik untuk reformasi selama bertahun-tahun.

 
Berita Terpopuler