Jepang Pertahankan Status Darurat Covid-19 Sebulan Lagi

Rumah sakit di Jepang tertekan meski kasus Covid-19 turun

EPA-EFE/KIMIMASA MAYAMA
Orang-orang muda yang mengenakan masker pelindung berjalan di persimpangan jalan di Shibuya, Jepang, ilustrasi
Rep: Rizky Suryarandika Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan akan memperpanjang keadaan darurat yang mencakup Tokyo dan bagian lain Jepang selama satu bulan hingga 7 Maret ke depan. Alasannya, karena rumah sakit di sana mengalami tekanan meskipun jumlah virus corona menurun. 

Baca Juga

Keadaan darurat akan tetap diberlakukan di 10 prefektur termasuk Osaka, Aichi dan Fukuoka. Tochigi akan menjadi satu-satunya yang mencabutnya pada 7 Februari karena situasinya telah membaik secara signifikan. 

Suga membuat pengumuman di parlemen setelah panel ahli menyetujui perpanjangan itu. Keputusan tersebut disetujui satuan tugas virus corona pemerintah Jepang.

"Jumlah infeksi baru secara nasional menurun, tetapi kami perlu melanjutkan ini dan mengurangi jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit atau dalam kondisi serius," kata Suga dilansir dari kantor berita Bernama pada Kamis (4/2).

Dalam keadaan darurat, orang-orang diimbau untuk menahan diri dari acara yang tidak perlu sementara restoran dan bar diminta untuk tutup lebih awal. Bisnis didorong untuk mengadopsi kerja jarak jauh dan kehadiran di acara-acara besar telah dibatasi. 

Yasutoshi Nishimura selaku menteri yang bertanggung jawab atas respons pandemi pemerintah, mengatakan keadaan darurat dapat dicabut sebelum 7 Maret di prefektur di mana situasinya membaik secara signifikan. Salah satu patokan untuk keluar lebih awal di ibu kota adalah infeksi baru setiap hari yang turun di bawah 500. Meskipun faktor lain termasuk ketersediaan tempat tidur rumah sakit juga akan dipertimbangkan.

 
Berita Terpopuler