Bank Mandiri Tekan Rasio Kredit Macet Tiga Persen

Perseroan akan selektif memilih sektor-sektor yang mengalami pemulihan lebih cepat.

Tahta Aidilla
Kinerja Mandiri. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi (tengah) berbicara saat menyampaikan paparan kinerja Triwulan IV-2020 di Jakarta, Kamis (28/1). Bank Mandiri membukukan kinerja di tengah pandemi covid-19 pada akhir 2020, perseroan berhasil membukukan laba Rp 17.1 triliun yang dikontribusi oleh penyaluran kredit sebesar Rp892, 8 triliun dan mendorong kenaikan aset sebesar 8,4% menjadi Rp1.429 triliun. Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Rep: Novita Intan Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berupaya menekan angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada kisaran tiga persen sampai 3,5 persen. Nantinya perseroan akan selektif memilih sektor-sektor yang mengalami pemulihan lebih cepat pascapandemi Covid-19.

Direktur Keuangan & Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan perseroan telah menyusun Rancangan Bisnis Bank (RBB) kinerja 2021. "Untuk target bank only kita akan proyeksikan pertumbuhan kredit single digit, fokus akan ditekankan pada kualitas dengan jaga NPL tiga persen sampai 3,5 persen dan akan ekspansi secara prudent ke targeted customer dan sektor potensial dan pemulihannya cepat karena covid,” ujarnya kepada wartawan Kamis (28/1) malam.

Dari segi margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) akan dijaga pada level 4,6 persen sampai 4,8 persen pada tahun ini. Perseroan menargetkan dapat menurunkan biaya dana atau cost of fund mendekati dua persen dari posisi akhir tahun lalu sebesar 2,53 persen.

"Ada beberapa strategi dilakukan BI untuk menurunkan suku bunga dan tren ini akan dilanjutkan dan diharapkan pada 2021 cost of fund akan terus turun lebih rendah dari 2020, mendekati dua persen pada akhir 2021," ucapnya.

Dari sisi pendanaan, Sigit menyebut bank menargetkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) kisaran enam persen sampai tujuh persen. Perseroan juga berencana untuk menjaga dana murah kisaran 68 persen sampai 69 persen dari total pendanaan.

"Upaya efisiensi operasional akan terus dilakukan. Operational expenditure ditargetkan single digit dan perbaikan struktural sehingga efisiensi bisa dijaga long term pada 2021," ucapnya.

Baca Juga

Sementara Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menambahkan kredit yang direstrukturisasi masih beresiko tinggi dan berpotensi turun kasta ke dalam kategori NPL hanya 10 persen sampai 11 persen. Dari jumlah tersebut, perseroan juga telah melakukan antisipasi dengan menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sejak tahun lalu.

"Kami sudah secara bertahap mengalokasikan tambahan CKPN sejak Maret 2020 setiap bulannya. CKPN tidak diharuskan sebelumnya dan sekarang jumlahnya sudah cukup sehingga kami sudah siap kalau 10 persen sampai 15 persen dari kredit yang direstrukturisasi downgrade ke NPL," ucapnya.

Menurutnya perpanjangan POJK restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 maka kesempatan bagi bank melakukan penyelamatan terhadap debitur terdampak pandemi semakin panjang. Maka begitu, lanjutnya, para debitur akan bisa kembali pulih pada akhir 2021 atau awal 2022 sehingga NPL tahun ini akan lebih kecil.

Secara keseluruhan yang melakukan restrukturisasi kredit sesuai POJK NOMOR 11/POJK.03/2020 merupakan debitur yang sehat sebelum pandemi Covid-19 muncul. Bisnis mereka baru terganggu setelah adanya pembatasan sosial akibat pandemi itu.

Per Desember 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit sesuai POJK 11 sebesar Rp 123,4 triliun dengan jumlah debitur 543.758, sebanyak Rp 33,9 triliun merupakan debitur UMKM dengan jumlah 336.819 debitur. Kemudian NPL gross bank Mandiri sebesar 3,09 persen atau naik 0,76 persen secara year on year (YoY)  dengan coverage ratio mencapai 229,1 persen atau naik dari 84,85 persen.

Di samping itu, Siddik menuturkan perseroan juga melihat pelandaian yang cukup signifikan dari permohonan restrukturisasi pada awal tahun ini. Perseroan sudah bisa fokus pada ekspansi kredit tahun ini dan mendukung debitur lebih agresif memanfaatkan momentum peningkatan ekonomi yang akan mulai pada kuartal ketiga 2021.

 
Berita Terpopuler