Bagaimana Muslim Sebaiknya Menyikapi Kehidupan Duniawi?

Menjadi terlalu terikat dengan hal-hal duniawi menyimpan bahaya.

Piqsels
Bagaimana Muslim Sebaiknya Menyikapi Kehidupan Duniawi?
Rep: Shelbi Asrianti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menyikapi kehidupan duniawi, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam tidak larut dan terhanyut. Seperti sabda Nabi Muhammad pada salah satu hadits, "Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara," (HR Al-Bukhari).

Baca Juga

Hazem Said dan Maha Ezzeddine, penulis buku Seeking Peace, menafsirkan lebih lanjut ujaran tersebut. Mereka mengibaratkan hidup di dunia seperti naik pesawat terbang. Semua berharap tiba di tujuan, di sebuah resor indah.

Saat di pesawat, sebagian duduk di kursi kelas satu dan banyak lainnya berdesakan di belakang. Ada saja dari mereka yang iri pada kursi yang lebih baik atau marah kepada penumpang lain karena dianggap mengganggu.

Sebagian menganggap perjalanan dengan pesawat itu yang paling penting, lantas lupa pada tujuannya. Mereka lupa hanya butuh beberapa jam kesabaran dan ketidaknyamanan sebelum pesawat mendarat dan tiba di tujuan akhir.

"Dunia ini hanyalah alat untuk mencapai tujuan. Waktu akan terbang begitu cepat sehingga saat melihat kembali, Anda akan berpikir itu hanya beberapa jam atau satu hari," ujar Said dan Ezzeddine, dikutip dari laman About Islam

 

Sejatinya, dunia tidak dimaksudkan untuk memuaskan kerinduan terdalam manusia. Karena itulah, Nabi Muhammad meminta umat Islam melewati dunia tanpa menjadi terlalu teralihkan, seperti orang asing.

Selayaknya orang asing atau pengembara, hal apa pun tidak akan membuatnya tergoda selama di perjalanan hingga dia mencapai tujuan. Apakah manusia ditakdirkan punya kekayaan dan pengaruh, menjalani hidup lama atau sebentar, tidak menjadi masalah.

Bukan berarti perjalanan itu tidak penting. Justru perjalanan sangat penting, perihal bagaimana seseorang memanfaatkan apa yang telah dipercayakan kepada manusia, serta seberapa sabar manusia menerima apa yang dimilikinya.

Itu semua menentukan bagaimana kondisi tempat seseorang di 'kehidupan selanjutnya'. Bagaimana seseorang memanfaatkan berbagai anugerah yang telah diberikan Allah SWT kepadanya serta banyaknya kesempatan yang datang.

Menjadi terlalu terikat dengan hal-hal duniawi menyimpan bahaya. Salah satunya, membuat seseorang kehilangan kepekaan terhadap berkah yang diberikan Allah SWT. Menumbuhkan akar permanen di bumi akan menyebabkan frustrasi dan rasa tidak puas.

 

Apabila itu terus menumpuk, bisa mengakibatkan seseorang mengalami kecanduan atas hal-hal yang bersifat materi. Seseorang menjadi buta terhadap apa yang sudah dia miliki, dan akhirnya kehilangan rasa syukur.

Said dan Ezzeddine menyimpulkan bersikap bagaikan orang asing terhadap hal-hal duniawi adalah jalan menuju kedamaian hati. Itu akan mengarahkan fokus kepada Allah SWT, alih-alih menyibukkan hati dengan berbagai detail tidak penting.

Seseorang dapat menjalani hidup yang bebas dari kecemasan dan rasa persaingan dengan orang lain. Dia akan lebih mudah memaafkan dan membiarkan segalanya berjalan apa adanya, juga menjadi murah hati dan penyabar.

Dia pun bisa memiliki kemampuan yang lebih kuat untuk memelihara hal-hal tak berwujud dalam hidup. Beberapa aspek penting seperti kasih sayang, kerendahan hati, rasa syukur, dan kesadaran akan kehadiran Allah SWT dalam seluruh kehidupan.

Ketika manusia memahami seluruh dunia ini hanya seperti sayap lalat di hadapan Allah SWT, dia akan melihat tidak ada gunanya menguras energi. Sebuah kesia-siaan merelakan masa muda untuk mengejar banyak hal.

Sebaliknya, dia bisa mengarahkan pandangan pada tujuan dan 'rumah' yang sebenarnya, di mana manusia akan menemukan jawaban atas kerinduan terdalam dan paling berharga. "Hidup ini hanyalah sebuah perjalanan ke tempat itu, dan hidup dengan pengetahuan itu akan membawa pada kedamaian," ujar Said dan Ezzeddine.

 

Sumber: https://aboutislam.net/shariah/hadith/this-hadith/living-like-a-stranger/

 
Berita Terpopuler