Epidemiolog: PPKM tak akan Efektif tanpa Penguatan 3T

Kebijakan PPKM sebenarnya hanya bersifat strategi tambahan

Republika/Thoudy Badai
Pekerja berjalan di JPO halte transjakarta saat jam pulang kerja di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta, Kamis (21/1).Pemerintah pusat melalui Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto berencana akan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali dari tanggal 26 Januari hingga 8 Februari 2021 akibat kasus Covid-19 masih tinggi di beberapa daerah. Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizky Suryarandika Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman memberi saran agar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berjalan efektif. Dicky menekankan agar tracing, testing dan treatment (3T) diperkuat selama PPKM guna membuat hasil maksimal.

Dicky menjelaskan kebijakan PPKM sebenarnya hanya bersifat strategi tambahan. Sehingga PPKM hanya menopang atau memperkuat strategi utama (3T) agar berjalan maksimal.

"Selama ini strategi utamanya tidak memadai, 3T belum memadai. Jadi bagaimana akan efektif? Mau diperpanjang berapa lama pun yang terjadi adalah efek yoyo. Apalagi PPKM bukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)," kata Dicky kepada Republika, Jumat (22/1).

Atas dasar itu, Dicky mengusulkan agar penguatan dilakukan pada 3T agar PPKM tak sia-sia dalam meredam laju Covid-19. "Ini menunjukkan PPKM ada dampaknya tapi tidak memadai karena sifatnya suplemen terhadap intervensi esensial (3T)," lanjut Dicky.

Dicky juga memantau kontribusi pulau Jawa-Bali terhadap angka positif Covid-19 Nasional sebesar 65 persen pada Januari 2021. Sedangkan sumbangan angka kematian Jawa-Bali sebanyak 66 persen.

"Ini bukan hal biasa. Tidak bisa diselesaikan hanya dengan PPKM. Tidak ada argumentasi ilmiah kuat untuk PPKM," ujar Dicky.

Baca Juga

Kemudian Dicky mengusulkan agar Persentase kasus positif (positivity rate) dimasukkan dalam komponen PPKM. Sebab positivity rate dianggap sebagai tolak ukur yang memadai guna memutuskan pelonggaran suatu wilayah di masa pandemi.

"PPKM tidak masukkan positivity rate. Padahal itu jadi indikator valid dan kuat untuk pelonggaran suatu wilayah dalam situasi pandemi. Indikatornya saja tidak ada, wajar jika kasus harian terakhir tinggi sekali," ucap Dicky.

Diketahui, PPKM dilanjutkan kembali selama 14 hari sampai 8 Februari 2021, setelah PPKM pertama berakhir pada 25 Januari 2021. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kebijakan PPKM diperpanjang karena angka penularan di tujuh provinsi yang menjalankan PPKM masih belum menunjukkan perbaikan. Tujuh provinsi itu antara lain Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi selama sepekan pelaksanaan PPKM, 46 kabupaten/kota menunjukkan peningkatan kasus aktif Covid-19, 24 kabupaten/kota mengalami penurunan, dan 3 kabupaten/kota yang stagnan. Dari indikator kematian, ada 44 kabupaten/kota yang angka kematiannya meningkat dan 29 kabupaten/kota menurun.

 
Berita Terpopuler