Korupsi Bansos, KPK Dalami Tempat Pembelian Barang Bantuan

Pembelian barang di PT Agri Tekh dilakukan perusahaan pemegang kontrak bansos.

Antara/M Risyal Hidayat
Ali Fikri
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap satu pihak swasta pegawai PT Agri Tekh, Lucky Falian terkait perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19. Pasalnya, pembelian barang di PT Agri Tekh itu dilakukan oleh beberapa perusahaan pemegang kontrak bansos.

Lucky diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan menteri sosial (mensos) Juliari Peter Batubara (JPB). "Saksi dikonfirmasi oleh tim penyidik KPK terkait dengan pengetahuannya mengenai kegiatan PT Agri Tekh sebagai tempat pembelian barang," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (21/1).

Ali mengungkapkan, pembelian barang di PT Agri Tekh itu dilakukan oleh beberapa perusahaan pemegang kontrak bansos. Dia mengatakan, pembelanjaan tersebut lantas dipergunakan dalam rangka pengadaan bansos Covid-19 di kemensos tahun anggara 2020.

"Yang bersangkutan juga dikonfirmasi terkait sejumlah dokumen yang berhubungan dengan perkara ini," kata Ali lagi.

Pemeriksaan terhadap Lucky Falian dilakukan pada Rabu (20/1) lalu. Sementara, pada Kamis (21/1) lembaga antirasuah itu memeriksa pegawai PT Indoguardika Vendos Abadi, Adin Jaelani.

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AIM (Ardian Iskandar Maddanatja)," katanya.

 

 

Dua petugas keamanan sedang menjaga sebuah gudang di Jalan Pulo Buaran II Blok N1-N3, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Di gudang tersebut, ditemukan 50 ribu paket sembako bantuan sosial (bansos) yang dikemas dengan tas bansos Kementerian Sosial (Kemensos). - (Republika/Febryan. A)

Meski demikian, belum diketahui apa yang digali tim penyidik KPK dari pemilik PT Tigapilar Agro Utama yang menjadi salah satu perusahaan yang mengerjakan pengadaan bansos tersebut. Keterangan Adin Jaelani dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara AIM dan tersangka lainnya.

Perkara pengadaan bansos Covid-19 tidak hanya menjerat JPB. Perkara itu juga mentersangkakan pejabat pembuat komitmen (PPK) kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) serta satu pihak swasta lainnya, Sanjaya (SJY).

JPB disebut-sebut menerima suap Rp 17 miliar dari “fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Suap tersebut diterima politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melalui dua tahap.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 8,2 miliar. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.

 

JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 
Berita Terpopuler