Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan Mirip Kasus Jiwasraya

Kejagung menduga adanya penyimpangan terkait transaksi investasi saham dan reksadana.

bpjsketenagakerjaan.go.id
Kartu BPJS Ketenagakerjaan
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Baca Juga

Dugaan korupsi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenegakerjaan (BPJS Naker) mirip dengan kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejakgung) Ali Mukartono menerangkan, dugaan sementara di penyidikan meyakini adanya penyimpangan terkait transaksi investasi saham dan reksadana yang merugikan keuangan negara.

“(Kasus BPJS Naker) hampir sama kayak Jiwasraya. Itu kan terkait investasi juga. Dia punya duit investasi keluar. Uang negara pokoknya,” kata Ali saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (19/1).

Menurut Ali, penggunaan uang negara yang digunakan tersebut, diduga merugi karena adanya dugaan penyimpangan dan praktik korupsi.

“Ada dugaan yang tidak bener kan? Makanya ke penyidikan,” terang Ali.

Namun Ali menambahkan, tim penyidikan di Jampidsus belum memiliki angka pasti besaran kerugian negara. “Belum. Belum sampai ke situ, nanti kita tunggu BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” terang Ali menambahkan.

Jampidsus, resmi menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi di BPJS Naker setelah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Print-02/F.2/Fd.2/01/2021, Senin (18/1). Sprindik tersebut, menjadi acuan bagi Jampidsus untuk melakukan penggeledahan, dan penyitaan data, serta dokumen untuk dijadikan alat-alat bukti.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer, dalam pernyataan resmi menyampaikan, pada Selasa (19/1), dan Rabu (20/1), penyidik sudah mulai melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Pada Selasa (19/1), pemeriksaan dilakukan terhadap 10 orang dari BPJS Naker.

Hari ini, pemeriksaan kembali dilakukan terhadap 10 nama petinggi, maupun pejabat BPJS Naker lainnya. “Pemeriksaan terhadap pihak-pihak dilakukan sebagai saksi-saksi terkait penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Tenaga Kerja,” terang Ebenezer, di Kejagung, Jakarta, Selasa (19/1).

Deputi Direktur Bidang Humas BPJS Naker Irvansyah Utoh Banja mengakui, proses penyidikan sedang berlangsung di Jampidsus. Akan tetapi, kata dia, agar masyarakat, serta penegakan hukum tetap mengacu pada praduga tak bersalah.

“Kami (BPJS Naker), menghormati proses penyidikan yang sedang berlangsung di Kejaksaan Agung,” kata dia, dalam rilis resmi BPJS Naker yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (19/1).

Menurut Irvansyah, BPJS Naker, pun siap untuk memberikan keterangan dengan transaparan. “Guna memastikan apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan,” ujat Irvansyah.

Ia pun meminta agar proses hukum yang sedang berjalan, tak mengundang spekulasi. Apalagi, prasangka yang menurutnya, dapat memicu keresahan para nasabah yang didominasi kalangan pekerja.

“Kami (BPJS Naker) berharap proses hukum ini, tidak menimbulkan spekulasi, dan keresahan publik,” ujar Irvansyah.

Saat ini, Irvansyah mengungkapkan, dana kelolaan BPJS Naker per 31 Desember 2020 mencapai Rp 486,3 triliuan. Adapun investasi mencapai Rp 32,3 triliun, dengan hasil investasi (YOI) mencapai 7,38 persen.

Adapun aset alokasi per 31 Desember 2020, meliputi surat utang sebesar 64 persen, dan saham 17 persen, serta deposito 10 persen, reksadan 8 persen, dan investasi langsung sebesar 1 persen. Irvansyah menerangkan, sebetulnya dalam pengelolaan investasi yang dilakukan, BPJS Naker selalu mengutamakan aspek kepatuhan, dan kehati-hatian.

“Kegiatan operasional BPJS Ketenagakerjaan termasuk pengelolaan dana, diawasi dan diaudit baik oleh Satuan Pengawas Internal, Dewan Pengawas, dan berbagai lembaga berwenang secara berkala dan rutin yaitu BPK, OJK, KPK dan Kantor Akuntan Publik. Hasil audit dari lembaga-lembaga tersebut dari tahun 2016-2019  mendapat predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM)/Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” kata Irvansyah.

Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah pernah menerangkan, pengungkapan kasus BPJS Naker sebetulnya berawal dari rangkaian penyelidikan yang panjang. Menurut dia, selama penyelidikan tersebut, timnya menemukan adanya dugaan pengelolaan dana investasi yang diduga menyimpang.

“Terutama terkait dengan investasinya. Transaksinya banyak, sampai 40 T (triliun)” kata Febrie, Senin (28/12) lalu. Febrie mengungkapkan besaran investasi tersebut, berada dalam saham dan reksa dana yang diindikasikan dilakukan dengan praktik korupsi.

 

Majelis hakim sebut terpidana berjudi dengan gunakan uang nasabah Jiwasraya. - (Republika)

 
Berita Terpopuler